Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Eduart Wolok menyatakan pihaknya mendukung efisiensi pemerintah. Namun, pihaknya perlu tetap mengedepankan layanan tri dharma perguruan tinggi.
Eduart mengatakan pihak PTN berusaha melakukan penyesuaian anggaran terkait dengan efisiensi. Namun proses ini menurutnya tidak mudah, khususnya di saat semester berjalan.
"Kami itu beroperasi dalam tahun akademik yang bisa dikatakan dari Agustus ke Juli. Tetapi penganggaran itu mengikuti tahun anggaran Januari ke Desember. Sehingga ketika rangkaian semester ganjil genap yang dilaksanakan dari Agustus hingga ke Juli, kemudian dilakukan penyesuaian anggaran di tengah saat semester berjalan, tentu itu juga merupakan sebuah hal yang tidak mudah," kata Eduart saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan MRPTNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efisiensi BOPTN dan UKT
Ia menjelaskan, kendati efisiensi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang semula mencapai Rp 22,5 triliun turun menjadi Rp 14,3 triliun, angka ini masih kurang. Sebab, sejumlah bantuan dalam anggaran Kemendiktisaintek sebelumnya dimaksudkan untuk mengurangi kekurangan yang sudah ada sebelum efisiensi.
"Terus terang Rp 14, 3 triliun pun kurang. Nanti orang bilang, 'kok perguruan tinggi mengeluhnya kurang terus.' Karena basically kondisi sebelum efisiensi pun sebenarnya kita kurang. Kita kurang. Makanya ada istilah BOPTN (Bantuan Operasional PTN). Makanya ada istilah UKT (Uang Kuliah Tunggal), ada BKT (Biaya Kuliah Tunggal)," ucapnya.
BKT adalah keseluruhan biaya operasional per tahun yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa pada suatu program studi di PTN. Sedangkan UKT adalah biaya yang dikenakan kepada setiap mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
"BKT itu kebutuhan ideal. UKT yang dibayarkan mahasiswa. Ada gap antara BKT dan UKT itu yang coba diperkecil--bukan dipenuhi--diperkecil melalui BOPTN. BOPTN belum memenuhi 100 persen gap itu. Jadi ketika dilakukan efisiensi Rp14,3 triliun maka dampaknya tentu, (dengan) harus diefisiensinya BOPTN, tentu sedikit memperlebar gap tadi," ucapnya.
Usul Relaksasi Blokir Efisiensi
Eduart mengatakan terkait efisiensi dan operasional kampus, BOPTN, hingga UKT ini, pihaknya mengusulkan relaksasi blokir efisiensi. Ia mengatakan Mendiktisaintek telah menerima usulan MRPTNI.
"Ada perguruan tinggi akibat efisiensi itu, maka pada bulan ketiga atau bulan keempat itu sudah tidak bisa beroperasi," ucapnya.
"Karena tadi itu. Kita itu berjalan tahun akademik kita, Agustus ke Juli. Itu yang berbeda dengan tahun anggaran,(Januari ke Desember) dan ini yang mesti menjadi perhatian kita," sambung Eduart.
Berkaitan dengan UKT Mahasiswa
Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ini menyatakan MRPTNI mendukung efisiensi terhadap BOPTN dan komponen lainnya selama masih dalam proporsi rasional agar PTN dapat menjalankan tri dharma perguruan tinggi dengan baik.
"Kami berharap betul terkait misalnya BOPTN itu mungkin tidak di angka 50 persen. Kemudian juga PNBP (penerimaan negara bukan pajak) itu yang diefisienkan juga harus diturunkan, bahkan kalau PNBP itu sebenarnya idealnya nol, karena ini kan termasuk di dalamnya dana UKT mahasiswa yang harus kita kembalikan dalam bentuk layanan ke mahasiswa," ucapnya.
"Adapun BOPTN tadi untuk menutup gap (UKT) dengan BKT tadi," sambungnya.
Eduart menyatakan pihaknya juga sudah melakukan optimalisasi, termasuk terkait perkuliahan secara daring maupun luring.
"Meskipun tidak semua prodi bisa kita lakukan seperti itu. Tetapi itu salah satu bentuk optimalisasi kita untuk men-support terkait dengan efisiensi," ucapnya.
Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menyatakan Komisi X mendukung usulan Majelis Rektor PTN Indonesia soal perlunya relaksasi blokir efisiensi pada program/kegiatan prioritas utama, terutama pada anggaran operasional penyelenggaran tri dharma perguruan tinggi, yaitu BOPTN, Belanja Operasional, Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Rupiah Murni Pendamping (RMP), Belanja 002 (belanja barang operasional), dan PNBP/BLU.
"Termasuk pendanaan SBSN dan beban efisiensi 60 persen pada politeknik negeri, dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi sesuai dengan Inpres No 1 Tahun 2025, terutama pada pasal 4, mengoptimalkan efisiensi anggaran sesuai dengan kebijakan pemerintah, dan memastikan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tetap memenuhi standar kualitas," ucapnya.
(twu/nwk)