Oxford University menutup Future of Humanity Institute (FHI) yang telah beroperasi selama 19 tahun pada pekan lalu. Pusat penelitian ini dipimpin filsuf kelahiran Swedia, Nick Bostrom.
Nick Bostrom adalah filsuf kesayangan pendiri Tesla dan pemilik platform media sosial X (dulu bernama Twitter) Elon Musk seperti dikutip dari The Guardian.
Pada 2015 lalu, Musk mendonasikan Β£1 juta (sekitar Rp 20 miliar) kepada FHI untuk meneliti ancaman kecerdasan buatan (AI). Selain itu, Musk juga juga telah menyebarkan pemikiran atau ide Bostrom selama hampir satu dekade di X.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bostrom sendiri merupakan ilmuwan yang kerap melontarkan pemikiran soal ancaman jangka panjang AI menggantikan manusia.
Hal ini membuatnya jadi terkenal di kalangan elite teknologi dan menampatkannya dalam daftar filsuf terkemuka dunia masa kini.
Selain, sumbangan dari Musk, FHI juga mendapat suntikan dana Β£13,3 juta pada 2018 dari Open Philanthropy Project, sebuah lembaga non-profit yang didukung co-founder Facebook, Dustin Moskovitz.
Sam Altman dari OpenAI, Bill Gates dari Microsoft, dan Musk bahkan rela untuk menuliskan reviu untuk buku terlaris Bostrom pada 2014 berjudul Superintelligence.
"Layak dibaca Superintelligence oleh Bostrom. Kita harus sangat berhati-hati dengan AI. Berpotensi lebih berbahaya daripada nuklir," cuit Musk pada tahun 2014.
Nick Bostrom akhirnya mengundurkan diri dari Oxford University setelah penutupan FHI.
Kontroversi Nick Bostrom
Di balik sosoknya yang cemerlang, Bostrom menyimpan kontroversi. Ia disebut tersangkut dengan skandal rasisme.
Tahun lalu, muncul email Bostrom dari beberapa dekade lalu yang menyatakan, "Orang kulit hitam lebih bodoh daripada orang kulit putih." Email itu juga menggunakan kata-kata kasar yang rasis.
Setelah email tersebut terpublikasi secara umum, Bostrom memilih meminta maaf secara terbuka. Ia mengeluarkan pernyataan yang menolak pernyataan rasisnya.
Bostrom juga mengklarifikasi pandangannya mengenai topik seperti eugenika. "Apakah saya mendukung eugenika? Tidak, tidak seperti istilah yang umum dipahami," katanya.
Saat menanggapi penutupan FHI, Bostrom memuji kinerja pusat penelitian yang dipimpinnya tersebut. Dalam situs webnya, ia menyebut FHI selama ini menghadapi "hambatan administratif" dari Oxford University.
"Penutupan ini adalah puncak dari proses yang telah berlangsung selama beberapa tahun," kata Bostrom melalui email pada The Guardian.
Juru bicara Oxford University mengatakan sebagai bagian dari proses tata kelola universitas, pihak kampus secara rutin mempertimbangkan struktur terbaik untuk melakukan penelitian akademis.
"Setelah melalui sejumlah pertimbangan tersebut, diambil keputusan untuk menutup Future of Humanity Institute," ujarnya.
Ia melanjutkan, "Universitas mengakui kontribusi penting Institut terhadap bidang yang sedang berkembang ini, yang kemungkinan besar akan dilanjutkan oleh para peneliti di universitas lain."
(pal/pal)