Tips Siap Masuk SMP, Banyak Eksplorasi Minat & Kegiatan Positif

ADVERTISEMENT

Tips Siap Masuk SMP, Banyak Eksplorasi Minat & Kegiatan Positif

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 07 Jul 2023 18:30 WIB
Anak atau siswa SMP SMA perempuan sedang belajar
Apa yang perlu disiapkan siswa untuk menjalani masa SMP dengan menyenangkan dan bermanfaat buat masa depan? Simak tipsnya di sini! Foto: Kyle Gregory Devaras via Unsplash
Jakarta -

Dunia SMP itu seperti apa ya? Apa yang perlu disiapkan di masa transisi antara SD dan SMA ini, agar detikers bisa memanfaatkannya di masa depan?

Guidance Counselor BINUS SCHOOL Bekasi, Rachel Ullynaria Doreen S.PSi, M.Psi, Psikolog menuturkan, masa SMP adalah masa di mana anak berkembang mencari jati dirinya. Di masa SMP, siswa mulai mengenal siapa dirinya, kelebihan dan kekurangannya.

"Harus jadi anak SMP yang semangat eksplorasi, coba hal-hal positif yang ada di sekitar kamu. Dan nggak takut gagal. Masa SMP itu masa kita mencoba, mencari tahu, dengan cara yang baik. Ini masanya belajar, jadi jika mengalami kegagalan pun adalah ruangnya untuk belajar juga," tutur psikolog pendidikan ini pada detikEdu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi lebih baik eksplorasi diri dengan berbagai kegiatan. Bisa ikut OSIS, ikut ekskul. Jadi nggak melulu soal akademik. Academic is one thing, nonakademik juga penting. Soft skill, seperti kemampuan sosialisasi, sangat penting buat mereka. Cari dan eksplorasi diri jadi tugas perkembangannya di masa ini. Ini yang perlu dibantu orang tua, guru, dan konselor," sambungnya.

Konselor pendidikan yang disapa Miss Rachel ini juga berbagi kiat agar siswa siap masuk SMP, plus kiat orang tua membantu siswa menjalaninya. Simak lengkapnya di bawah ini, ya!

ADVERTISEMENT

Tips Siap Menjalani Masa SMP buat Siswa

Mengenali Dinamika SMP

Rachel menuturkan, kenali apa saja yang ada di sekolah, mulai dari pelajarannya, cara belajarnya, hingga kegiatan nonakademiknya. Dengan begitu, siswa bisa terbekali dengan ekspektasi baru terkait transisi dari SD ke SMP.

Ia menjelaskan, di jenjang SD, ada banyak panduan dan pengingat dari guru untuk belajar dan mengerjakan tugas. Memasuki masa SMP, siswa mulai diharapkan untuk dapat belajar mandiri, giat mengerjakan tugasnya, dan berefleksi.

"Di masa SMP, siswa bisa merefleksikan hasil belajarnya, misalnya 'Oh aku nggak paham ini, aku harus tanya ke guru', jadi dia bisa datang ke gurunya," jelas Rachel.

Pakai Growth Mindset di Belajar sampai Berteman

Growth mindset menurut Rachel dapat membantu siswa menghadapi tantangan yang lebih banyak ketimbang di masa SD. Dengan begitu, ketika menghadapi kegagalan, siswa dapat tetap terus maju dan bangkit lagi.

"Jadi tidak fixed mindset, yang kalau gagal maka berhenti di situ. Di growth mindset, ketika mencapai tantangan, dan alami kegagalan, maka itu bisa diubah, bisa dipelajari lagi, tidak berhenti sampai di situ," tuturnya.

Kendala di SMP, baik terkait pubertas, akademik, nonakademik, dan personal lainnya, terkadang berujung pada self-withdraw dan perundungan (bullying). Agar tidak buru-buru menepis akar masalahnya, Rachel menjelaskan, cari tahu dari mana perasaan insecure yang muncul. Langkah ini bertujuan untuk memberi penguatan dan validasi atas yang siswa rasakan.

"Terkadang muncul dari pikiran, negative thought. Jadi siswa perlu dibantu untuk melihat bahwa realitasnya tidak begitu. Lalu challenge negative thought. Misal merasa nilai tidak lebih baik dari teman, apa yang bisa dilakukan? Bantu menantang mindset jadi lebih netral, bahwa keadaan itu bukan akhir, tetapi masih bisa diubah, dengan growth mindset," kata Rachel.

Ia menjelaskan, growth mindset bertumbuh dari pengalaman. Dari pengalaman tersebut, siswa berefleksi prosesnya, baik dalam hal pelajaran maupun pertemanan.

"Misal dia belajar, nggak serta merta merasa pintar atau gagal. Tetapi jika nantinya berhasil, ia tahu kelebihan dan kekurangan diri, lebih tahu kekurangan dan kelebihan diri. Dari situ terbentuk growth mindset. Jika anak merasa kurang, merasa gagal, bantu untuk berefleksi," terangnya.

