Engelbert Harsandi Erik Suryadarma resmi menyandang gelar doktor dari Program Studi (Prodi) Doktor Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Ia menjadi lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4.00.
Erik juga merampungkan pendidikan jenjang doktor dalam waktu 2 tahun 2 bulan, relatif jauh lebih cepat dari masa studi doktor yang berdurasi 3 tahun atau lebih. Hal ini membuatnya turut menjadi lulusan doktor tercepat pada wisuda UNS periode XI di tahun 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Capaian ini bagi Erik tak dilalui dengan jalan mulus. Pada semester pertama perkuliahan, ayahnya meninggal dunia.
Erik menuturkan, ayahnya selama ini aktif mengikuti perkembangan studinya. Ayah baginya juga menjadi sumber motivasi untuk melanjutkan pendidikan.
"Kehilangan tersebut cukup mengguncang, tetapi saya tidak ingin membuat beliau kecewa. Justru itu menjadi dorongan untuk menyelesaikan studi sebaik mungkin," ujar Erik usai diwisuda Sabtu (13/12/2025), dikutip dari laman UNS.
Kiat Erik Lulus Cepat dengan IPK Sempurna
Mencari Promotor yang Cocok
Erik menuturkan, ia semula mencari dan mendapatkan promotor yang sesuai dengan penelitiannya di UNS. Penelitian Erik sendiri berfokus pada human-robot collaboration. Kolaborasi manusia dan robot ini memungkinkan keduanya bekerja bersama lebih mulus.
"Hanya di UNS saya menemukan promotor yang tepat di bidang sistem cerdas, robotik, dan otomasi, yaitu Prof Dr Eng Ir Pringgo Widyo Laksono ST MTEng" ungkapnya.
Kecocokan membuat ia memutuskan studi doktor di sana mulai 2023. Ia menuturkan, promotor baginya merupakan mitra yang membantu untuk menjadi peneliti mandiri.
"Jangan ragu bertanya dan selalu jaga komunikasi. Jika itu dilakukan, lulus tepat waktu bukan hal yang mustahil," tuturnya.
Kontribusi Penelitian yang Signifikan
Erik lalu mengembangkan interface berbasis gerakan mata. Teknologi ini memungkinkan interaksi manusia dengan robot tanpa sentuhan dan tanpa alat tambahan yang dipasang pada tubuh manusia.
Responsnya terhadap gerakan mata manusia pengguna juga dinilai sangat cepat.
"Menggunakan antarmuka berbasis eye-gaze, manusia dapat berkomunikasi dengan robot secara natural. Teknologi ini juga aman digunakan di lingkungan berbahaya maupun area steril seperti industri farmasi," jelasnya.
Erik mengatakan, penelitiannya berangkat dari otomasi besar-besaran, teknologi Internet of Things (IoT), dan kecerdasan sistem pada revolusi industri 3.0 dan 4.0 yang canggih, tetapi salah satunya berdampak pada penyingkiran manusia dari pabrik.
Dalam penelitiannya, Erik mengimplementasikan semangat revolusi 5.0 yang mengembalikan manusia ke pabrik. Tidak sebagai manpower atau tenaga kerja semata, tetapi sebagai tetapi man collaborator yang sejajar dengan teknologi.
Ia menekankan, manusia tetap punya keunggulan pada aspek fleksibilitas dan adaptasi.
"Robot memang unggul dalam kecepatan dan konsistensi, tetapi fleksibilitas tetap milik manusia. Robot harus diprogram ulang untuk setiap perubahan, sedangkan manusia bisa beradaptasi secara lebih instan," terangnya.
Dalam 2 tahun, penelitian ini menghasilkan dua artikel pada jurnal internasional top-tier Q2 Scopus, Journal of Robotics and Control (JRC); satu artikel pada jurnal Q3 Jurnal Optimasi Sistem Industri; satu prosiding internasional terindeks Scopus; dan satu prosiding internasional lainnya. Sementara itu, ada sejumlah publikasi tambahan yang sedang dalam proses peer-review.
Pihak kampus menilai capaian ini menunjukkan kontribusi signifikan Erik pada penelitian hubungan human-robot.
Alumnus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) ini mengaku berterima kasih pada promotor, keluarga, UNS, dan UAJY atas seluruh dukungan selama studi.
"Teknik Industri UNS adalah tempat yang sangat nyaman untuk belajar, dengan dosen-dosen yang humanis dan memperlakukan mahasiswa sebagai mitra penelitian," tuturnya.
Erik berharap kolaborasi UAJY-UNS ke depan makin kuat, khususnya untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang kolaborasi manusia dan robot.
(twu/nwk)











































