Riset Unesa: Screen Time Anak SMP di Surabaya 41,3 Jam per Minggu, Dampaknya Serius!

ADVERTISEMENT

Riset Unesa: Screen Time Anak SMP di Surabaya 41,3 Jam per Minggu, Dampaknya Serius!

Devita Savitri - detikEdu
Senin, 28 Jul 2025 14:30 WIB
Bahaya screentime untuk kesehatan mental anak
Riset Unesa paparkan banyaknya waktu screen time anak beserta dampaknya. Foto: Getty Images/wombatzaa
Jakarta -

Peneliti sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Surabaya (FIKK Unesa) Nanik Indahwati, berikan fakta mengejutkan tentang waktu screen time anak. Di mana lama screen time anak Indonesia saat ini dinilai mengkhawatirkan.

Bersama timnya, Nanik melakukan studi pada 355 siswa SMP di Surabaya berusia antara 12-15 tahun 2024. Studi ini menyoroti waktu rata-rata anak mengakses gawai dan dampaknya.

Hasilnya ditemukan bila rata-rata waktu yang dihabiskan anak di depan layar mencapai 5,9 jam per hari. Dengan kata lain bila dihitung seminggu, anak menggunakan 41,3 jam di depan layar handphone atau monitor komputer mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Dampak Screen Time Berlebihan

Lebih lanjut, data penelitian menemukan bila screen time berlebihan paling banyak terjadi pada malam hari sebesar 70,7 persen, lalu sore hari (21,1%), dan siang hari (7,3%).

Pagi hari menjadi waktu screen time anak paling sedikit yakni 0,8% karena pada saat itu anak sedang bersekolah atau aktivitas lainnya.

"Sebanyak 91,5% gawai digunakan untuk bermedia sosial dan bermain games, hanya 8,5% yang menggunakannya untuk kepentingan belajar dan bekerja," tutur Nanik dikutip dari rilis di laman resmi Unesa, Senin (28/7/2025).

Nanik menyebut, screen time berlebihan bisa menyebabkan dampak yang serius bagi anak. Dampak ini bisa menyangkut kesehatan fisik atau motorik hingga emosi dan mental anak.

Semakin tinggi durasi anak terpapar layar ponsel atau monitor, maka ditemukan juga semakin buruk kondisi kesehatan mentalnya. Aspek mental yang paling terasa dampaknya dalam hal ini adalah relai sosial, aktivitas harian, dan kesejahteraan psikis.

"Karena screen time berlebih, anak berisiko mengalami gangguan kecemasan hingga depresi," urainya lebih lanjut.

Terlalu banyak bermain HP juga bisa berimbas pada masalah konsentrasi dan impulsivitas. Impulsivitas dalam hal ini adalah proses anak mengambil keputusan yang tiba-tiba tanpa memikirkan akibatnya.

Cahaya biru yang ditampilkan pada layar ponsel dan monitor komputer dapat mengganggu produksi melatonin dan hormon tidur. Akibatnya, terjadi gangguan pada ritme sirkadian tubuh, sehingga pada akhirnya pola tidur dan makan anak berantakan.

Ketika pola makan dan tidur anak terganggu, akan berpengaruh langsung pada regulasi emosi, konsentrasi, dan kemampuan anak dalam mengatasi stres.

"Paparan layar yang berlebihan dapat memengaruhi struktur dan fungsi otak, termasuk area yang berkaitan dengan daya pikir, dan kontrol emosi," jelas Nanik.

Tidak hanya mental, kondisi fisik anak juga ikut terkena dampak screen time yang berlebihan. Bermain ponsel terus menerus membuat anak hanya berdiam di satu tempat tanpa beraktivitas fisik.

Aktivitas fisik dinilai Nanik sangat penting bagi anak untuk pelepasan endorfin yang meningkatkan mood. Beraktivitas fisik yang cukup juga membantu anak mengurangi stress.

Terakhir, dampak screen time berkaitan dengan interaksi sosial yang dilakukan anak. Kala bermain ponsel, anak hanya berinteraksi dengan temannya di dalam game tanpa melihat langsung.

Padahal interaksi sosial langsung juga krusial bagi anak, terutama untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, empati, dan regulasi emosi.

Waktu Screen Time yang Baik

Mengingat dampak negatif yang timbul karena screen time berlebihan, Nanik mengimbau agar orang tua membatasi waktu tersebut sesuai rekomendasi usia. Ia berpatokan pada rekomendasi yang disampaikan WHO.

Di mana waktu screen time anak usia 2-4 tahun tidak lebih dari 1 jam sehari dan anak usia 5-17 tahun tidak lebih dari 2 jam sehari. Ketika waktu screen time tiba, Nanik mengingatkan agar orang tua mendampingi dan memilih konten yang edukatif serta sesuai usia anak.

Orang tua juga perlu mendorong aktivitas fisik dan interaksi sosial bagi anak di dunia nyata. Hal ini tak lain dan tak bukan untuk menjaga kesehatan mental dan perkembangan anak secara menyeluruh.

Bukan hanya orang tua, sekolah juga berperan penting dalam mendampingi dan mengedukasi anak. Terutama mengajak anak untuk beraktivitas secara fisik atau berolahraga.




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads