Printer Foto Mini dan Kawan Rusia: Kisah Mahasiswa Indonesia di Negara Beruang Merah

ADVERTISEMENT

Rantau Vibes

Printer Foto Mini dan Kawan Rusia: Kisah Mahasiswa Indonesia di Negara Beruang Merah

Royhans Effendy - detikEdu
Minggu, 03 Agu 2025 10:00 WIB
Royhans Effendy (ki) mahasiswa asal Indonesia di Ural Ural Federal University, Rusia
Royhans Effendy (ki) mahasiswa asal Indonesia di Ural Ural Federal University, Rusia Foto: Dok. Pri Royhans Effendy

Obrolan kami nyambung, dan ternyata mereka terlihat jauh lebih serius soal pelajaran daripada yang aku pikirkan. Mereka memperkenalkan diri sebagai Maksim, Leonid, Roy, Platon, Kostantin, dan Yuri. Sepulang dari pengenalan lingkungan kampus hari kedua, kupikir hubungan pertemananku dengan mereka akan selesai.

Namun aku salah, mereka justru mengundangku ke group chat mereka yang ada di Telegram! Aku senang sekali! Setelah itu pun, mereka selalu mengikutsertakan aku dalam tugas kelompok maupun berkumpul dan berbincang kasual. Aku akhirnya menemukan teman-teman yang bisa kujadikan tempat untuk bersandar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Culture shock lainnya aku alami selama awal enam bulan pertama sebagai mahasiswa resmi di Ural Federal University yang kulalui dengan penuh tantangan tetapi juga menyenangkan. Aku terkejut dengan bagaimana teman-teman sekelasku yang kerap kali menyelesaikan tugas sehari sebelum tenggat. Hal itu seperti kode etik tidak tertulis! Padahal di Indonesia, aku terbiasa mengerjakan tugas jauh-jauh hari sebelum tenggatnya agar tidak menumpuk.

"Platon, apa kamu sudah mengerjakan tugas manajemen yang pertanyaannya ada di PowerPoint itu?" tanyaku pada Platon, temanku saat itu. Aku masih ingat jawaban yang ia berikan dengan ekspresi santai. "Belum, aku bahkan belum melihat pertanyaannya." Aku melongo mendengarnya. Padahal tenggatnya tersisa dua hari lagi!

ADVERTISEMENT

Jangan salah paham, mereka sama sekali tidak malas! Aku akui mereka luar biasa dalam memahami teori. Contohnya ketika dosen bertanya mengenai definisi manajemen atau teori pemasaran, mereka dapat menjawabnya langsung bahkan menyertakan referensi. Namun, kelemahan mereka ada di keterampilan teknis seperti penelitian atau penulisan akademik.

Pernah juga ketika dosen marketing kami, Nataliya Fedorovna memberi tugas penelitian menggunakan metodologi bebas. Aku berkonsultasi dengan Mas Herdin, sesama mahasiswa asal Indonesia. Beliau tengah menempuh pendidikan S3 di kampus yang sama denganku. Ketika kutanya mengenai tugas tersebut, beliau berkata, "Kamu bisa mengolah data dengan bantuan SPSS jika kamu menggunakan kuisioner. Di sini, SPSS jarang digunakan jadi kamu bisa membuat dosenmu terkesan."

Awalnya aku ragu dengan saran Mas Herdin, karena metode tersebut sering digunakan di Indonesia, meski pada akhirnya aku tetap menggunakan saran Mas Herdin. Aku pun mempresentasikan tugasku dengan bantuan Artemi, teman Rusia yang membantu menerjemahkan. Sesuai dengan prediksi Mas Herdin, Nataliya Fedorovna berdiri dan memberikan tepuk tangan ketika aku selesai presentasi.

"Saya tidak memiliki pertanyaan. Namun, boleh saya tahu darimana kamu mempelajari metode ini?"
"Saya belajar saat saya SMA di Indonesia," jawabku dengan nada pelan.

Beliau mengangguk pelan dengan wajah datar khasnya. Namun, aku dapat merasakan kekaguman dari tatapannya. Momen itu kemudian menyadarkanku, bahwa aku memang lemah di teori tetapi lebih kuat dalam bagian metodologi dan struktur.

Perbedaan budaya lainnya yang membuatku merasa terkejut adalah orang-orang Rusia, setidaknya yang ada di sekitarku, sangat jujur dan terus terang dalam mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Mereka akan bilang suka jika suka, dan begitupun sebaliknya. Contohnya seperti temanku, Arina, yang ingin melihat caraku mengerjakan tugas Excel-ku. "Baiklah, aku akan mengirimkannya melalui Telegram," ucapku.

Tak lama, dia membalas pesanku. "Wah, kamu sangat pintar! Aku bahkan masih bingung dengan maksud dari dosen kita, tapi kamu memahaminya dengan cepat!" Aku senang membaca pesan teks yang berisi pujian untukku itu. Sebab, ketika masih duduk di bangku SMA, aku jarang sekali mendapatkan pujian.

Perbedaan budaya yang besar antara negara asalku yaitu Indonesia dengan Rusia memanglah menyulitkanku awalnya. Setelah berbagai macam perbedaan yang kulalui, masih akan ada banyak lagi rintangan yang mungkin tidak kuketahui. Namun, aku percaya jika kita berani melangkah maju dan yakin selama kita benar, aku tidak akan tersesat dan kesulitan. Masih ada beberapa tahun lagi untukku menyelesaikan pendidikan sarjanaku, tetapi aku tidak sabar dengan petualangan yang akan kuhadapi nantinya!

*Royhans Effendy, mahasiswa S1 Applied Economics and Finance di Ural Federal University sekaligus penerima Russian Government Scholarship

Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com ; Hasil kerja sama dengan PPI Dunia


(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads