Pakar Binus: AI Tak Gantikan Guru, Tapi...

ADVERTISEMENT

Pakar Binus: AI Tak Gantikan Guru, Tapi...

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 02 Jul 2025 07:30 WIB
Guru muslim mengajar di kelas.
Guru Besar Binus University tekankan pentingnya peran guru dalam membimbing dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah era AI. Foto: Getty Images/FG Trade
Jakarta -

Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan disebut-sebut dapat menggantikan guru dalam mendidik siswa. Benarkah demikian?

Kabar tersebut salah satunya disampaikan pendiri dan CEO Duolingo, Luis von Ahn. Dalam No Priors Podcast episode 144, Senin (8/5/2025), ia menyebut hampir tak ada yang tak bisa diajarkan oleh 'sebuah komputer'. Di samping itu, AI juga memungkinkan pembelajaran yang disesuaikan untuk kebutuhan setiap anak.

Kendati demikian, von Ahn menilai keberadaan guru tetap perlu sebagai perwalian selama beberapa jam sekolah di sekolah fisik. Para guru juga dinilai masih akan berperan dalam pengasuhan anak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selaras, pendiri Microsoft, Bill Gates, mengatakan AI dapat menjawab masalah kekurangan guru berkualitas dengan menyediakan sarana medis dan pengajaran gratis.

"Doktor yang hebat atau guru yang hebat itu langka, tetapi dengan AI, bisa jadi banyak dan bisa diakses gratis," ucapnya dalam The Tonight Show with Jimmy Fallon di NBC, Rabu (5/2/2025), dilansir dari CNBC Make It.

ADVERTISEMENT

AI Bisa Gantikan Guru?

Merespons pendapat praktisi teknologi soal AI, Guru Besar Binus University, Prof Dr Ir Sasmoko MPd MA CIRR IPU ASEAN Eng, SMIEEE mengatakan, AI bukan ancaman bagi guru. AI, menurutnya, justru diperlukan dalam mengambil alih pekerjaan administratif guru.

"Para profesional termasuk guru justru menjadi lebih fokus pada hal yang mereka cintai yaitu membimbing siswa.Inilah peran AI di sekolah masa depan. Bukan sebagai pengganti guru, melainkan sebagai asisten cerdas yang membuat guru lebih manusiawi," ucapnya pada Temu Media dengan Dewan Guru Besar - Dies Natalis 44 Binus University di Binus @ Kemanggisan Kampus Anggrek, Jakarta Barat, Selasa (1/7/2025).

Sasmoko menjelaskan, AI memang dapat menyesuaikan materi dengan gaya belajar setiap siswa, menganalisis progres belajar secara presisi, dan memberikan umpan balik personal.

"Dengan AI, kita bisa mewujudkan prinsip 'setiap anak belajar dengan cara yang paling cocok untuknya.' Di negara sebesar dan seberagam Indonesia, ini bukan kemewahan, ini keharusan. AI adalah jembatan keadilan yang menyatukan anak-anak dari pelosok hingga pusat," ujarnya.

Sementara itu, ia menggarisbawahi, AI masih belum mampu menumbuhkan nilai, empati, dan imajinasi anak dengan baik. Di samping itu, AI masih memiliki bias.

Untuk itu, perlu keberadaan manusia, dalam hal ini guru, untuk memastikan pemanfaatan AI dengan bijak oleh siswa.

"AI belum memiliki hati nurani. AI belum mampu membedakan mana yang adil dan mana yang bias, kecuali jika kita yang mengajarkannya. Maka, pendekatan pendidikan berbasis AI harus tetap dikendalikan oleh nilai-nilai kemanusiaan, bukan sekadar efisiensi dan kecepatan," ungkap Sasmoko.

Guru sebagai Arsitek

Dalam masa disrupsi AI, Sasmoko mengatakan, guru bukan penyampai pengetahuan, tapi arsitek pengalaman belajar anak.

Menurutnya, sekolah tidak lagi jadi tempat menghafal materi. Sekolah era AI, lanjutnya, justru menjadi tempat bereksperimen, berkreasi, dan berkolaborasi (co-creation) siswa, termasuk dengan mesin seperti AI.

Ia mencontohkan, kelas dibuka dengan dengan brainstorming ide bersama AI. Siswa diminta mengkritisi topik terkait. Lebih lanjut, ide yang dihasilkan siswa kemudian diuji dalam rupa purwarupa (prototipe) atau aksi sosial nyata.

Dewan Guru Besar (DGB) Binus University Sub Tim bidang Pendidikan dan Humaniora menjelaskan, berikut sejumlah langkah guru dan sekolah untuk menyiapkan pendidikan di era AI:

- Kurikulum visioner: Literasi AI, etika digital, dan keterampilan abad ke-21 dijadikan budaya belajar sejak dini, bukan sekadar mata pelajaran

- Pelatihan guru harus membentuk mindset baru sebagai arsitek pengalaman belajar anak, bukan hanya pelatihan keahlian teknis.

- Konektivitas (internet) dan cloud learning harus menjadi hak dasar seluruh siswa Indonesia

- Dasar pembelajaran memadukan AI dan manusia

- Regulasi pendidikan harus fleksibel (adaptif), etis, dan berpihak pada perlindungan data serta nilai kemanusiaan.

"Jadi model integrated learning antara penjelasan manusia dan masyarakat menjadi kondisi utama. Kita sudah lakukan ini pada beberapa mata kuliah. Kita jadikan satu (integrated), kemudian kita lakukan dengan project-based learning, research-based learning. Hasilnya ternyata mahasiswa mendapat improvement by doing pembelajaran," tutur Sasmoko.




(twu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads