Usia 73 tahun tidak selalu jadi halangan untuk terus meraih pendidikan. Ini yang dilakoni Rudy Setyopurnomo yang baru saja lulus S3.
Wisudawan Program Doktor Sains Manajemen (DSM) Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) tersebut baru meraih gelar doktornya pada Wisuda ITB Periode Agustus 2025, Sabtu (30/8/2025) lalu.
Sejak lulus dari Teknik Mesin ITB pada 1976 lalu, ia selalu tertarik untuk belajar. Kini, ia mengantongi 3 gelar magister dan 1 gelar doktor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah Kantongi 3 Gelar Magister
Rudy sudah menjajaki karier yang cukup panjang. Ia pernah menjadi Kepala Garuda Maintenance Facility (GMF) di Garuda Indonesia. Di sana ia berperan penting penting dalam membangun kemampuan perawatan pesawat dalam negeri.
Tak berhenti di sana, Rudy juga mengantongi tiga gelar magister bergengsi. Gelar tersebut yakni Magister Manajemen dari Universitas Indonesia (UI), Magister Public Administration (MPA) Air Transportation Policy dari Harvard University, serta Magister Airline Management dari Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Riset Strategi Manajemen RS
Dalam meraih gelar doktornya, Rudi membuat disertasi bertajuk "Hospital Strategy Execution System by Maximizing Daily EBITDA to Enhance Operation Performance and Profitability".
Melalui riset ini, Rudy mengembangkan strategi manajemen rumah sakit dengan pendekatan maximizing daily EBITDA (penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi). Hasilnya, sejumlah rumah sakit yang awalnya merugi berhasil bertransformasi menjadi lebih sehat secara keuangan.
Topik risetnya tersebut selaras dengan tugas yang saat ini tengah ia jalankan. Rudy masih aktif mendampingi puluhan RSUD di Jakarta dalam perbaikan kinerja keuangan.
"Motivasi utama saya adalah membantu perusahaan dan rumah sakit di Indonesia agar bisa lebih disiplin, efisien, produktif, dan profitable," ujar Rudy dikutip dari laman ITB, Selasa (9/9/2025).
Tak Kalah Semangat dari Mahasiswa Muda Lain
Walaupun berbeda generasi dengan rekan-rekan sekelas, tetapi semangat Rudy tak pernah kendor. Bahkan, ia masih kuat belajar hingga larut malam.
Ia rajin menulis sehingga sudah menerbitkan dua artikel di jurnal internasional bereputasi Scopus Q1. Artikelnya yang berjudul 'Enhancing operation effectiveness by maximizing daily EBITDA as a turnaround strategy execution system to enhance operation performance and profitability' dipublikasi di Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 27 November 2024.
Ia mengaku selalu penasaran ketika belajar dan harus membuktikan teori.
"Untuk bisa mengajarkan itu, saya sendiri harus belajar dan membuktikan teori yang saya kembangkan secara akademis," ujar Rudy.
Sering Hadapi Penolakan Jurnal
Rudy menuturkan, penting untuk tidak cepat menyerah selama membuat penelitian dan ingin mempublikasikannya ke jurnal. Ia mengaku juga mengalami beberapa kali penolakan.
"Begitu ditolak, saya makin punya alasan untuk belajar lagi. Semakin ditolak, semakin sempurna tulisan saya," ujarnya.
Rudy juga menekankan pentingnya pantang menyerah selama belajar dan melakukan riset. Jika gagal, ia akan lebih rajin menulusuri literatur terkait untuk menyempurnakan karyanya.
Selain itu, menurutnya kesuksesannya tak lepas dari dukungan keluarga dan lingkungan SBM ITB. Sang istri, anak, hingga cucu selalu menyemangati Rudy dalam menuntaskan studi doktoralnya.
Bagi Rudy, gelar doktor bukan sekadar prestasi pribadi. Namun, hasil dari pendidikan tersebut harus bermanfaat bagi sesama.
"Ilmu itu tidak ada manfaatnya kalau tidak dimanfaatkan orang lain. Semoga apa yang saya pelajari bisa membantu banyak perusahaan dan rumah sakit di Indonesia," ungkapnya.
Ia pun berpesan untuk generasi muda agar tidak takut untuk meraih pendidikan setinggi mungkin, meski usia sudah tak lagi muda.
Sembunyikan kutipan teks
"Seluruh sarjana S1 ITB, 50% harus jadi master. Dan dari yang master, 50% lagi harus jadi doktor. Bukan untuk diri sendiri, tapi untuk Indonesia," pesan Rudy
(cyu/twu)