Jadi Psikolog Harus Lulusan Apa? Begini Aturan Terbarunya

ADVERTISEMENT

Jadi Psikolog Harus Lulusan Apa? Begini Aturan Terbarunya

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 11 Agu 2023 16:30 WIB
ilustrasi konseling
Untuk jadi psikolog, kini seorang siswa bisa lanjut kuliah program Sarjana Psikologi, lalu lanjut studi di Program Pendidikan Profesi Psikolog. Begini alurnya. Foto: thinkstock
Jakarta -

Detikers bercita-cita jadi psikolog? Kini, untuk menjadi psikolog, seorang merupakan lulusan S1 atau Sarjana Psikologi yang sudah lulus Pendidikan Profesi Psikologi.

Ketentuan di atas tertuang dalam UU No 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi serta Permendikbudristek No 43 Tahun 2023 tentang Pendidikan Profesi Psikologi.

Untuk lulus prodi Pendidikan Profesi Psikologi, mahasiswa harus lulus Uji Kompetensi yang dilaksanakan perguruan tinggi masing-masing bersama induk organisasi profesi himpunan psikologi, yakni Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyusul aturan-aturan terbaru terkait pendidikan profesi psikologi dan layanan psikologi, Ketua Umum Pengurus Pusat HIMPSI Dr Andik Matulessy, MSi, Psikolog mengatakan, perguruan tinggi kini perlu bersiap agar lulusan Pendidikan Profesi Psikologi siap menjadi psikolog, dan memiliki sikap, value, serta etika.

Andik menilai, aturan-aturan pendidikan profesi psikologi ini dapat memicu naiknya animo untuk menjadi psikolog dan animo untuk kuliah di program profesi psikologi.

ADVERTISEMENT

"Sehingga, yang diperlukan adalah bagaimana perguruan tinggi menyiapkan perangkat, menyiapkan SDM, menyiapkan saluran-saluran, menyiapkan tempat-tempat untuk magang atau untuk praktek kerja dengan sebaik-baiknya. Sehingga nanti mereka-mereka yang lulus dari program profesi psikologi itu menjadi lebih siap untuk menjadi psikolog," tutur Andik pada detikEdu.

"Dan yang kedua, yang penting, adalah etika. Sehebat apapun psikolog, mereka harus mengikuti etika profesi, bagaimana dia paham tentang kelebihan, paham tentang keterbatasannya. Dia tidak boleh melakukan sesuatu yang di luar kompetensinya atau kemampuannya. Itu yang menurut saya penting bagi teman-teman sekaligus dari masyarakat: menjadi psikolog bukan soal masalah pengetahuan saja, tetapi juga sikap, value, dan etika. Itu jadi hal yang lebih penting," tegasnya.

Nah, bagaimana alur kuliah, pendidikan profesi, dan praktik psikologi untuk menjadi psikolog umum, spesialis, hingga subspesialis yang beretika? Simak di bawah ini, ya.

Alur Kuliah, Pendidikan Profesi, dan Praktik Psikolog

1. Kuliah S1 Bidang Psikologi

Berdasarkan UU No 23 Tahun 2022 dan Permendikbudristek No 43 Tahun 2023, siswa yang berminat untuk menjadi psikolog harus menempuh kuliah S1 atau program sarjana bidang psikologi. Siswa bisa memilih kuliah baik di kampus Indonesia maupun luar negeri yang diakui Pemerintah Indonesia.

2. Pendidikan Profesi Psikologi

Setelah lulus kuliah S1, seorang sarjana psikologi mendaftar pendidikan psikologi di prodi Pendidikan Profesi Psikologi yang dibuka di berbagai perguruan tinggi. Pendidikannya berlangsung 2-3 semester. Lulusan Pendidikan Profesi Psikologi mendapat gelar Psikolog di Sertifikat Profesi Psikologi.

"Lulusan program profesi Psikolog (Umum), Psikolog Spesialis, dan Psikolog Sub Spesialis akan mendapatkan gelar dan Sertifikat Profesi Psikolog (SPP) dari perguruan tinggi, Surat Tanda Register (STR) sebagai psikolog di masing-masing tingkatan dari Induk Organisasi Profesi Himpunan Psikologi (HIMPSI), dan Surat Ijin Layanan Psikologi (SILP) dari Pemerintah Pusat. Ketiga dokumen tersebut didapatkan secara otomatis setelah lulus uji kompetensi sebagai psikolog," terang Andik.

Jadi, kini lulusan S1 psikologi yang ingin jadi psikolog tetapi tidak ingin jadi peneliti psikologi tidak harus lanjut studi magister (S2) psikologi profesi. Namun, ia tidak mendapat ijazah beserta gelar Magister. Jika ingin lanjut studi doktoral, lulusan Pendidikan Profesi Psikologi juga harus menempuh studi akademik jenjang S2 dulu.

3. Uji Kompetensi Psikolog

Untuk mendapat gelar Psikolog, mahasiswa Pendidikan Profesi Psikologi harus lulus Uji Kompetensi. Andik menuturkan, Uji Kompetensi calon psikolog mengukur penguasaan pada asesmen dan intervensi, pelaporan praktik psikologi, dan kemampuan menerapkan intervensi dan asesmen pada konteks kesehatan, pendidikan, tempat, dan komunitas.

"Uji Kompetensi soal bagaimana mereka melakukan asesmennya, melakukan analisis terhadap problemnya. Lalu kalau problemnya gini, intervensinya bagaimana, misalnya. Kalau ada anak yang mengalami gangguan dalam membaca, konteks pendidikan, bagaimana cara mengukurnya? Sehingga kamu tahu bahwa ia memang mengalami gangguan, dalam membaca, kemudian intervensinya bagaimana, sehingga dia akan menjadi lebih baik, dan bagaimana menuliskannya dalam laporan. Itu kuncinya," jelas Andik.

Biaya Uji Kompetensi calon psikolog sendiri menurut Andik nantinya akan disepakati antara asosiasi penyelenggara pendidikan tinggi, psikologi Indonesia, dan perkumpulan psikologi Indonesia.

"Seharusnya memang biaya sama ya, yang membedakan kemungkinan adalah transport. Misal gini, ada yang dari Bandung, pengujinya dari Jakarta. Jadi ada fixed cost itu SDM-nya, yang tidak fixed adalah perjalanan, biaya transportasi pengujinya," tuturnya.

4. Berkarier sebagai Psikolog & Perpanjangan Surat Izin

Lulus dari Pendidikan Profesi Psikologi, seorang psikolog baru didorong untuk menimba pengalaman dan jam terbang. Masa berlaku Surat Izin Layanan Psikologi atau SILP seorang psikolog umum adalah 2 tahun.

Dua tahun setelahnya, psikolog bersangkutan harus menjalani asesmen untuk mendapat Rekomendasi Surat Izin Layanan Psikologi (SILP) dari induk organisasi profesi psikologi, yakni HIMPSI. Rekomendasi SILP merupakan syarat perpanjangan izin memberikan layanan psikologi, di samping Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku.

Untuk itu, Andik menyarankan psikolog untuk meniti pengalaman sesuai asesmen nanti. Asesmen akan dilakukan oleh HIMPSI dengan melibatkan AP2PI (Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Psikologi Indonesia) beserta asosiasi dan ikatan yang terkait.

Asesmen sendiri terdiri dari pengembangan kompetensi profesi secara berkelanjutan, keaktifan menjalankan layanan profesi psikolog, kepatuhan etik, keaktifan melakukan pengabdian kepada masyarakat atau layanan psikologi tidak berbayar (pro bono), dan kesehatan jasmani dan rohani.

"Jangan kemudian tidak sehat secara fisik, secara medis, atau secara psikologis, misal kalau asesmen menunjukkan ternyata psikolog itu mengalami gangguan-gangguan terkait kesehatan fisik dan psikologis, maka tentunya dia tidak bisa mendapatkan rekomendasi," kata Andik.

"Lalu pengabdian itu misalnya masyarakat tertimpa bencana, psikolog melakukan pendampingan psikologi, pendampingan sosial pada penyintas bencana. Itu tidak ada honor dan gajinya, sebagai pengabdian. Lalu misal jadi relawan, kami bekerja sama dengan Kantor Staf Presiden untuk hotline extension 8 , memberikan bantuan psikologis awal melalui telepon. Itu juga tidak berbayar, pro bono," sambungnya.

Andik menambahkan, akan disusun sistem kredit profesi yang mencakup pengembangan kompetensi hingga keaktifan layanan psikologi tersebut.

5. Psikolog Spesialis dan Subspesialis

Kemudian, SILP psikolog spesialis akan diberikan setelah seorang psikolog umum menyelesaikan program pendidikan profesi spesialis. Sedangkan SILP psikolog spesialis diberikan setelah psikolog spesialis menyelesaikan program pendidikan profesi subspesialis. Khusus SILP bagi psikolog spesialis dan subspesialis berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang sampai 5 tahun sekali.

Andik mengingatkan, tiap jenjang memiliki perbedaan kewenangan yang tidak boleh dilanggar. Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sendiri, psikolog umum berada di level 7 KKNI, psikolog spesialis berada di level 8, dan psikolog spesialis di level 9.

Adapun kewenangan psikolog umum adalah tindakan promotif untuk pengembangan potensi diri serta tindakan preventif dan kuratif untuk mengatasi masalah psikologis maupun gangguan psikologis.

Sedangkan kewenangan psikolog spesialis adalah tindakan promotif untuk pengembangan potensi diri, serta tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Fungsinya untuk mengatasi masalah psikologis dan gangguan psikologis, khususnya untuk bidang spesialisasinya.

Sementara itu, psikolog subspesialis berwenang melakukan tindakan promotif untuk pengembangan potensi diri, serta tindakan preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif untuk mengatasi gangguan psikologis berat, khususnya di bidang subspesialisasinya.




(twu/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads