Kisah Sekolah di Perbatasan RI-Malaysia, Minim Guru-Siswa Tinggal di Asrama

ADVERTISEMENT

Kisah Sekolah di Perbatasan RI-Malaysia, Minim Guru-Siswa Tinggal di Asrama

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 28 Okt 2022 15:00 WIB
SMKN 1 Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
SMKN 1 Entikong, sekolah terdekat dengan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong perbatasan RI-Malaysia. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Jakarta -

Jalanan menuju Entikong sudah lengang sekitar pukul 19.00 WIB. Di ujung jalan utama beraspal mulus ada Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat, yang memisahkan Indonesia dan Malaysia.

Sekolah terdekat dengan Pos Lintas Batas Negara Entikong berjarak sekitar 2,5 km sebelum PLBN. Lama perjalanan ke sekolah ini dari Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, makan waktu hingga sekitar 5 jam 30 menit. Di kiri jalan utama, SMK negeri satu-satunya di wilayah tersebut berdiri dengan penanda berupa gapura bertuliskan 'SMKN 1 Entikong'.

Menanjak jalan masuk sekolah melewati gapura, nampak gedung kelas bercat kombinasi hijau, putih, dan abu-abu. Lurus sedikit ke dalam area sekolah, ada ruang bengkel untuk praktik siswa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada 281 siswa di sekolah perbatasan ini. Kejuruannya macam-macam, ada teknik kendaraan ringan otomotif, teknik bisnis sepeda motor, teknik audio video, teknik pengelasan, desain permodelan dan informasi bangunan, teknik komputer jaringan, alat mesin pertanian, dan multimedia.

Para siswa terbagi dalam 27 rombongan belajar. Sementara itu, ruang kelas hanya ada 16 ruangan. Kepala Sekolah SMKN 1 Entikong Adi Ahmadi menuturkan, untuk mencukupi kebutuhan, para siswa belajar di ruang praktik, termasuk di ruang bengkel.

ADVERTISEMENT

Malam hari, sekitar 81 siswa tidur di asrama di sekolah. Rumah asal para siswa asrama umumnya jauh dari sekolah.

Luas Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar sendiri mencapai 506,89 km persegi. Luas satu kecamatan ini kira-kira sebanding dengan luas satu Provinsi DKI Jakarta, termasuk Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, hingga Kepulauan Seribu, minus Jakarta Selatan.

Satu asrama putra dan dua asrama putri juga terutama diisi siswa asal kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Sintang dan Kabupaten Landak. Jarak Sintang-Entikong kurang-lebih makan waktu 5 jam 20 menit, sementara Landak-Entikong kurang lebih 3 jam 15 menit, dengan arus perjalanan lancar.

Susan dan Nurfitri, siswa kelas 10, merupakan salah satu siswa yang tinggal di asrama putri. Para siswa kelas 10 juga diutamakan tinggal di asrama.

Asrama baru punya kamar yang berisi hingga 8 siswa. Sementara itu, asrama lama yang berdiri sejak 2006 punya kamar kapasitas 3 orang, diutamakan untuk diisi siswa kelas 12.

"Senang karena ada kawan (di asrama)," kata Nurfitri.

Susan menuturkan, biaya asrama di sekolah Rp 250 ribu per bulan, ditambah voucher wifi Rp 50 ribu.

Karena jumlah kamar asrama sekolah tak sebanding dengan jumlah seluruh murid, para siswa kelas 11 dan 12 pindah ngekos di sekitar sekolah. Opsinya yakni menumpang di rumah warga atau menumpang rumah saudara yang lumayan jauh.

Biaya ngekos siswa berkisar Rp 500 ribu per bulan. Jika pemilik rumah berdagang mie ayam atau makanan lainnya, biaya kos bulanan kadang diganti dengan bantu-bantu cuci piring pelanggan.

Sementara itu, siswa yang rumahnya lebih dekat kadang diantar orang tua. Sebagian lagi naik ojek, sebagian lainnya jalan kaki, kadang hingga 30 menit.

Jalan utama Entikong hingga PLBN sendiri beraspal mulus tanpa lubang. Namun, jalan antarkampung tidak jarang merupakan tanah merah, kadang berbatu dan berlumpur setelah hujan. Di kiri-kanan jalan, tumbuh pohon sawit, karet, hingga durian.

Ada juga siswa yang menumpang dengan teman dan kendaraan lain. Mobil bak pengangkut sayur maupun barang dagangan lain yang hendak melintas ke Malaysia atau berhenti di Entikong bisa jadi pilihan tumpangan. Naik angkot ke Entikong pun bisa, tetapi operasinya sempat terhenti di masa pandemi.

Para orang tua kadang datang berkunjung ke sekolah, menengok sang anak yang tinggal di asrama. Kadang naik motor, kadang menumpang mobil yang melintasi sekolah. Setelah bertemu anak, orang tua siswa kembali pulang. Sebab, kamar asrama juga tidak cukup untuk menampung orang tua yang kemalaman.

Menginap di Entikong

Beberapa penginapan berdiri di sekitar kawasan Entikong, umumnya berupa kamar dengan fasilitas pendingin ruang. Ada juga Wisma PLBN, tetapi umumnya digunakan untuk tamu negara dan tamu institusi. Sekitar 25 km dari Entikong, ada pilihan penginapan lainnya di Balai Karangan untuk wisatawan.

Di sekitar jalan utama tampak sejumlah kedai makan khas setempat, masakan Padang, hingga babi panggang karo (BPK). Merek-merek mini market yang kiosnya bertebaran di kota-kota besar juga ada di kawasan ini. Makin dekat dengan PLBN, relatif mudah dijumpai di pinggir jalan. Jarak kedaluwarsa penganan kiosnya relatif lebih singkat, entah karena perjalanan distribusi ke perbatasan yang makan waktu atau karena tak ramai pembeli.

Guru PNS, Guru Honorer, dan Siswa PIP

Tidak hanya siswa yang di tinggal di sekolah. Ada mes guru atau asrama guru di dekat asrama siswa. Sejumlah guru dapat tinggal di sana bersama keluarga mereka.

Ada 22 guru PNS di SMKN 1 Entikong, sedangkan 24 guru lainnya non-PNS. Satu tenaga kependidikan merupakan PNS, sementara 5 lainnya non-PNS.

"Jumlahnya masih sangat kurang, guru-guru mengajar di atas 30 jam per minggu. Belum sama tugas tambahan, waka (wakil kepala sekolah, contohnya), 12 jam, nggak kehitung di perhitungan jam (kerja)," tutur Adi Ahmadi, Kepala Sekolah SMKN 1 Entikong.

Dua guru di SMK ini merupakan guru penggerak Merdeka Belajar. Para guru di sekolah ini mengajar dengan Kurikulum Merdeka untuk kelas 10. Sementara itu, Kurikulum 2013 masih diterapkan untuk siswa kelas 11 dan 12.

Sebanyak 179 siswa merupakan penerima manfaat Program Indonesia Pintar. Salah satu siswa menuturkan, dirinya sudah jadi pemegang Kartu Indonesia Pintar sejak SD. Namun, ia tidak memegang buku rekeningnya, dan juga tidak menerima bantuan KIP sejak SD hingga SMK.

Kondisi-kondisi di SMKN 1 Entikong ini direspons Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim saat bermalam di sekolah tersebut dalam rangkaian kunjungan kerja di Pontianak dan Sanggau, Kalbar beberapa hari lalu.

Harapannya, ia bisa menangkap aspirasi warga sekolah di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) Indonesia. Selain itu, harapannya, manfaat kebijakan dan program Merdeka Belajar sudah dirasakan seluruh pemangku kepentingan setempat.

"Akan kami investigasi kenapa belum terima (bantuan PIP). Ada saja selalu kasus begini di berbagai daerah walau nggak terlalu banyak, ada saja yang tidak terima (bantuannya), akan kami tindak lanjuti," jawab Nadiem menyoal kendala yang dialami siswa tersebut.

Soal asrama dan sekolah, ia pun turut angkat bicara.

"(Kebutuhan) Aula, kondisi asrama, kami jadikan bahan ke (Ditjen) Vokasi, kami akan lihat apa yang kami bisa bantu. Mohon dukungan gubernur juga nanti karena siswa perbatasan punya banyak kebutuhan. Kita bantu dari fasilitas," janjinya.

"Nanti dibahas ke Vokasi, (untuk) dibantu sarprasnya," imbuh Nadiem.

Sementara ini, Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), harapannya, bisa digunakan untuk mendukung kebutuhan para guru dan siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik, dengan dukungan aplikasi Aplikasi Rencana Kegiatan Dan Anggaran Sekolah (ARKAS) untuk bantu pelaporan keuangan.

"Dana BOS yang sekarang besarannya lebih berpihak kepada sekolah-sekolah di daerah 3T juga kini ditransfer langsung ke sekolah. Kami percaya kepala sekolah lah yang paling tahu apa yang dibutuhkan guru dan muridnya untuk mencapai hasil belajar yang terbaik," kata Nadiem kepada kepala sekolah SMKN 1 Entikong.

"Bapak juga bisa pakai aplikasi ARKAS untuk membantu Bapak membuat laporan keuangan. Sehingga Bapak bisa lebih fokus memerhatikan para guru dan murid, tidak berkutat dengan hal-hal administratif yang membebankan," pungkasnya.




(twu/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads