AI Masuk Kampus, Binus: Semua Mahasiswa Belajar Saja, Jangan Dilarang

ADVERTISEMENT

Laporan dari Taiwan

AI Masuk Kampus, Binus: Semua Mahasiswa Belajar Saja, Jangan Dilarang

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 22 Agu 2025 18:38 WIB
Director of Binus University Online (Binus Online) Prof Dr Ir Harjanto Prabowo, MM merespons soal AI masuk kampus.
Director of Binus University Online (Binus Online) Prof Dr Ir Harjanto Prabowo, MM merespons soal AI masuk kampus. Foto: Trisna Wulandari/detikcom
Jakarta -

Global Student Survey 2025 dari Chegg menunjukkan 4 dari 5 mahasiswa global menggunakan kecerdasan buatan generatif atau generative artificial intelligence (GenAI) untuk mendukung proses pembelajaran di kampus.

Dari 15 negara yang disurvei, Indonesia menjadi negara yang mahasiswanya paling banyak paling banyak menggunakan menggunakan AI dalam proses pembelajaran dengan tingkat 95%. Para mahasiswa menggunakan AI untuk membantu mengerjakan tugas akademik (86%), menyusun rencana pengembangan karier (52%), hingga bantu menyusun jadwal pribadi (33%).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Temuan tersebut diperoleh dari survei Chegg terkait gambaran dan isu-isu pendidikan di sejumlah negara. Respondennya pada 2025 meliputi mahasiswa usia 18-21 tahun di 15 negara, antara lain di Afrika Selatan, Arab Saudi, Brasil, Korea Selatan, Spanyol, India, Kenya, Meksiko, dan Indonesia

Hasil survei juga menunjukkan 55% mahasiswa global merasa AI generatif bantu belajar lebih cepat. Keberadaan AI generatif juga membuat mahasiswa merasa lebih banyak waktu luang (41%), mendorong kreativitas pada proses pembelajaran (38%), proses pembelajaran lebih interaktif (37%), dan mengurangi biaya tambahan untuk kursus (28%).

ADVERTISEMENT

Terkait AI masuk kampus, Director of Binus University Online (Binus Online) Prof Dr Ir Harjanto Prabowo, MM mengatakan disrupsi AI juga dirasakan di institusi-institusi Binus Higher Education. Untuk itu, pihak kampus perlu putar otak agar proses pembelajaran mahasiswa tetap optimal tanpa ketergantungan pada alat AI generatif.

Prof Har, demikian ia biasa disapa, menjelaskan, alih-alih melarang mahasiswa menggunakan AI di lingkungan pendidikan tinggi Binus, pihak kampus coba mengajarkan penggunaan AI yang tepat. Praktik ini sudah berlangsung setidaknya 1 tahun terakhir.

"AI diajarkan semua ke mahasiswa. Daripada dilarang, belajar aja. Konsep AI itu bagaimana, dipahami dulu, terus di dalamnya dikasih tahu tidak semuanya benar, mesti kamu klarifikasi," kata Prof Har pada wartawan dalam pertemuan 'Membangun Talenta Masa Depan di Tengah Disrupsi Teknologi AI' di Four Points by Sheraton Linkou, New Taipei City, Taiwan, Kamis (21/8/2025).

"Kalau tidak bisa dilawan, berteman saja (dengan AI)," imbuh mantan rektor Binus University 2009-2023 ini.

Mahasiswa Pegang Kendali Utama Penggunaan AI

Pengenalan konsep AI tersebut menekankan bahwa mahasiswa merupakan pemegang kendali pada penggunaan AI, bukan sekadar pengguna. Mahasiswa dalam hal ini jadi bertanggung jawab untuk memastikan kembali kebenaran dari informasi atau isi dokumen buatan AI.

Mengutip nama asisten AI Microsoft Copilot, Prof Har mengatakan, mahasiswa yang menjadi 'pilot' saat memanfaatkan alat AI.

"Pilotnya tetap orang. Jadi anak-anak itu salah kalau menganggap ChatGPT paling benar. Tetap perlu validasinya, begitu ya," imbuhnya.

"Tapi namanya anak, ya, kepepet (lalu lupa klarifikasi/verifikasi). Nah, kemudian kita uji coba lagi (cara mengatasinya)," imbuhnya.

Uji Coba dan Pengenalan Etika

Ia menjabarkan, perumusan dan pelaksanaan uji coba pembelajaran dasar-dasar AI melibatkan dosen di berbagai bidang studi. Contohnya, dosen pemasaran diajak memastikan agar mahasiswa tak sekadar menyelesaikan tugas berbekal AI generatif, seperti membuat dokumen presentasi PPT hingga video.

Upaya ini menurutnya turut memastikan agar perguruan tinggi, khususnya di Binus University, tidak sekadar menjadi institusi pemberi ijazah jenjang pendidikan tinggi.

Dengan begitu, masa pendidikan tinggi jenjang S1 atau D4 menjadi benar-benar bermanfaat sebagai bekal mahasiswa. Diharapkan, pelibatan dosen juga memastikan para tenaga pendidik juga dapat menggunakan AI secara beretika.

Etika menggunakan AI generatif di lingkungan pendidikan tinggi secara nasional sendiri sebelumnya diperkenalkan lewat panduan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Prof Har menegaskan, taat pada etika penggunaan AI penting untuk menjaga keseimbangan mahasiswa, dosen, dan penggunaan AI yang beretika.

"Dosen buat soal pakai ChatGPT, mahasiswa jawab soal pakai ChatGPT, hasilnya dikasih (diolah oleh) ChatGPT skornya, terus saya disuruh bayar (tenaga seperti itu)?" ujarnya tertawa.




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads