Apa sesungguhnya yang menjadikan sebuah buku layak disebut penting? Bukan tebal halamannya, bukan pula ketenaran nama penulis di sampulnya. Nilai sebuah buku justru terletak pada kemampuannya menggugah empati, menyalakan kesadaran, dan menuntun pembacanya melihat dunia dengan cara baru. Itulah kekuatan yang terasa ketika menelusuri halaman demi halaman Pendidikan Inklusi: Strategi Pembelajaran, Bimbingan, dan Pembentukan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus, karya yang diterbitkan PT Refika Aditama di penghujung tahun lalu.
Buku ini hadir bukan sekadar sebagai kompilasi teori pendidikan, melainkan sebagai seruan nurani. Ia mengingatkan kita agar tidak membiarkan satu pun anak tertinggal dalam perjalanan belajar. Di tengah sistem pendidikan yang kerap disibukkan oleh angka, target kurikulum, dan tumpukan administrasi, buku ini bagai suara yang meneduhkan-menyapa dan menegaskan kembali bahwa hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia, menghargai keberagaman, serta memperjuangkan keadilan.
Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah lama dikenal dalam dunia pendidikan. Mereka adalah anak-anak dengan kondisi fisik, intelektual, atau emosional yang membutuhkan pendekatan berbeda dalam belajar dan bersosialisasi. Sayangnya, perbedaan itu sering kali berubah menjadi tembok pemisah yang membuat mereka terpinggirkan.
Padahal, baik secara hukum maupun kemanusiaan, mereka berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan meraih pendidikan yang bermakna.
Buku ini mengurai secara sistematis beragam strategi yang dapat ditempuh untuk menghadirkan pendidikan inklusif yang sungguh bermakna. Dimulai dari landasan hukum dan psikologis, buku ini menempatkan pendekatan psikologi positif sebagai poros utamanya. Daripada menyoroti keterbatasan ABK, penulis lebih memilih menekankan potensi mereka yang dapat dikembangkan melalui lingkungan yang mendukung. Pendekatan ini terasa menyentuh karena mengajak pembaca melihat ABK bukan sebagai masalah, tetapi sebagai individu dengan hak dan masa depan.
Salah satu kekuatan buku ini terletak pada pembahasannya yang konkret dalam tiga bagian besar. Bagian pertama membahas konsep dasar ABK, jenis-jenisnya, hingga kerangka kebijakan pendidikan inklusif di Indonesia. Penulis juga mengangkat pendekatan psikologi positif sebagai fondasi penting dalam membangun lingkungan belajar yang menghargai keberagaman.
Bagian kedua memuat strategi pembelajaran praktis untuk berbagai kelompok ABK. Ada strategi khusus untuk anak disleksia, tunagrahita, autisme, ADHD, tunanetra, tunarungu, slow learner, dan anak dengan keistimewaan intelektual. Masing-masing bab menguraikan karakteristik, tantangan, dan metode pengajaran seperti penggunaan media edukatif, terapi visual, permainan kartu, hingga metode storytelling.
Bagian ketiga menggarisbawahi pentingnya pendidikan karakter. Nilai-nilai seperti kerja sama, tanggung jawab, kepedulian, dan kedisiplinan perlu ditanamkan tidak hanya pada ABK, tetapi juga pada seluruh siswa agar lingkungan belajar menjadi inklusif secara sosial dan emosional. Karenanya, berbagai pendekatan seperti permainan edukatif, terapi sensorik, penggunaan media visual, hingga pelibatan teknologi dijelaskan dengan lugas dan aplikatif. Ini membuat buku ini tidak hanya penting bagi pendidik, tetapi juga bagi orang tua dan relawan yang ingin memahami cara belajar ABK secara lebih baik.
Namun yang paling menggugah dari buku ini justru ketika pembahasan melebar ke luar ruang kelas. Pendidikan inklusi, dalam pandangan buku ini, tidak bisa hanya dibebankan pada guru. Ia adalah kerja bersama, lintas institusi dan lintas peran. Orang tua adalah kunci pertama, karena merekalah yang pertama kali menemani dan memahami kebutuhan anak. Maka buku ini mengusulkan pelatihan, seminar, dan pendampingan psikososial yang bisa memperkuat kapasitas orang tua dalam mendampingi ABK dengan percaya diri.
Peran Kita, Masyarakat
Tidak kalah penting adalah peran masyarakat. Buku ini mendorong masyarakat untuk membangun kesadaran, memahami ABK sebagai bagian dari komunitas, dan menciptakan lingkungan yang tidak diskriminatif. Bentuk konkret dari perilaku inklusif diuraikan secara menarik: menerima tanpa menghakimi, berbicara dengan cara yang positif, dan mengajak ABK terlibat dalam kehidupan sosial sehari-hari. Bahkan hal-hal yang tampak kecil seperti sapaan, senyum, atau tawaran bantuan disebut sebagai bentuk dukungan yang bisa berdampak besar bagi tumbuh kembang psikologis ABK.
Buku ini juga memperlihatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Sekolah bisa bekerja sama dengan LSM, lembaga terapi, dan perguruan tinggi untuk menyusun program pendidikan berbasis komunitas. Mahasiswa dan relawan bisa menjadi aktor penting dalam menemani ABK belajar, tidak hanya soal metode belajar, tetapi juga bagaimana menjadikan ABK bagian dari kehidupan sosial.
Menjelang bagian akhir, penulis mengingatkan bahwa perilaku masyarakat sangat menentukan keberhasilan pendidikan inklusi. Menerima dengan cara tanpa merendahkan, dan mau bekerja sama menjadi refleksi dari masyarakat yang menjunjung nilai kemanusiaan. Inklusi bukan sekadar kebijakan, melainkan kebudayaan yang harus dilatih dan dibudayakan.
Sebagai buku ajar, karya ini sudah sangat lengkap. Namun bila dilengkapi dengan studi kasus lapangan, dokumentasi praktik dari sekolah inklusi, testimoni guru dan orang tua, serta analisis tantangan di tingkat daerah, buku ini akan semakin kuat sebagai jembatan antara wacana dan kenyataan. Tambahan tersebut akan memperkaya dimensi empirik yang selama ini menjadi kelemahan banyak buku sejenis.
Buku ini adalah kontribusi penting dalam pendidikan inklusif di Indonesia, dan sekaligus undangan untuk kita semua agar tidak hanya mendidik dengan ilmu, tetapi juga dengan hati.
Buku: Pendidikan Inklusi - Strategi Pembelajaran, Bimbingan, dan Pembentukan Karakter Anak Berkebutuhan Khusus
Penerbit: PT Refika Aditama 
Tahun Terbit: November 2024 
Jumlah halaman: 146 halaman
*) Dr Muhammad Sufyan Abdurrahman, Dosen Digital Public Relations, Telkom University
Simak Video "Video: 3 Tantangan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Mendikdasmen"
(nwk/nwk)