Aftercare Services Lead, Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI) Theresia Erni menyebutkan dalam lima tahun terakhir profil korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan sosok yang berpendidikan. Baik mereka lulusan dari jenjang SMA/sederajat bahkan S2.
"Kita melihat sebuah perubahan besar di tren profil korban ya. Tren profil korban kita yang terbaru ini seperti ini 5 tahun terakhir ini, anak-anak muda yang sangat berpendidikan," tuturnya.
Hal itu disampaikan oleh Erni pada acara Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), di Hotel Shangri-La, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tantangan Dunia Pendidikan Terhadap TPPO
Setidaknya ada enam tantangan dunia pendidikan terhadap TPPO menurut sosok yang akrab dipanggil Erni tersebut, yakni:
1. Akses Pendidikan Belum Merata
Akses pendidikan yang belum merata membuat informasi tentang TPPO belum tersampaikan kepada murid. Terutama murid yang tinggal di daerah-daerah terpencil.
"Kita sadar dan pahami tentang informasi tentang TPPO, bahaya dan risikonya itu tidak sampai kepada teman-teman atau anak-anak mungkin yang tinggal di daerah-daerah yang minim akses informasi," katanya.
2. Kesenjangan Kualitas dan Relevansi
Akses pendidikan yang belum merata membuat hadirnya kesenjangan kualitas dan relevansi ilmu antar murid di Indonesia. Banyak lulusan memilih kerja di luar negeri lantaran sulitnya mendapat pekerjaan di Indonesia.
Alasannya, karena keterampilan dan pendidikan yang murid punya tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Dengan begitu, ketika ada tawaran yang menjanjikan mereka akan tergiur tanpa tahu bila hal tersebut adalah salah satu modus TPPO.
3. Minimnya Literasi Digital
Tantangan ketiga berkaitan dengan minimnya literasi digital. Pendidikan masa kini menurut Erni baru mengajarkan tenyang teknologi tapi kurang mendidik tentang bagaimana cara bersikap kritis terhadap informasi yang beredar di media sosial .
"Jadi kesadaran digital bukan pengetahuan tentang pengetahuannya anak-anak kita tetapi kesadaran digitalnya itu yang mungkin masih minim. Akhirnya mereka jadi tidak lagi kritis ketika melihat tawaran-tawaran yang banyak berkebaran di media sosial," urainya.
4. Minimnya Kapasitas Guru dan Pendidik
Erni menjelaskan pihaknya sempat menemukan ada guru, pendidik, bahkan tokoh masyarakat yang ikut mempromosikan tawaran kerja di luar negeri. Hal ini bisa terjadi dikarenakan mereka tidak tahu bila ada fenomena TPPO. Untuk itu, kapasitas guru dan pendidik dalam mengetahui hal ini perlu ditingkatkan.
5. Terbatasnya Materi Edukasi
Terbatasnya materi edukasi tentang TPPO membuat banyak murid dan masyarakat tidak waspada dengan bahaya fenomen ini. Sehingga, mereka gampang terjerumus TPPO.
6. Koordinasi Pendidikan dan Sektor Lain
Tantangan terakhir adalah diperlukannya penguatan koordinasi antara pendidikan dan sektor lain. Selama ini TPPO lebih banyak dibahas dalam ranah hukum, padahal pendidikan punya peran penting dalam aspek penjagaan.
"Kita percaya bahwa pendidikan itu efektif untuk mencegah perdagangan manusia. Kenapa? Karena pendidikan itu dia bekerja pada dua level, yang pertama mengatasi akar penyebab dan yang kedua membangun pertahanan diri individu," jelasnya.
Trend Profil Korban TPPO
Berdasarkan data yang disampaikan Erni, berikut trend profil korban TPPO:
1. Generasi muda berusia 18-35 tahun.
2. Berpendidikan minimal SMA/sederajat dan maksimal S2.
3. Menguasai teknologi minimal mampu mengoperasikan komputer.
4. Menguasai sosial media.
5. Umumnya tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
(det/nwk)











