"Contoh nyatanya, siswa sulit adaptasi karena social skill tidak sebaik orang lain dalam berbicara, dan ini bikin dia insecure. Yang saya lakukan itu membantu anak lihat sisi positif dirinya, lalu ekspektasi teman seperti apa yang dimau. Lalu pahami bahwa realitasnya, tidak semua orang cocok berteman; bahwa it's okay tidak berteman, bisa find another one, dengan ikut klub, ini-itu. Jadi social skill-nya berkembang, bisa punya teman, dan lebih pede masuk dunia sosialnya," kata Rachel.

Asah Hard Skill dan Soft Skill

Masuk masa SMP, Rachel menjelaskan, siswa juga akan perlu belajar organizational skill, mengatur waktu sendiri (time management), self-regulated learning (mengatur pembelajaran mandiri), dan mengelola stresnya (stress management).

"Di SMP akan lebih banyak ketemu teman-teman, mungkin bikin klub sendiri, dikasih kesempatan ikut OSIS, dari situ terasah berorganisasi dan membentuk inisiasi sendiri, baik klub, atau lainnya. Itu penting, di balik balik soft skill yang dibutuhkan untuk belajar: manajemen waktu, self-regulated learning, stress management," jelasnya.

"Di tahap remaja, banyak tugas perkembangan yang bikin mereka lebih overwhelmed (kewalahan). Karena masa puber, mereka mungkin merasa lebih insecure, terkait self-esteem, masalah personal lain, belum lagi beban akademik sekolah, keluarga, jadi memang butuh manajemen stres," sambung Rachel.

Ia menjelaskan, siswa di masa-masa pubertas kadang mengalami kendala self-esteem dan kurang percaya diri. Hal ini membuat siswa jadi lebih malu-malu untuk tampil, membandingkan diri dengan teman, sehingga lebih stres. Rachel menuturkan, BINUS SCHOOL Bekasi secara berkala mengadakan workshop untuk para siswa yang menghadirkan professional counselor dan pembicara yang secara khusus membahas tentang pubertas.

"Sebagai konselor sekolah, kami juga menyediakan wadah konseling untuk para siswa, karena secara personal mungkin siswa nggak bisa ungkapin ke orang lain. Dari situ mereka dibekali mindset dan perspektif agar bisa lebih baik lagi ke depan," tuturnya.

Punya Goals dan Manajemen Waktu

Memiliki tujuan, sambung Rachel dapat memudahkan siswa mengatur arahnya selama bersekolah di SMP. Ada beragam tujuan yang bisa dituju, mulai dari merintis portofolio, baik dengan menang lomba maupun ikut olimpiade. Tujuan-tujuan ini dapat menavigasi siswa jika melenceng dari prioritas kesehariannya.

"Tetapi di usianya, ini tetap dibantu orang tua, guru, konselor. Cek prioritas mana yang harus dikejar, mana yang for fun, sehingga bantu lihat batasannya. Boleh main, boleh suka K-Pop, itu bagian dari perkembangan. Tetapi boundaries-nya, prioritasnya, tetap di bawah supervisi orang tua, guru, dan konselor, agar tahu arah jalannya ke mana," jelas Rachel.

Tips buat Orang Tua dengan Anak Siswa SMP

Ia menjelaskan, anak butuh significant other berupa orang dewasa yang bisa bantu dirinya menavigasi keseharian dan tujuannya. Di sisi lain, orang dewasa terkadang sulit masuk ke duan anak karena siswa akan membuat gap atau jarak. Sebab, di masa pubertas, siswa akan butuh punya privacy sendiri, sehingga terkesan berubah di mata orang tua.

"Ini bagian perkembangan, tetapi dia tetap butuh orang dewasa untuk dampingi dan beri masukan. Kadang kalau seumuran, masukannya kadang ngompor-ngomporin, agak nyeleneh, hehe, jadi ortu bisa minta bantuan guru, konselor, agar anak-anak jadi dapat temen cerita. Jadi orang tua bisa tetap tahu apa yang terjadi sama anak-anaknya, tanpa memaksa agar mau cerita," kata Rachel.

"Di umurnya, anak SMP akan mencari yang nyaman dan dipercaya untuk cerita, dan kadang orang itu bukan orang tua. Tetapi tetap coba buka diri untuk jadi teman cerita anak. Yang bikin anak malas itu reaksi orang tua terkadang, yang kaget, langsung memberi saran, mau menyelesaikan masalah. Kadang mereka cuma butuh didengarkan, open minded dengar cerita mereka," tuturnya.

Rachel mengatakan, di masa SMP, siswa akan butuh orang tua untuk memberi perspektif yang benar atas yang ia pikirkan.

"Mereka mulai lebih banyak pertanyaan abstrak, 'kenapa aku begini, kenapa mereka boleh begitu.' Pertanyaan ini mereka cari tahu keluar. Bahayanya kalau dapat jawaban yang salah, entah dari social media, dari teman chat entah di mana. Orang tua, tetap buka diri untuk cerita anak, tanpa reaksi berlebihan, tanpa judgement, sehingga mau anak-anak datang," pungkasnya.




(twu/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads