UNICEF menemukan hanya 31% perempuan yang menekuni bidang STEM hingga menjadi seorang periset. Berbanding jauh dengan laki-laki, apa penyebab di balik fenomena ini?
Periset vaksinCOVID-19 di Oxford University, Carina Joe, mengatakan beberapa kemungkinan rendahnya jumlah perempuan yang berkarier di bidang STEM. Dalam kariernya sebagai peneliti dan dosen, ia melihatpresentase mahasiswa laki-laki dan perempuan awalnya tidak berbanding jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya di awal kalau mengambil S1 itu rasionya balance. Biasanya mungkin 48% wanita 52% pria. Nah setelah mengambil spesialisasi atau mungkin jurusan yang penting-penting, mungkin posisi yang penting-penting dan lain-lainnya, jumlah wanitanya menipis," jelas Carina kepada detikEdu, Senin (15/12/2025).
Jabatan kepemimpinan seperti pimpinan riset atau profesor akan banyak dipegang oleh laki-laki. Carina berpendapat jika hal ini bisa disebabkan oleh tuntutan dari keluarga.
"Karena dari keluarga mungkin wanita diexpect lebih gitu. Setelah mereka punya anak mereka dituntut untuk mengurus anaknya, lebih daripada pria," ujarnya.
"Dan juga mungkin untuk men-support suaminya," imbuh Carina.
Kondisi di Indonesia
Carina yang lama berkarier di luar negeri mengatakan hal ini juga mungkin terjadi di Indonesia.
"Mungkin istri setelah berumah tangga xi rumah saja karena harus men-support anaknya," ujarnya.
Kendati demikian, Carina menyatakan jika pemerintah sudah mulai mendukung peranan perempuan di tempat kerja. Kantor-kantor kini mulai memberikan kesempatan kepada perempuan yang sudah berkeluarga untuk kembali ke tempat kerja.
"Karena ide-ide mereka kreatif dan inovasi mereka sangat penting," tegasnya.
Cuti Melahirkan
Carina menuturkan jika tempat ia bekerja memberikan cuti melahirkan untuk para perempuan. Para ibu baru ini diberikan waktu bersama anak mereka.
"Tidak ada penalty untuk itu. Mereka tetap bisa kembali ke pekerjaannya," jelasnya.
Selain itu, perempuan juga diberikan tunjangan seperti childcare agar mereka bisa kembali bekerja.
"Karena populasi wanita 50% di dunia. Kalau ide mereka dan hasil karya mereka tidak terrealisasi, itu ya lost untuk mereka, kehilangan inovasi ini, " ujarnya.
"Jadi kontribusi idenya harus balance. Dari pria dan wanita, itu mulai digalakan sekarang," imbuhnya.
(nir/faz)











































