Terkenal Sebagai Penghasil Kopi, Mengapa Musang Luwak Bisa Berbau Pandan?

ADVERTISEMENT

Terkenal Sebagai Penghasil Kopi, Mengapa Musang Luwak Bisa Berbau Pandan?

Devita Savitri - detikEdu
Rabu, 24 Sep 2025 19:00 WIB
Pamor kopi luwak tersohor ke berbagai negara. Keistimewaan kopi ini tak hanya dari proses pembuatannya, kopi luwak bahkan disebut sebagai kopi termahal di dunia
Bukan berbau kopi, musang luwak si penghasil kopi luwak ternyata berbau pandan.Foto: Getty Images/Paula Bronstein
Jakarta -

Siapa yang tak kenal dengan kopi luwak? Salah satu jenis kopi yang proses produksinya dilakukan secara unik oleh hewan musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus).

Ya, kopi luwak memang diproduksi melalui proses fermentasi di saluran pencernaan usai hewan tersebut memakan buah kopi yang matang. Setelah dikeluarkan melalui kotoran, biji kopi itu akan diolah lebih lanjut hingga siap menjadi minuman kesukaan banyak orang.

Meski mampu menghasilkan kopi, tubuh luwak tidak berbau kopi melainkan pandan. Kok bisa?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bau Pandan di Musang Luwak

Pakar Ekologi Satwa Liar IPB University, Dr Abdul Haris Mustari mencoba menjawabnya. Sosok yang akrab dipanggil Haris tersebut menyatakan bila musang luwak punya kelenjar yang unik.

ADVERTISEMENT

Kelenjar yang mampu mengeluarkan aroma mirip pandan ini, terletak di pangkal ekor dekat anus, tepatnya pada bagian bawah perut musang. Diketahui aroma pandan bisa tercium karena campuran protein, lemak, dan senyawa kimia volatil.

"Kelenjar ini menghasilkan campuran protein, lemak, dan senyawa kimia volatil. Aroma khas ini dikenal sebagai pandan gland," kata sosok yang akrab dipanggil Haris itu dikutip dari laman resmi IPB University, Rabu (24/9/2025).

Populasinya Menurun

Bukan tanpa sebab, bau pandan yang dikeluarkan musang luwak memiliki berbagai fungsi. Dari menandai teritori, berkomunikasi sosial, reproduksi, hingga mekanisme pertahanan diri.

"Aroma ini membantu musang mengenali sesama, menarik pasangan, menghindari konflik, hingga memberi sinyal peringatan kepada predator," imbuhnya.

Aroma ini juga bisa menjadi penanda bila populasi musang luwak masih terjaga di hutan. Meski, Haris menyebut populasinya terus menurun karena hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan.

Diketahui, secara alami hewan ini tersebar di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Tetapi, setelah proses introduksi spesies (memasukan hewan atau tumbuhan ke habitat yang baru) hewan ini juga bisa dijumpai pada wilayah timur Indonesia seperti Sulawesi, maluku, dan Nusa Tenggara.

Selain tiga faktor yang disebutkan sebelumnya, populasi musang luwak bisa menurun karena sering dianggap hama. Padahal, Haris menyebut hewan ini berperan sebagai pengendali hama secara alami di alam liar.

"Sayangnya, populasi musang luwak terus menurun. Musang sering dianggap hama karena memangsa ternak unggas, padahal makanan alaminya adalah buah-buahan, reptil, dan rodensia (hewan pengerat). Justru, musang berperan penting dalam pengendalian hama secara alami," ujar dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB University itu.

Di alam liar, musang luwak punya peran penting dalam penyebaran biji tumbuhan. Mirip dengan proses kopi luwak, hewan ini memakan buah beserta bijinya.

Setelah keluar bersama feses, biji buah yang jatuh ke tanah bisa tumbuh menjadi tanaman baru. Hal ini tentu saja mendukung proses regenerasi hutan.

"Musang bahkan membantu memecahkan dormansi benih dari buah palem, seperti enau dan pinang hutan, serta banyak jenis tumbuhan lainnya, sehingga dapat berkecambah lebih baik," tambahnya.

Menurunnya populasi musang luwak tentu akan membawa dampak berantai lainnya. Jika hewan ini punah, tak ada lagi pengendali hama alami yang berujung pada ledakan hama.

Proses regenerasi hutan tentu saja akan terganggu, karena kurangnya dukungan penyebaran biji-bijian. Haris juga menyoroti fungsi ekologi musang yang akan hilang, bahkan tak ada lagi kopi luwak yang nikmat.

Untuk itu, ia menegaskan keberadaan musang luwak harus dilestarikan. Hindari perburuan liar dan biarkan luwak hidup agar bisa menjaga kesimbangan ekosistem.

"Musang luwak merupakan bagian dari kekayaan hayati yang harus dilestarikan. Biarkan mereka hidup dan berkembang biak secara alami agar ekosistem tetap seimbang," pungkasnya.




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads