Keterbatasan bukan halangan untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Giri Trisno Putra Sambada, yang akrab dipanggil Giri berhasil menjadi Sarjana Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Giri yang sempat mengalami fase naik turun dalam hidup ini, berhasil menamatkan pendidikannya.
Giri berhasil mendapatkan IPK 3,43 atau sangat memuaskan. Wisuda yang digelar, Rabu (23/2/2022) lalu juga menjadi hadiah untuk ayahnya yang berulang tahun tepat di hari itu.
Giri bercerita, tunanetra yang ia miliki bukan bawaan sejak lahir. Ia mengalami kebutaan sejak tahun 2015 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat masuk UGM masih bisa melihat hingga semester dua Allah mengambil penglihatan saya secara total. Seolah runtuh semua cita-cita, hilang semua harapan, seperti tak mungkin lagi menjadi apa-apa. Namun, dengan motivasi dan tekad yang tinggi serta keterbukaan UGM melayani pendidikan yang inklusif di hari ini saya bisa berada di wisuda ini bersama teman-teman," papar Giri yang dikutip dari laman UGM.
Cerita Kebutaan Giri
Giri mengisahkan awal mula ia kehilangan penglihatannya. Saat itu ia sedang mengikuti perkuliahan di kelas, tiba-tiba ia tidak bisa melihat lagi tanpa rasa sakit. Semuanya terlihat samar dan wajah temannya berwarna putih.
Giri sempat menjalani perawatan di RSUP Dr. Sardjito sekitar 4 bulan dengan diagnosa ada peradangan pada saraf mata dengan penyebab yang masih belum bisa diketahui.
"Waktu itu kan rawat inap pertama sekitar 10 hari lalu pulang ke rumah, itu masih masa ujian akhir semester (UAS). Saya nekat ngampus untuk UAS, tapi sampai kelas nangis karena tidak bisa membaca dan nulis akhirnya pulang dijemput Bapak," papar Giri.
Giri mengaku sedih kehilangan penglihatannya. Ia juga sempat bingung menjalani kuliah. Akhirnya Giri memutuskan cuti selama lima semester dan menjalani terapi yang malah memperburuk penglihatannya.
Walaupun begitu, Giri tidak menyerah dan keterbatasan yang ia miliki menjadi motivasi untuknya.
"Saya berusaha untuk menunjukkan pada semua orang, meski penyandang disabilitas tapi bisa berprestasi yaitu dengan kembali kuliah," kata Giri.
Kembali Berkuliah
Setelah beberapa semester cuti, ia kembali berkuliah tahun 2018. Tantangan baru ia hadapi, teman-teman baru dan juga akses dalam pembelajaran. Ia bercerita kampus cukup membantu dalam memberikan fasilitas penyandang difabel.
"Saat masuk itu kepedulian terhadap disabilitas belum seperti saat ini, tetapi dengan usaha dan komunikasi yang baik bisa terbentuk suasa inklusif bagi disabilitas. Waktu itu pihak kampus bertanya kebutuhannya apa dan solusi seperti apa yang tepat untuk saya. Ini bagus karena disabilitas dilibatkan dan diberdayakan untuk mencari solusi," kata Giri.
Giri juga bercerita para dosen juga membuat bahan kuliah yang inklusif beserta fasilitasnya. Tak hanya berhenti di situ, saat pandemi COVID-19, ia kesulitan belajar.
Sebabnya masih ada beberapa dosen yang menggunakan platform yang kurang aksesibel bagi penyandang disabilitas.
"Saat kuliah daring cukup kesulitan karena banyak yang harus dilakukan secara mandiri tapi lagi-lagi dengan komunikasi semua bisa berjalan baik. Untuk mata kuliah yang kuantitatif ada fasilitasi asisten dosen yang datang ke rumah," papar Giri.
Walaupun begitu Giri menganggap UGM adalah kampus ramah untuk difabel. Ia berharap agar UGM selalu menjadi kampus yang inklusif.
Sosok yang Berprestasi
Giri adalah sosok yang berprestasi, selama sekolah ia beberapa kali mengikuti perlombaan. Kabar terbaru ia juga mendapatkan beasiswa dari Tanoto Foundation untuk jenjang S2. Ia juga telah diterima program Magister Sains FEB UGM https://www.detik.com/tag/ugm .
Tidak hanya itu, Giri juga terpilih menjadi penerima penghargaan dari Presiden yang diserahkan oleh Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia pada Desember 2021 lalu.
Hasil skripsinya juga akan diterbitkan dalam buku dari Departemen Manajemen FEB UGM.
"Kondisi disabilitas merupakan sebuah keistimewaan yang menjadikannya sebagai ciri khas. Jadikanlah hal itu sebagai penyemangat untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin sehingga bisa menjadi juara di masyarakat," papar Giri.
Setelah lulus S2 nantinya, Giri berencana menjadi dosen. Tujuannya agar pendidikan semakin inklusif dan dapat diakses siapa saja.
Sementara itu, sang ibu Ngersi Suprihatin bercerita jika putranya tidak mudah menyerah dan tekun. Walaupun kehilangan penglihatan yang tiba-tiba.
"Dengan kondisi seperti itu biasanya anak akan merasa putus asa, tetapi Alhamdulillah Giri tidak patah semangat, cukup bangga karena saya yang SD saja tidak lulus bisa memiliki anak yang lulus sarjana dengan kondisi ada keterbatasan fisik. Saya berharap apa yang diinginkan Giri bisa tercapai dan suatu saat ada keajaiban untuknya bisa melihat lagi," kata Ngersi.
Sang ayah, Sutrisno juga menyampaikan hal serupa. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Giri berhasil menjadi sarjana hingga lanjut S2.
"Wisuda Giri ini menjadi kado ulang tahun saya yang sangat membanggakan. Harapannya apa yang dicita-citakan menjadi dosen bisa tercapai seizin Allah," ujar Sutrisno.
Sungguh menginspirasi ya detikers kisah Giri yang berhasil meraih sarjana di UGM. Semoga bisa menginspirasi ya!
(atj/nwy)