Polemik UKT Mahal, Pakar UGM Singgung Peran Negara dalam Pendidikan

ADVERTISEMENT

Polemik UKT Mahal, Pakar UGM Singgung Peran Negara dalam Pendidikan

Fahri Zulfikar - detikEdu
Selasa, 21 Mei 2024 07:00 WIB
Aksi unjuk rasa mahasiwa USU tolak kenaikan UKT (Raphaella Siallagan/detikSumut)
Foto: Aksi unjuk rasa mahasiwa USU tolak kenaikan UKT (Raphaella Siallagan/detikSumut)
Jakarta -

Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kian mahal di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) tengah menjadi polemik. Terlebih soal respons Kemdikbud yang dinilai tidak tepat dalam menghadapi isu yang ada.

Sebelumnya, Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tjitjik Sri Tjahjandarie, mengatakan bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education atau bukan program wajib belajar.

Ia mengatakan tidak seluruh lulusan SLTA-SMK itu wajib masuk perguruan tinggi karena sifatnya adalah pilihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, pernyataan tersebut dinilai sangat sembrono dan tidak solutif. "Reaksi ini menurut saya sangat sembrono, tidak solutif dan ibarat 'Jaka Sembung naik ojek, gak nyambung, Jek'," ucapnya dalam laman DPR RI, dikutip Senin (20/5/2024).

"Seolah-olah terserah saja mau semahal apa, terserah mahasiswa sanggup lanjut kuliah atau drop out, karena semua itu adalah pilihan," tambahnya.

ADVERTISEMENT


Pakar UGM Singgung Peran Negara dan Pemerintah

Ditanya soal polemik ini, Pengamat Kebijakan Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Subarsono, M Si, M A, mengatakan bahwa apa yang dikatakan Kemdikbud dinilai kurang tepat. Terutama kaitannya dengan pendidikan tinggi yang dianggap bukan wajib.

"Menurut saya respons Kemendikbud kurang elok karena dikaitkan bahwa pendidikan tinggi bukan wajib. Konstitusi nasional kita yakni UUD 45 pasal 31 (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan terlepas dari pendidikan Dasar atau pendidikan Tinggi," ucapnya kepada detikEdu, pada Senin (20/5/2024).

Menurutnya, negara dan pemerintah seharusnya memfasilitasi pendidikan bagi semua anak bangsa. Salah satu wujudnya adalah meringankan biaya.

Selain itu, penting juga bagi pemerintah untuk memfasilitasi PTN untuk meningkatkan kualitasnya agar mampu berkompetisi dengan pendidikan di luar negeri.

Pemerintah Perlu Terus Terang

Terkait polemik yang ada, Dr Subarsono menilai pemerintah seharusnya menjelaskan secara terus terang.

"Pemerintah dalam merespons polemik hendaknya secara terus terang menyatakan bahwa pemerintah menghadapi keterbatasan anggaran, sehingga terpaksa mengurangi subsidi kepada semua PTN," paparnya.

"Dan meminta masyarakat memberikan sharing di dunia pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab dalam kehidupan bernegara untuk menyongsong Indonesia Emas 2045," tutur Dosen Fisipol UGM tersebut.

Sementara itu, bagi calon mahasiswa baru yang ingin kuliah tetapi terganjal biaya, ia menyarankan untuk mengajukan keringanan melalui skema Bidikmisi atau kini disebut KIP Kuliah (KIP-K).

"Mereka dapat mengajukan keringanan melalui skema Bidikmisi atau skema beasiswa dari sektor swasta yang lain," pesan Dr Subarsono.

Menurutnya, skema beasiswa semacam ini tetap memprioritaskan untuk calon mahasiswa yang memiliki prestasi baik, sehingga yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan studinya.

detikers punya keluhan seputar UKT? Silakan sampaikan ceritanya ke detikedu@detik.com disertai kontak yang bisa dihubungi.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads