"Saya ikut UTBK dan memilih prodi pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) karena ingin terlibat memperbaiki kondisi pendidikan di daerah kelahiran saya," ujarnya pasca tes, dikutip dari kampus Unesa.
Menurutnya secara umum kondisi dan sistem pendidikan di Papua sudah mengalami kemajuan signifikan. Mila menyebut anak-anak di daerahnya semakin mempunyai minat yang tinggi dalam mengenyam pendidikan, bahkan hingga tingkat sarjana.
Mila menyebut sebagian besar sekolah di Papua memiliki jumlah siswa yang relatif sedikit. Rombongan belajar maksimal berisi 200 siswa dari kelas 1 sampai kelas 6.
Bahkan, terdapat kelas yang hanya berisikan belasan siswa atau bahkan hitungan jari. Pasalnya, jumlah anak di desa-desa pun memang terbatas.
"Secara keseluruhan kualitas pendidikan di Papua ini mengalami peningkatan tapi masih ada ruang untuk peningkatan lebih lanjut. Tinggal bagaimana kita sebagai generasi penerus bisa melanjutkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di sana," ungkapnya.
Mila menjelaskan tidak jarang anak-anak menamatkan SD di Papua pada usia yang relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Ini menunjukkan kompleksitas serta tantangan yang harus dihadapi dalam sektor pendidikan di sana, khususnya untuk jenjang SD.
Menurutnya, kondisi pendidikan di Papua memang belum merata, khususnya di pedalaman. Kebutuhan guru dan tenaga pendidik di sana masih kurang sehingga guru di Papua pun harus memahami dan memaklumi situasi unik anak-anak didiknya.
Tidak jarang ada satu desa yang mungkin hanya punya satu tingkat pendidikan, entah itu SD; SMP; atau SMA. Ini menyebabkan anak-anak yang hendak melanjutkan pendidikan harus melakukan perjalanan jauh ke desa lainnya atau bahkan ke kota.
Keinginan Mila mengajar di Papua tak hanya termotivasi dorongan pribadi, melainkan juga kebutuhan mendesak untuk terlibat sebagai seorang tenaga pendidik di tanah kelahirannya.
"Saya ingin mengajar di daerah saya, supaya jumlah tenaga pendidik semakin banyak dan anak-anak tidak harus pergi ke desa lain untuk belajar," ujarnya.
(nah/nwy)