Berapa Lama Permendikbud PPKS Disusun? Ini Jawab Nadiem Makarim

ADVERTISEMENT

Berapa Lama Permendikbud PPKS Disusun? Ini Jawab Nadiem Makarim

Tim detikcom - detikEdu
Jumat, 12 Nov 2021 20:30 WIB
Nadiem Makarim dan buku-bukunya
Foto: Instagram Nadiem
Jakarta -

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dikritik dengan alasan penyusunannya dilakukan dalam waktu singkat dan mengabaikan asas keterbukaan.

Mendikbudristek Nadiem Makarim menampik tudingan tersebut. Ia menyebut Permendikbud PPKS merupakan salah satu produk hukum terlama yang disusun oleh Kemendikbudristek.

"Seperti diketahui baru keluar Agustus 2021. Namun, kita sudah mulai lebih dari 1,5 tahun," ujarnya dalam Merdeka Belajar Episode14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual yang digelar secara virtual, Jumat (12/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengapa proses penyusunan Permendikbud PPKS membutuhkan waktu selama 1,5 tahun? Nadiem membeberkan Permendikbud tersebut harus melalui fase-fase pengumpulan data, diskusi internal, uji publik, harmonisasi.

"Lebih dari 20 kali sesi diskusi dan workshop sebelum penyusunan teks regulasi, uji publik dan harmonisasi. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dan dalam proses penyusunan itu kami melakukan berbagai uji publik di berbagai kota, revisi draf berulang kali dilakukan," ujarnya

ADVERTISEMENT

Menurut Nadiem, proses penyusunan Permendikbud tersebut juga memasukkan masukan-masukan dari pimpinan kampus, dosen, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

"Kami juga berkonsultasi dengan sejumlah kementerian serta ratusan jaringan masyarakat sipil seperti para pendamping korban, organisasi keagamaan, forum lintas iman. Proses ini sangat panjang untuk mendorong adanya solusi atas tingginya angka kekerasan seksual di kampus," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Nadiem juga menegaskan terbitnya Permendikbud PPKS merupakan bentuk perlindungan terhadap civitas akademika dalam mewujudkan pembelajaran yang aman.

"Tidak ada pembelajaran tanpa rasa aman. Dan ini merupakan kenapa di dalam perguruan tinggi kita kita harus mencapai suatu ideal yang lebih tinggi dari sisi perlindungan daripada masyarakat di dalam perguruan tinggi kita, baik itu dosen, mahasiswa, maupun semua tenaga kependidikan di dalam lingkungan kampus," ujarnya.




(pal/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads