Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof Omas Bulan Samosir menilai dinamika pasar tenaga kerja berkembang lebih cepat daripada dinamika kapasitas input tenaga kerja.
Oleh sebab itu, menurutnya lembaga pendidikan sebaiknya memberi bekal pengetahuan untuk angkatan kerja, tetapi sayangnya kerap tertinggal dalam merespons kebutuhan pasar. Kurikulum yang dirancang boleh jadi tak selalu diperbarui sesuai perkembangan dunia industri.
Saran buat Tenaga Kerja dan Pihak Lainnya
Prof Omas mengatakan pengangguran berarti tidak atau berhenti berproduksi. Angkatan kerja yang menganggur sekarang ini bisa jadi beban jika terjadi pengangguran dalam skala besar ke depannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibatnya, Indonesia Emas akan berisiko tidak tercapai jika terdapat satu generasi yang menjadi sumbat pencapaian pembangunan. Sementara itu, angkatan kerja tersebut diharapkan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi untuk mencapai Indonesia Emas," jelas Prof Omas, dikutip dari laman UI.
Prof Omas menyarankan, pihak-pihak yang terlibat bisa berkolaborasi dan bersinergi. Pihak-pihak yang dimaksud di antaranya institusi pendidikan dan pelatihan vokasional, tenaga kerja, dan pemerintah.
Menurutnya, etos kerja pun harus dibangun untuk memastikan tenaga kerja siap dalam menghadapi dinamika pasar kerja. Di sisi lain, institusi pendidikan perlu terus memperbarui kurikulum supaya selaras dengan kebutuhan industri.
Sementara dari sisi tenaga kerja, harus proaktif dalam meningkatkan keterampilan. Pemerintah pun harus berperan dalam mengembangkan kebijakan yang mendukung dunia pendidikan, misalnya memperbarui kurikulum.
Meski demikian, Prof Omas juga berpendapat pendidikan formal saja tak cukup. Sertifikasi vokasional dan pelatihan tambahan menurutnya sangat dibutuhkan untuk melengkapi kompetensi lulusan.
"Semakin banyak sertifikat yang dimiliki seorang pelamar kerja, semakin baik peluang mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berubah," jelasnya.
Prof Omas menambahkan, SMK merupakan bentuk formal pendidikan vokasi. Dunia pendidikan masih memerlukan keahlian vokasional melalui sekolah kejuruan dan tetap relevan untuk menghasilkan angkatan kerja yang kompeten di dunia industri.
Hal itu dapat dilakukan dengan perluasan koneksi langsung antara SMK dengan dunia industri, sehingga bisa terlibat dalam membangun kurikulum SMK dengan berkala.
Prof Omas mengatakan, industri semestinya bisa langsung bekerja sama dengan sekolah kejuruan dalam membuat atau sebagai pihak manufaktur spare part dari industrinya. Dia mencontohkan, industri sepeda BMW di Jerman, manufaktur spare part dari sepeda BMW diserahkan kepada sekolah kejuruan dengan cara melatih sekolah kejuruan untuk membuatnya. Selain itu, harga yang ditawarkan adalah harga pasar.
"Siswa sekolah kejuruan langsung mendapat gaji ketika membuatnya. Namun, Indonesia belum melaksanakan hal dan kerja sama seperti ini, dan dunia pendidikan vokasi kita masih jauh dan sangat jauh dari dunia manufaktur/industri," kata Prof Omas.
(nah/nwk)