Pakar Unair: Ular Pengendali Hama Alami Lebih Baik dari Bahan Kimia

ADVERTISEMENT

Pakar Unair: Ular Pengendali Hama Alami Lebih Baik dari Bahan Kimia

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 21 Agu 2025 17:00 WIB
Ilustrasi ular tambang
Ilustrasi ular tambang (salah satu jenis ular tidak berbisa). Pakar Unair sarankan ular tidak berbisa jadi pengendali hama pertanian. Foto: Bernard DUPONT/Wikimedia Commons/CC BY-SA 2.0
Jakarta -

Perannya sebagai predator, membuat ular punya cap sebagai hewan yang berbahaya dan dihindari kehadirannya. Namun, pakar dari Universitas Airlangga (Unair) Zhaza Afililla melihatnya dari sisi yang berbeda.

Ular jenis yang tidak berbisa, menurut Zhaza bisa dimanfaatkan manusia. Hewan ini bisa menjadi solusi yang aman dan berkelanjutan pada di bidang pertanian jika dimanfaatkan dengan baik.

Bertindak sebagai predator, ular memiliki kemampuan untuk mengendalikan populasi hama. Hal ini bisa terjadi karena rantai makanan ular memiliki posisi lebih unggul dari hama di sawah, seperti tikus, serangga, atau bahkan katak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengendalian populasi hama menggunakan ular lebih alami dan mendorong kesimbangan ekosistem dengan kontrol yang baik," tutur Zhaza dikutip dari laman resmi Unair, Kamis (21/8/2025).

ADVERTISEMENT

Lebih Baik Dibanding Bahan Kimia

Lebih lanjut, dosen Kedokteran Hewan Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (Fikkia) Unair itu menyebut pengendalian populasi hama menggunakan ular lebih baik dibanding memakai bahan kimia. Bahan kimia yang dimaksudnya adalah rodentisida kimia berisi antikoagulan.

Bahan kimia itu menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dan keberadaan makhluk hidup yang lain. Meski penuh manfaat, Zhaza menyadari langkah ini tidaklah mudah.

Keberadaan ular harus diawasi agar tidak mengganggu ekosistem setempat. Salah satu sarannya untuk menghadapi hal ini adalah menyediakan satwa lain yang bertindak sebagai predator dari ular tersebut.

"Sebagai bentuk kontrol keseimbangan ekosistem, pemerintah setempat mungkin bisa juga menyediakan satwa lain yang bertindak sebagai predator dari ular tersebut. Ataupun satwa lain yang bertindak sebagai kompetitor dalam satu ekosistem," katanya.

Selain itu, pemerintah harus melakukan edukasi pemanfaatan ular kepada masyarakat setempat. Mengingat stigma yang melekat pada masyarakat adalah ular merupakan hewan yang berbahaya.

Jika sosialisasi dan edukasi tidak dilakukan, bukan hal yang tidak mungkin bila terjadi sebuah konflik pada masyarakat. Konflik ini bisa mengakibatkan aktivitas pemusnahan ular yang sebenarnya tidak tergolong dalam spesies berbisa atau berbahaya

"Perlu adanya sinergi juga dengan masyarakat setempat melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi terkait berbagai jenis ular yang memiliki peran sebagai predator hama tikus," ujar Zhaza lagi.

Meski penuh manfaat, Zhaza menilai program ini harus dikaji lebih lanjut jika ingin diterapkan. Jangan sampai, penambahan ular secara berkala menyebabkan jumlah yang berlebihan dan ekosistem menjadi terganggu.

"Terkait keseimbangan ekosistem menurut saya masih perlu dikaji ulang. Karena jika diproyeksikan dalam jangka panjang dapat mengarah pada peristiwa overpopulasi," pungkasnya.




(det/det)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads