Presiden Joko Widodo mengatakan pada Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk memperbesar anggaran riset bagi perguruan tinggi. Langkah ini menurut Presiden Jokowi mendukung penguatan peran perguruan tinggi di bidang riset dan pengembangan (R&D) Indonesia.
Ia menjelaskan, perguruan tinggi juga bertugas sebagai lembaga riset untuk pengembangan iptek dan berinovasi memecahkan masalah bangsa Indonesia. Tugas ini didukung dengan dosen S1-S3, tenaga peneliti, dan puluhan ribu mahasiswa di perguruan tinggi.
"Oleh karena itu, saya akan memerintahkan pada BRIN untuk menjadi orkestrator penelitian bersama Bappenas untuk merancang kebutuhan riset kita. Untuk menjawab tantangan yang akan kita hadapi itu apa, untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada di depan kita itu apa. Dan yang paling penting, kuncinya ada di perguruan tinggi, bukan di BRIN, tapi di perguruan tinggi, risetnya. Itu yang harus mulai kita geser," kata Jokowi di pembukaan Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia, Senin (15/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orkestratornya boleh dari BRIN, tapi perguruan tinggi peran untuk riset dan developmentnya harus betul-betul diperkuat. Artinya lagi, Pak Nadiem, anggarannya diperbesar," sambungnya di hadapan Nadiem yang menjadi salah satu hadirin di forum tersebut.
Perbesaran Anggaran Riset Perguruan Tinggi Mulai 2024
Jokowi mengatakan pada Nadiem, perbesaran anggaran riset perguruan tinggi tersebut sedianya dimulai tahun ini agar presiden selanjutnya dapat meneruskan.
"Nggak apa-apa, dimulai tahun ini, kan sudah ganti presiden, tetapi dimulai dulu yang gede, jadi presiden yang akan datang mau-tidak mau pasti melanjutkan," kata Jokowi.
"Entah itu, 01, 02, 03, tetapi dimulai dulu, nggak mungkin kalau nanti Pak Nadiem sudah menambahkan banyak, presiden yang akan datang motong, nggak akan berani," sambungnya.
Mencontoh Negara Tetangga
Jokowi mencontohkan, kolaborasi universitas dengan industri di Vietnam memungkinkan negara tetangga tersebut mengejar pendapatan per kapita Indonesia.
"Di Vietnam, antara universitas dan industri itu sambung. Desain besarnya pemerintah, kemudian universitas-industri itu bisa sambung semuanya. Itu yang luar biasa," tuturnya.
"Vietnam ini income per kapitanya kira-kira USD 4300. Kita kira-kira sudah USD 5.100. Padahal mulainya Vietnam di 1975 itu baru selesai perang. Artinya, 30 tahun duluan kita. Tetapi mereka ngebut kencang dan hati-hati, income per kapitanya hampir melampaui kita. Dan kalau kita hanya monoton dan santai-santai saja, sebentar lagi bisa kelanggar sama yang namanya Vietnam. Ini yang kita tidak mau" sambung Jokowi.
Menyambut Peluang Jadi Negara Maju
Jokowi mengatakan, Indonesia harus menyiapkan SDM unggul untuk menyambut peluang pengembangan ekonomi hijau hingga ekonomi biru. Ia menambahkan, Indonesia sendiri butuh teknologi smart farming, smart fisheries, teknologi bioenergy, EV battery, green computing, teknologi smart computing, hingga smart analysis.
"Yang ini memang semuanya harus segera kita siapkan, karena dalam sebuah peradaban negara, kita itu hanya biasanya hanya diberi sekali peluang untuk menjadi negara maju, yaitu saat kita diberi bonus demografi," kata Jokowi.
Ia menekankan, Indonesia perlu menghindari risiko terjebak pada middle income trap dan selamanya menjadi negara berkembang, atau menjadi negara miskin. Untuk itu, kualitas perguruan tinggi juga harus terus dioptimalkan.
"Begitu kita tidak bisa memanfaatkan peluang itu, seperti negara-negara Amerika Latin, tahun '50, '60, '70, diberikan peluang dan tidak bisa memanfaatkan. Saat itu tahun '50-an, '60-an, mereka sudah menjadi negara berkembang, tetapi sampai saat ini masih menjadi negara berkembang, dan malah ada yang turun menjadi negara miskin karena tidak memanfaatkan opportunity, memanfaatkan kesempatan, memanfaatkan peluang yang diberikan, dan terjebak pada middle income trap," terangnya.
"Untuk itu perguruan tinggi dalam negeri harus terus dioptimalkan. Peringkat perguruan tinggi terbaik Indonesia harus terus diperbaiki, berdasarkan QS World yang ada setiap tahun," sambungnya.
(twu/nwy)