UGM dan MIT Kolaborasi Riset Deep Tech di Indonesia, Ini Serangkaian Upayanya

ADVERTISEMENT

UGM dan MIT Kolaborasi Riset Deep Tech di Indonesia, Ini Serangkaian Upayanya

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Minggu, 01 Jun 2025 13:00 WIB
Indonesia Deep Tech Innovation Hub
Foto: (Dok Kemendiktisaintek)
Jakarta -

Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Massachusetts Institute of Technology - Regional Entrepreneurship Acceleration Program (MIT-REAP) berkolaborasi riset deep tech (teknologi mendalam) di Indonesia. Ini serangkaian upayanya.

Meluncurkan Indonesia Deeptech Innovation Hub

Indonesia Deeptech Innovation Hub diluncurkan di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM pada Selasa (27/5/2025) lalu. Indonesia Deeptech Innovation Hub ini adalah wadah inovasi berbasis teknologi mendalam (deeptech) pertama di Indonesia, demikian dilansir dari situs Kemendiktisaintek, Rabu (28/5/2025) ditulis Minggu (1/5/2025).

Peluncuran ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Wakil Rektor UGM, Danang Sri Hadmoko, dan Champion MIT REAP Indonesia, Prof Nizam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia Deeptech Innovation Hub dirancang sebagai platform kolaborasi antara akademisi, industri, pemerintah, dan investor untuk pengembangan solusi berbasis deeptech, contohnya bidang kesehatan, kecerdasan buatan, bioteknologi, dan energi terbarukan," ujar Champion MIT REAP di Indonesia, Prof Nizam.

Lalu, program apa saja yang akan diadakan di dalam hub ini? Diuraikan Project Manager MIT REAP di Indonesia, Marina Kusumawardhani beberapa program konkret yang akan dilakukan hub ini:

ADVERTISEMENT
  • Akselerasi startup deeptech dengan pendampingan dari MIT dan UGM
  • Kolaborasi riset deep tech antara UGM dan MIT (dan Harvard)
  • Pengadaan event dan forum untuk menyebarluaskan kesadaran mengenai deeptech ke generasi muda (mahasiswa) dan para pendiri startup
  • Pelatihan komersialisasi riset untuk peneliti dan pengusaha
  • Jaringan pendanaan yang menghubungkan inovator dengan investor global

Khusus mengenai kolaborasi riset deeptech antara UGM dan MIT, telah diadakan simposium di Engineering Research and Innovation Center (ERIC) UGM sehari sebelumnya, pada Senin (26/5/2025).

"Simposium yang diikuti oleh para peneliti bersama industri ini membahas kolaborasi riset yang memungkinkan antara UGM dan MIT, dengan dukungan 17 industri di Indonesia," ujar Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Prof Dr Eng Ir Deendarlianto, ST, MEng dalam sesi talkshow "Deep Tech Ecosystem in Indonesia" sebelumnya.

17 Industri yang digandeng dalam kolaborasi riset deeptech ini antara lain Swayasa Prakarsa, Senzo FeinMetal, Global Meditek Utama, VIAR, dan Wijaya Karya Energi.

Ditambahkan Dekan FMIPA UGM, Prof Dr Eng Kuwat Triyana, MSi para peneliti nantinya juga akan diberikan pelatihan komersialisasi riset di UGM. Tujuannya, agar risetnya tidak hanya terbatas di level manuskrip/proposal saja, tapi memang benar-benar bisa diimplementasikan di industri.

Riset Deeptech soal AI hingga Metal Fuel

Beberapa riset inovasi tersebut meliputi pengembangan energi hidrogen sebagai sumber energi terbarukan, pengembangan energi laut, pemanfaatan AI untuk kehidupan sehari-hari, pengembangan alat dan teknologi kesehatan, serta green manufacture.

"Program MIT-REAP menekankan deep tech, yang adalah isu-isu teknologi kini dan masa depan, seperti Artificial Intelligence (AI) untuk kehidupan sehari-hari, green manufacturer sampai pemanfaatan potensi alam sebagai energi terbarukan. Hasil riset utamanya akan menjadi akar utama untuk melahirkan start-up yang akan mendukung kemajuan industri dan masyarakat di Indonesia. Kita bertekad membangun roadmap yang terintegrasi antara UGM dengan industri. Jadi ini merupakan kesempatan penting," papar Deendarlianto.

Salah satu contoh riset yang akan digarap dalam program ini adalah riset penggunaan aluminium (Al) sebagai komponen pembangkit listrik. Efektivitas dan efisiensi dari sistem otomasi AI dapat diupayakan sebagai sistem kontrol atas pembangkit listrik, sehingga nantinya potensi blackout (mati listrik) akan lebih minim.

Penelitian lainnya yang juga menarik adalah metal fuel, sebuah inovasi energi baru terbarukan dengan mengubah sumber daya metal menjadi bahan bakar. Produk hasil riset pada dasarnya dibuat untuk menghadapi masalah-masalah yang muncul saat ini dan akan terus berlanjut hingga masa depan.

Gandeng Industri untuk Ciptakan Pasar Riset Deeptech

Prof Deendarlianto menambahkan potensi pasar dari berbagai produk hasil riset sebetulnya cukup besar. Namun perguruan tinggi perlu menggandeng industri untuk membantu menciptakan pasar, memproduksi, dan menyalurkannya ke konsumen.

Hal ini dinilai penting karena tanpa adanya pengembangan lebih lanjut dari sektor industri, riset-riset akademik belum bisa memberikan kontribusi apapun terhadap permasalahan di masyarakat.

Ditanya soal tantangan hilirisasi riset perguruan tinggi, Deendarlianto mengungkap hal yang paling penting adalah komitmen dari pihak-pihak yang berkolaborasi. Membawa hasil riset menjadi produk tepat guna hingga ke pasar tentunya bukan perkara mudah.

Apalagi jika produk yang dihasilkan betul-betul baru dan belum pernah ada sebelumnya. Diperlukan komitmen dan kesabaran untuk menciptakan pasar secara perlahan dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

"Kita berharap ini ada kolaborasi bersama, tidak hanya dari UGM kami belajar tapi juga dengan MIT kami develop bersama. Dukungan industri juga akan sangat membantu untuk menjaga agar produk riset tidak mati tapi masuk ke hilirisasi," jelasnya.

Pemerintah Dukung dengan Bentuk Satgas Ekosistem Inovasi

Dirjen Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan, Teknologi, dan Saintek (Kemdiktisaintek), Fauzan Adziman hadir sebagai saksi peresmian Indonesia Deeptech Innovation Hub di UGM. Fauzan mengungkapkan untuk memperkuat misi "ekosistem inovasi deeptech" ini, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengembangan Ekosistem Inovasi di bawah Dirjen Risbang Kemdiktisaintek.

Satgas ini bertujuan mempermudah konsolidasi antara industri (hilir) dan pembiayaan riset (hulu).

"Kami juga sedang berkoordinasi dengan LPDP dan mitra strategis lainnya untuk mendukung pendanaan riset deeptech yang akan bermanfaat bagi industri di Indonesia," tambah Fauzan.

Berbagi pengalamannya membangun startup Alloyed di Inggris, Fauzan menyoroti betapa krusialnya menumbuhkan startup deeptech di Indonesia.

"Deeptech bukan sekadar riset-ia adalah komersialisasi teknologi yang lahir dari proteksi kekayaan intelektual. Dengan mendaftarkan IP, Anda mengunci teknologi itu untuk perusahaan Anda sendiri, dan nilai tambahnya akan eksponensial karena ini adalah teknologi baru," ujar Fauzan.

"Dengan mendaftarkan IP, kita mengamankan nilai ekonomi teknologi tersebut untuk Indonesia. Nilai tambahnya bisa mencapai 10-100x dibanding teknologi konvensional," urainya.

Kehadiran Indonesia Deeptech Innovation Hub dan Satgas Ekosistem Inovasi menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia serius dalam membangun ekonomi berbasis pengetahuan dan riset teknologi. Dengan dukungan MIT REAP, UGM, dan pemerintah, harapannya Indonesia dapat melahirkan startup-startup berikutnya di bidang teknologi mendalam.

Negara-negara Asia lainnya seperti China dan India telah mengadopsi deeptech dalam beberapa tahun terakhir, dan terbukti menempatkan mereka dalam posisi bersaing dengan AS dan Eropa, kini adalah saatnya Indonesia mengejar jalur yang serupa.

MIT REAP (Regional Entrepreneurship Acceleration Program) sendiri adalah inisiatif MIT Sloan School of Management yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem inovasi dan kewirausahaan di seluruh dunia.

"Dalam framework MIT REAP, diharapkan ada kolaborasi di antara kelima stakeholder ekosistem inovasi: akademisi, industri, pemerintah, investor, dan wirausahawan," ujar Prof Nizam, Guru Besar UGM dan juga Champion MIT REAP di Indonesia.




(nwk/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads