Pemerhati Anak Kecam Siswa Bakar Sekolah Ditampilkan-Didampingi Polisi Bersenpi

ADVERTISEMENT

Pemerhati Anak Kecam Siswa Bakar Sekolah Ditampilkan-Didampingi Polisi Bersenpi

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 02 Jul 2023 14:00 WIB
ilustrasi api, ilustrasi kebakaran
Foto: Getty Images/iStockphoto/OlgaMiltsova
Jakarta -

Seorang siswa di Temanggung bakar sekolahnya, SMPN 2 Pringsurat Temanggung, lantaran di-bully oleh teman-teman dan gurunya hingga membuatnya sakit hati. Pada konferensi pers yang digelar pihak kepolisian, siswa tersebut ikut ditampilkan dan di sampingnya terdapat sosok polisi yang membawa senjata laras panjang.

Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti mengecam dua bentuk perlakuan tersebut, yakni menampilkan siswa bakar sekolah dalam konferensi pers kepolisian dan menempatkan polisi membawa senjata laras panjang di samping siswa yang bersangkutan. Menurut Retno, menempatkan seorang polisi dengan senjata laras panjang adalah tindakan berlebihan.

"Secara berlebihan pihak kepolisian juga menempatkan seorang polisi berseragam yang memegang senjata laras panjang," kata dia melalui keterangan tertulis pada Minggu (2/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Retno menduga kuat polisi tidak memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan tidak memahami Konvensi Hak Anak, utamanya tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini mengatakan, apa yang dilakukan oleh kepolisian itu berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak. Retno menegaskan, siswa ini tak seharusnya ditampilkan dalam konferensi pers, terlebih didampingi polisi dengan senjata laras panjang.

ADVERTISEMENT

"Padahal Ananda R tidak akan mampu melarikan diri dan melawan aparat. Selain itu, anak R juga korban pembullyan, apa yang dilakukan merupakan akibat dari sebuah sebab yang dialaminya dari lingkungan tempat dia bersekolah," jelas Retno.

Dia menerangkan, dalam UU No 11 Tahun 2012 Pasal 19 (1) disebutkan bahwa identitas anak, anak korban, dan/atau anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak maupun elektronik.

Kemudian, pada ayat (2) dirinci apa saja yang menjadi identitas anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lainnya yang bisa mengungkap jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi.

"Menampilkan anak R dalam konferensi pers meski menggunakan penutup wajah sekalipun, sudah berpotensi kuat ikut mengungkap jati diri anak," kata Retno.

"Media televisi, cetak dan elektronik dapat dipastikan menampilkan fisik anak R dan pasti akan men-zoom bagian wajah yang tertutup, artinya polisi justru memfasilitasi media melanggar pasal 19 UU SPPA," jelasnya.

"Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," imbuhnya lagi.

Berpotensi Langgar Hak Pendidikan Anak

Retno membeberkan, perlakuan pihak kepolisian seperti disebutkan di atas, dapat berdampak pada siswa asal Temanggung itu, misalnya kehilangan hak melanjutkan pendidikan. Pasalnya, setelah pemberitaan tersebut, murid bersangkutan berpotensi tidak diterima lagi oleh pihak sekolah karena mencemarkan nama baik dan dianggap sebagai penjahat berbahaya.

Retno mengatakan, siswa yang membakar sekolahnya ini berhak melanjutkan masa depannya, sekalipun pernah dihukum. Sebab, hal ini dijamin dalam UU Perlindungan Anak.

Menurutnya, jika pun siswa tersebut sudah menjalani proses hukum nantinya, dia akan kesulitan mendapatkan sekolah yang mau menerima untuk melanjutkan pendidikan.

"Padahal, anak R berhak mendapatkan pendidikan meski sebagai pelaku pidana sekalipun, karena dia masih anak dibawah umur," lanjut Retno.

"Namun, ketika diliput luas oleh media bahkan diambil foto dan videonya, maka anak R akan berpotensi kuat mendapatkan stigma buruk berkepanjangan, baik di wilayah anak R tinggal bersama keluarganya, maupun dalam lingkup yang lebih luas," lanjut Retno.

Dia memaparkan, masa depan siswa SMPN 2 Pringsurat tersebut berpotensi suram, misalnya sulit mendapat sekolah, sulit mendapat pekerjaan, dan sebagainya.

Retno Listyarti selaku pemerhati anak dan Komisioner KPAI 2017-2022 mendorong berbagai pihak terkait seperti Irwasum Polri dan Kompolnas untuk bertindak sesuai kewenangan, menyelidiki dugaan pelanggaran UU PA dan UU SPPA yang dilakukan kepolisian.

Retno menilai, KPAI sebagai lembaga pengawas perlindungan anak pun harus segera bersuara dan bertindak. Di samping itu, Dewan Pers pun menurutnya harus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada media yang diduga melanggar pasal 19 UU SPA dalam tayangannya.

"Semoga peristiwa menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk peka dan memiliki perspektif perlindungan anak," pungkasnya.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads