Distrofi otot, itulah sebutan yang diderita Jang Ik-sun. Dilansir dari detikHealth, distrofi otot atau Muscular dystrophy (MD) adalah penyakit otot turunan di mana serat-serat otot sangat rentan rusak. Otot, terutama otot-otot sukarela, menjadi semakin lemah.
Pada tahap akhir distrofi otot, lemak dan jaringan ikat sering menggantikan serat otot. Beberapa jenis distrofi otot memengaruhi otot-otot jantung, otot tak sadar, dan organ lainnya. Kondisi ini membuat mobilitas penderita distrofi otot menjadi sangat-sangat terbatas.
Dilansir dari The Korea Herald, Senin (24/2/2025), ditulis Rabu (26/2/2025), Jang tak menyerah kondisi yang melemahkan tubuhnya itu. Bahkan dengan keterbatasannya, dia sangat getol mengejar pendidikan.
Setelah lulus ujian kesetaraan sekolah menengah pertama dan atas di Korea Selatan, ia memperoleh gelar sarjana dalam kesejahteraan sosial dari Universitas Gwangju. Pada tahun 2019, ia mendaftar di Sekolah Pascasarjana Kesejahteraan Sosial universitas tersebut, dan menyelesaikan kuliahnya pada 2021.
Universitas Gwangju mengonfirmasi pada Minggu (23/2/2025), Jang secara resmi menerima gelar masternya pada upacara wisuda pertama tahun akademik 2024 pada 21 Februari 2025 lalu. Ia juga menerima penghargaan akademik sebagai pengakuan atas prestasinya.
Menulis Tesis dengan Kedipan Mata
Belajar merupakan tantangan bagi Jang. Kemampuan tangannya sudah jauh melemah sehingga Jang tak lagi bisa menulis dengan tangan. Ia mengandalkan pemindai pribadi untuk mendigitalkan buku-buku yang tidak tersedia dalam bentuk buku elektronik.
"Memindai setiap buku melelahkan, tetapi itulah satu-satunya cara saya dapat membacanya," katanya selama upacara wisuda.
Ia juga berjuang untuk menghafal informasi, karena ia tidak dapat membuat catatan.
"Lima belas tahun yang lalu, saya masih dapat menyandarkan tangan saya di meja dan membuat catatan. Sekarang, itu pun tidak mungkin," katanya.
Jang bekerja pada siang hari di Asosiasi Distrofi Otot Gwangju, mengadvokasi orang-orang dengan kelompok sekitar 30 kelainan otot genetik yang dikenal sebagai distrofi otot. Pada malam hari, ia menghadiri kelas pascasarjana, sering kali belajar hingga dini hari dengan bantuan asisten yang menyalin materi kuliah untuknya.
Tantangan terbesarnya muncul saat menulis tesis magisternya. Menggunakan mouse pelacak mata - perangkat yang menerjemahkan gerakan mata menjadi perintah kursor - ia mengetik setiap kata, huruf demi huruf, dengan berkedip.
Penelitiannya difokuskan pada hak untuk hidup bagi orang-orang dengan gangguan otot, menyoroti bahaya dukungan pengasuhan yang tidak memadai. Ia menunjukkan kasus-kasus di mana pasien yang bergantung pada ventilator dibiarkan sendiri untuk waktu yang singkat dan menderita konsekuensi yang fatal.
"Bagi kami, dukungan aktivitas adalah masalah kelangsungan hidup," katanya.
Jang juga mengkritik fakta bahwa pemerintah Korea Selatan hanya mensubsidi enam jam bantuan pengasuhan bagi mereka yang memiliki disabilitas berat sebagai hal yang sangat tidak memadai.
Di luar akademis, Jang mengelola saluran YouTube bernama "Ik-sun Jang, seorang pria yang berkedip 10 juta kali" (@eyegamer1), untuk meningkatkan kesadaran tentang kondisi tersebut.
"Pasien distrofi otot seperti kami tidak terlihat. Saya ingin membawa mereka keluar dari bayang-bayang dan menuju cahaya. Kegagalan bukanlah kekalahan selama Anda tidak menyerah. Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan," tandas Jang.
(nwk/nah)