Tunas Global dan UI Gelar Peduli Autistik untuk Para Guru

ADVERTISEMENT

Tunas Global dan UI Gelar Peduli Autistik untuk Para Guru

Sudrajat - detikEdu
Sabtu, 12 Agu 2023 19:58 WIB
Daniel, 8 tahun, tengah berinteraksi dengan para guru dalam acara peduli ASD (Autism Spectrum Disorder) di Sekolah Tunas Global Depok, Sabtu (12/8/2023)
Daniel tengah berinteraksi dengan para guru dalam acara peduli ASD (Autism Spectrum Disorder) di Sekolah Tunas Global Depok, Sabtu (12/8/2023). Foto (sudrajat/detikcom)
Jakarta -

Sebagai satu-satunya sekolah inklusif di Kota Depok yang menerima murid dengan kondisi ASD (Autism Spectrum Disorder), Tubas Global menggelar pengenalan seputar autistik bagi para guru TK, SD, dan SMP. Acara itu bekerja sama dengan Tim PPM (Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat) Universitas Indonesia, Sabtu (12/8/2023).

Menurut Kepala Sekolah Tuglo M. Taufiqurrahman sejak berdiri pada 2007 pihaknya telah menerima murid ASD berdasarkan asesmen psikologi untuk tingka TK, SD, dan SMP. "Untuk tahun ajaran 2032/2024 ada 10 murid ASD, kalau total sejak 2007 sudah lebih dari 40 siswa," kata Taufiqurrahman kepada detikedu.

Sehari-hari mereka ditangani oleh semua guru yang sama dengan yang mengajar murid-murid pada umumnya. Hanya saja untuk murid yang ASD, "diberikan pendamping secara khusus oleh guru pembimbing khusus atau shadow teacher," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acara yang dikemas sebagai 'Peduli ASD' sengaja digelar atas kesadaran bahwa stigma negatif masyarakat terhadap individu autistik dan keluarganya dapat memengaruhi perkembangan psikologis mereka yang mendapatkan stigma.

ADVERTISEMENT

Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kesadaran sivitas akademika di sekolah tentang ASD agar dapat menunjukkan empati dan menghindari perilaku stigmatisasi terhadap orang tua dari anak-anak autistik. Sebab faktanya stigmatisasi terhadap individu autistik dan keluarganya menjadi hal yang sulit ditangani di Indonesia, begitu juga di negara lain.

Tampil sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Prof. Dr. dr. Rini Sekartina, Sp.A(K), ahli tumbuh kembang pediatri sosial di Indonesia. Menurutnya seorang anak mengidap ASD atau tidak dapat dideteksi sejak usia 18 bulan hingga 2 tahun.

Dia juga antara lain menekankan pentingnya anak dengan ASD dilatih untuk mandiri sejak usia 3 tahun. Misalnya diminta mengambil dan mengenakan sepatunya sendiri. Selain itu juga harus diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik di luar ruangan selain memberikan asupan makanan yang bergizi baik.

"Aktivitas di luar untuk anak sejak usia tiga tahun itu penting. Biarkan dia bersosialisasi dengan lingkungan kita sebagai orang tua atau yang dewasa mengawasi dan menjaganya. Aktivitas di luar itu penting juga untuk meningkatkan nafsu makan," papar Rini yang juga guru besar Fakultas Kedokteran UI.

Di sesi ketiga tampil Aida Yuni Kusumawardani, M.Psi yang menyampaikan materi dengan tema "Welcome to Autistic World". Dia mengajak peserta untuk sejenak masuk ke dalam dunia autistik agar dapat merasakan sepatu yang sama. Dengan demikian para guru dapat membangun empati sekitar terhadap dunia autistik. Dengan empati kemudian bangkit rasa kasih dan sayang guru-guru terhadap murid-murid autistiknya di sekolah.

Tak cuma paparan bersifat teoritis, sekitar 50 guru, beberapa dosen, dan mahasiswa Program Doktoral Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran UI yang mengikuti acara tersebut juga berinteraksi langsung dengan empat anak dengan ASD.

Mereka diminta mengenali dan mencatat sikap dan perilaku keempat anak yang tengah beraktivitas dengan playdough, yakni Daniel (8 tahun), Bella (9), Aya (10,5) dan Eugene (7).

Dari amatan detikedu, Daniel lebih responsif dalam berinteraksi dengan beberapa guru yang mendekat, menyapa, dan menyalaminya. Saat seorang guru bertanya apa benda yang akan dibuatnya, dia menjawab singkat, "Belum".

Isti Andindya, M.Sc ibu seorang anak autistic saat menjadi pembicara di Sekolah Tunas Global, Depok, Sabtu (12/8/2023)Isti Andindya, M.Sc ibu seorang anak autistik saat menjadi pembicara di Sekolah Tunas Global, Depok, Sabtu (12/8/2023) Foto: Sudrajat / detikcom

Berbeda dengan Daniel, tiga anak lainnya cenderung lebih pendiam. Ketiganya terlihat fokus dengan playdough masing-masing. Mereka hanya merespons sapaan dari beberapa guru yang memang sudah dikenal dan biasa berinteraksi dengannya.

Bahkan Aya tak sampai sepuluh menit memainkan playdough tiba-tiba meninggalkan mejanya. Dia seperti tak nyaman dengan para guru yang mengerumuni dan mencoba berinteraksi dengannya. Hal itu menurut Isti Anindya (ibunda Aya) karena Aya memang kurang nyaman dengan banyaknya intervensi.

Meski disebut hobinya suka menggambar, Aya saat itu juga sempat bersenandung. "Itu sebetulnya senandung untuk menenteramkan diri karena stres, Ketika tak bisa lagi mengendalikan ya dia pergi, menghindar," tutur Isti Andindya yang tengah menempuh program doktoral bidang biomedik di Universitas Indonesia.

Meskipun seorang anak autistik terlihat diam, cuek, dan fokus pada dirinya sendiri, kata Isti, faktanya mereka juga menyukai perhatian orang di sekitarnya.

"Mereka juga ingin berteman dan menjalin hubungan dengan orang lain, hanya saja caranya sedikit berbeda," tutur dosen di Universitas Indonesia Maju (UIMA) dan founder platform edukasi @peduliasd di Instagram itu.




(jat/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads