3 Tips Menulis Jurnal ala Reviewer Kemendikbudristek, Bye Calo Riset!

ADVERTISEMENT

3 Tips Menulis Jurnal ala Reviewer Kemendikbudristek, Bye Calo Riset!

Novia Aisyah - detikEdu
Kamis, 30 Des 2021 12:00 WIB
jurnal internasional
Ilustrasi menulis/Tips menulis jurnal dari Universitas Trunojoyo. Foto: iStock
Jakarta -

Jurnal biasanya menjadi syarat kelulusan bagi para mahasiswa atau kenaikan pangkat bagi dosen. Akan tetapi, tentunya menulis jurnal dibutuhkan usaha dan terkadang dana yang cukup banyak. Penulis jurnal pun bisa berhadapan dengan calo yang meminta uang penerbitan, yang kerap disebut sebagai jurnal predator.

Profesor Universitas Trunojoyo Madura, Arif Muntasa mengatakan, menulis jurnal tidak harus menyita dana yang tinggi. Banyak penelitian yang menurutnya dapat dilakukan secara gratis, dengan hibah, bahkan memperoleh bonus penelitian dengan jumlah yang fantastis.

"Menulis sebuah jurnal memanglah bukan sebuah kegiatan yang mudah. Tapi sebenarnya ada banyak cara untuk membuat penulisan jurnal menjadi menyenangkan. Jangan sampai kita terjebak jurnal predator dan harus jual motor untuk meneliti!" ungkap Arif dalam Webinar SEVIMA seperti dikutip dari rilis yang diterima wartawan, Rabu (29/12/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arif dan rekan dosennya, Wahyudi Agustiono menyampaikan beberapa hal agar jurnal yang ditulis dapat dipublikasi di tingkat internasional seperti SCOPUS ataupun nasional seperti SINTA.

3 Tips menulis jurnal riset

ADVERTISEMENT

1. Pandai memilih jurnal dan penerbit

Ada banyak penerbit yang menyediakan peluang gratis. Di samping itu juga ada hibah penelitian yang menawarkan dana penulisan jurnal serta keikutsertaan dalam konferensi internasional. Meski ada banyak peluang bagus semacam ini, perlu ada ketelitian dan ketekunan dalam mengumpulkan informasinya.

"Beberapa publikasi gratis terindeks SCOPUS bisa kita coba. Diantaranya seperti International Journal of Technology dari Universitas Indonesia (UI), International Journal on Electrical Engineering and Informatic dari Institut Teknologi Bandung (ITB), serta beberapa penerbit jurnal internasional Elsevier, Taylor and Francis, Sage, dan lainnya. Kesempatan itu sangat banyak, tapi tidak jarang karena terlalu banyak informasi, kita menjadi bingung," kata dia.

2. Belajar dari penolakan

Arif yang merupakan penyeleksi hibah penelitian di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini memaparkan ada beberapa alasan kenapa jurnal bisa ditolak. "Biasanya terdapat beberapa alasan kenapa jurnal sering ditolak. Misalnya saja seperti naskah di luar area jurnal, unsur naskah kurang lengkap, tata bahasa yang digunakan tidak layak, hingga pembahasan tersebut terlalu dangkal. Itu kita jadikan pelajaran dan perbaikan," terang dia.

3. Memilih target jurnal yang tepat sesuai kemampuan

Akademisi perlu memahami target jurnal yang dipilihnya, mulai dari tingkat kesulitan, gaya selingkung, batasan-batasan jurnal, sampai preferensi redaksi. "Akademisi sebagai penulis ibaratnya anak tangga, kita bisa coba dulu jurnal yang peringkatnya lebih rendah, sambil bertahap meningkatkan kualitas tulisan kita dan profil kita. Nantinya pasti akan terbiasa sendiri," imbuh Arif.

Arif menegaskan, tips-tips ini bisa dipelajari dan diasah seiring waktu. Ada banyak forum, platform pembelajaran, dan sistem akademik yang dapat digunakan para akademisi untuk meningkatkan diri.

"Pada intinya, secara kualitas penelitian, kita sebagai akademisi Indonesia tidak kalah dan sudah terbukti pintar-pintar. Tinggal diasah saja untuk sukses menulis jurnal. Yang penting, ada kemauan kuat dari akademisi untuk terus belajar. Karena inilah kewajiban kita di kampus, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban dengan cara ditulis!," pungkas sosok yang telah menghasilkan 44 artikel jurnal internasional ini.




(nah/row)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads