Mahasiswa UGM Teliti Komunitas Marah-Marah di X, Solusi Stres atau Ancaman Sosial?

ADVERTISEMENT

Mahasiswa UGM Teliti Komunitas Marah-Marah di X, Solusi Stres atau Ancaman Sosial?

Cicin Yulianti - detikEdu
Selasa, 23 Sep 2025 20:30 WIB
Mahasiswa UGM teliti Komunitas Marah-Marah
Mahasiswa UGM teliti Komunitas Marah-Marah. Foto: UGM
Jakarta -

Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) dari. Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan pengamatan terhadap fenomena unik di kalangan anak muda. Mereka meneliti Komunitas Marah-Marah yang tengah ramai di media sosial.

Komunitas Marah-Marah ini hadir di platform X (sebelumnya Twitter). Ruang online ini digunakan banyak orang untuk meluapkan kemarahan, kekecewaan, hingga keresahan mereka. Akan tetapi, kehadiran komunitas tersebut memunculkan pro dan kontra yang dinilai menarik untuk diteliti lebih lanjut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana hasil temuan tim UGM terhadap Komunitas Marah-Marah ini?

ADVERTISEMENT

Komunitas Beranggotakan 1 Juta Pengguna

Komunitas Marah-Marah di X ini mulanya dibentuk sebagai wadah untuk mengeluarkan emosi negatif dan mengatasi stres sehari-hari. Komunitas kini berkembang pesat dan menjadi salah satu komunitas dengan anggota terbesar di Indonesia.

Hanya dalam waktu satu tahun saja, jumlah anggota komunitas sudah mencapai satu juta pengguna.

"Kami tertarik meneliti Komunitas Marah-Marah karena lonjakan anggotanya sangat signifikan. Dalam waktu satu tahun, jumlah pengguna meningkat tiga kali lipat hingga mencapai satu juta. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang merasa perlu untuk mencari ruang pelampiasan emosi di media sosial," ujar ketua tim peneliti, Muh Faiq Fauzan, dikutip dari laman UGM, Selasa (23/9/2025).

Tim PKM-RSH UGM ini beranggotakan Muh Faiq Fauzan, Fanisa Ratna Dewi, Debora Magdalena Marchya Sihombing, Muhammad Syukur Shidiq, dan Adelia Pradipta Nasyaputri. Penelitian mereka berjudul "Antara Safe Space dan Toxic Space: Studi Ekologi Media terhadap Komunitas Marah-Marah di Media Sosial X".

Teori Ekologi Media Menjadi Kunci Riset

Untuk memahami dinamika yang ada, tim PKM-RSH menggunakan Teori Ekologi Media yang diperkenalkan oleh Marshall McLuhan. Teori ini menyoroti bahwa media bukan hanya sebagai sarana untuk menyampaikan pesan, tetapi juga mempengaruhi pola pikir dan interaksi sosial penggunanya.

Dalam konteks ini, fitur-fitur di X, seperti retweet, komentar terbuka, serta algoritma, berperan penting dalam membentuk pola komunikasi di Komunitas Marah-Marah. Faiq dan tim menggunakan pendekatan mixed-method (kualitatif dan kuantitatif).

Hasil penelitian diperoleh tim setelah melakukan observasi partisipatoris untuk memetakan pola komunikasi. Mereka juga melakukan survei terhadap anggota komunitas, dan wawancara mendalam untuk menggali persepsi serta pengalaman para pengguna tentang kenyamanan, keamanan, serta potensi risiko yang muncul.

Dua Sisi Komunitas Marah-Marah

Hasil observasi sementara mengungkap Komunitas Marah-Marah memiliki dua sisi yang kontradiktif. Di satu sisi, komunitas ini memberi ruang bagi anggotanya untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi dan menciptakan ikatan emosional antar penggunanya.

"Dari berbagai temuan awal, tim melihat bahwa Komunitas Marah-Marah memiliki dua sisi yang kontras. Di satu sisi, komunitas ini memberikan ruang bagi pengguna untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut akan penghakiman, dan menciptakan rasa keterhubungan emosional antarpengguna," kata Faiq.

Di sisi lainnya, komunitas juga menjadi tempat berkembangnya ujaran kebencian, serangan personal, bahkan diskriminasi digital, yang sering kali memicu cyberbullying.

"Di sisi lain, komunitas ini juga menjadi tempat subur bagi penyebaran komentar bernada negatif dan diskriminatif, pelanggaran privasi, bahkan memicu cyberbullying," jelasnya.

Studi Bantu Peningkatan Literasi Digital dan Etika Berkomunikasi

Faiq berharap hasil penelitian bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan literasi digital masyarakat, serta mendorong terciptanya ruang digital yang lebih inklusif dan empatik.

Selain menghasilkan laporan ilmiah dan artikel akademik, tim PKM-RSH UGM rencananya akan meluncurkan kampanye edukasi. Tujuannya untuk mengajak publik lebih sadar akan pentingnya etika berkomunikasi di dunia maya, dan batas-batas ekspresi yang sehat di media sosial.

"Hasil riset ini juga diharapkan dapat mendukung penyusunan kebijakan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia melalui policy brief yang menekankan etika bermedia serta pembentukan karakter warganet yang kritis, empatik, dan bertanggung jawab," pungkas Faiq.




(cyu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads