Transformasi Dunia Pendidikan Lewat Sekolah Responsif Gender

ADVERTISEMENT

Transformasi Dunia Pendidikan Lewat Sekolah Responsif Gender

Atta Kharisma - detikEdu
Jumat, 02 Des 2022 13:14 WIB
Kepala SDN Durung Bedug, Sidoarjo, Jawa Timur, Titin Kusminarsih, menyampaikan implementasi dan inovasi yang dilakukan di sekolahnya, termasuk menyesuaikan Rencana Kerja Sekolah, agar responsif terhadap isu gender.
Kepala SDN Durung Bedug, Sidoarjo, Titin Kusminarsih menyampaikan implementasi dan inovasi yang dilakukan di sekolahnya, termasuk menyesuaikan Rencana Kerja Sekolah, agar responsif terhadap isu gender. (Foto: Kemendikbud Ristek)
Jakarta -

Pemerintah Indonesia dan Australia di bidang pendidikan, bersama Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) menginisiasi program Sekolah Responsif Gender. Program yang diinisiasi oleh Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) ini bertujuan untuk menggerakkan kesadaran dan aksi nyata agar sekolah semakin responsif terhadap isu-isu gender.

Dosen sekaligus Ketua Pusat Studi Gender dan perlindungan Anak (PSGPA) UMSIDA Kamil Wachidah menyampaikan langkah tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu perwujudan pendidikan berkualitas yang makin inklusif di Indonesia.

Ia menegaskan sudah seharusnya sekolah memberikan kesempatan yang adil baik bagi anak perempuan maupun laki-laki, yang berkebutuhan khusus maupun non-berkebutuhan khusus, dari latar belakang apapun, warna kulit, sosial ekonomi, agama, dan lain sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal gender, Kamil menyebutkan seringkali terjadi misinterpretasi terhadap istilah tersebut di tengah masyarakat. Padahal, gender merupakan suatu dinamika sosial, ada gender secara biologis dan ada pula gender secara peran sosial.

Kamil menjelaskan gender secara biologis ialah gender yang sesuai dengan kodrat manusia, sedangkan gender secara peran sosial adalah sesuatu yang dapat dipertukarkan.

ADVERTISEMENT

"Misalnya, pekerjaan sebagai pilot selama ini sering digambarkan dengan gambar laki-laki, padahal jika perempuan memiliki kompetensi yang sama mumpuninya, perempuan juga bisa menjadi pilot. Begitu juga dengan pekerjaan chef, selama ini identik dengan gambar ibu memasak di dapur, seakan laki-laki tidak semestinya bergulat di dapur," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/12/2022).

Kamil mengungkapkan ada empat kata yang dapat merepresentasikan program Sekolah Responsif Gender, yakni akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Akses, terangnya, mengindikasikan perempuan dapat memperoleh akses yang sama dengan laki-laki terhadap pendidikan.

"Kita bertanya apakah akses untuk bersekolah anak-anak perempuan di Indonesia sudah memenuhi standar yang sama dengan anak laki-laki?," ucapnya.

Partisipatif, jelas Kamil, artinya sekolah memberikan kesempatan bagi guru perempuan untuk ikut memimpin dan berkontribusi guna kemajuan sekolahnya. Sedangkan kontrol, berarti guru-guru perempuan memperoleh ruang untuk berpendapat dan menuangkan ide serta gagasan yang ia miliki.

Kamil menambahkan manfaat berarti guru-guru dan tenaga kependidikan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan pendidikannya, sama seperti rekan mereka yang laki-laki.

Sementara itu, Kepala SDN Durung Bedug Sidoarjo Titin Kusminarsih menyampaikan Sekolah Responsif Gender merupakan sekolah yang tanggap terhadap ketimpangan gender.

"Sekolah yang responsif terhadap isu gender adalah sekolah yang tanggap terhadap ketimpangan gender di sekolah, misalnya bullying, stereotype, marginalisasi, subordinasi, dan beban ganda bagi perempuan," paparnya.

Titin mengaku melalui program pelatihan, kepala sekolah, guru, dan semua staf di sekolahnya menjadi makin memahami apa itu materi gender. Mereka pun mulai mengimplementasikannya di sekolah.

"Kami kemudian coba menerapkannya dan melakukan berbagai inovasi di sekolah. Kami juga menyesuaikan RKS (Rencana Kerja Sekolah) kami agar responsif terhadap isu gender," sebutnya.

Untuk diketahui, Indonesia sebenarnya hampir mencapai kesetaraan gender dalam hal angka partisipasi sekolah. Berdasarkan Gender Parity Index, Indonesia memperoleh nilai 0,97.

Dalam indeks tersebut, nilai di bawah 1 menunjukkan makin kecilnya kesempatan bagi anak perempuan dalam meraih pendidikan, sebaliknya, nilai lebih dari 1 menunjukkan makin besarnya kesempatan bagi anak perempuan memperoleh pendidikan.

Klik halaman selanjutnya: Pandangan Mendikbud >>>

Pendidikan yang Tak Lagi Pandang Gender

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menilai pada masa sekarang sudah seharusnya pendidikan tak lagi memandang gender. Baik kaum laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama. Ia juga menekankan pentingnya bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan sejak dini.

"Keterampilan yang dimiliki oleh perempuan yang berpendidikan bisa ikut mengangkat derajat kehidupan keluarga baik secara ekonomi maupun sosial," tuturnya.

Nadiem mengungkapkan Indonesia masih memiliki banyak aspek yang harus dibenahi demi pendidikan yang lebih inklusif. Karenanya, Kemendikbudristek hadir dan berupaya untuk terus berinovasi demi pendidikan berkualitas yang makin inklusif di Indonesia, salah satunya melalui kebijakan Asesmen Nasional (AN) dan Rapor Pendidikan.

Melalui AN, terangnya, siswa, guru, dan kepala sekolah menjadi sampel pemetaan mutu pendidikan secara nasional. Hasil AN kemudian dipublikasikan melalui platform Rapor Pendidikan.

Lewat platform tersebut, satuan pendidikan akan memperoleh hasil iklim kesetaraan gender pada tiap satuan pendidikan. Hasil tersebut bisa dijadikan acuan oleh satuan pendidikan untuk mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi isu-isu yang ada di sekolah, misalnya ketimpangan gender.

Tak hanya itu, Nadiem mengatakan hasil AN dan berbagai survei nasional lain yang terintegrasi dalam platform Rapor Pendidikan dapat digunakan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan daerahnya. Dengan demikian, pendidikan yang berkualitas dan inklusif perlahan tapi pasti dapat dirasakan oleh seluruh anak Indonesia.

Nadiem menuturkan lewat Rapor Pendidikan, dinas pendidikan dan satuan pendidikan dapat mengidentifikasi kondisi daerah dan satuan pendidikannya secara riil. Ia menegaskan data yang ada dalam Rapor Pendidikan bukan sekadar 'pemberitahuan' kepada daerah dan satuan pendidikan, melainkan sebagai titik mula untuk merefleksikan dan membenahi kualitas pendidikan secara menyeluruh.



Simak Video " Pertamina Talks Episode 2: Kesetaraan gender, seperti apa implementasinya di Pertamina? "
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads