Krisis tiga planet (triple planetary crisis) merupakan masalah utama yang berkaitan dan saat ini dihadapi oleh bumi serta umat manusia. Di antaranya krisis iklim, polusi, dan keanekaragaman hayati.
Salah satu sektor yang memicu krisis tiga planet yaitu pertanian. Sebab, emisi pertanian menyumbang jejak karbon yang cukup besar seperti pembukaan lahan, produksi pupuk, hingga kebutuhan air.
Di samping itu, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengungkapkan pertanian pun juga menjadi 'korban' dari krisis iklim. Misalnya, produktivitas pertanian akan menurun setiap kenaikan 1 derajat celcius pada suhu bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produktivitas pertanian yang menurun harus diselesaikan segera. Jika dibiarkan, maka akan memicu krisis iklim yang mengancam umat manusia.
"Sehingga diperlukan langkah-langkah lebih proaktif," kata Arif, dalam acara Festival Pengendalian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK), Rabu (24/4/2024).
Arif menuturkan setiap negara memiliki sejumlah inisiatif pertanian di tengah triple climate crisis, termasuk juga Indonesia. Guna menemukan solusinya, diperlukan inovasi yang didasarkan oleh riset.
"Kita fokuskan inovasi-inovasi itu, satu harus ramah lingkungan, dampak terhadap iklim, dan memberikan solusi. Tapi pada saat yang sama juga harus meningkatkan kegiatan ekonomi," kata Arif.
"Inovasi-inovasi terbaru harus juga inklusif dan bisa dimanfaatkan oleh petani-petani skala kecil dan juga menengah," sambungnya.
IPB pun melakukan berbagai inovasi dalam mengatasi masalah ketahanan pangan nasional. Salah satu contohnya yaitu IPB 9G (9 varietas padi).
"IPB 9G punya kemampuan untuk menghemat pupuk sampai dengan 25 persen, kemampuan untuk menghemat air sampai 10-15 persen. Artinya yang kita khawatirkan petani boros air, sebenarnya sudah kita berikan sebuah varietas yang lebih baik," jelas Arif.
Solusi lainnya yaitu sistem budidaya pertanian. Arif menyebut pihaknya mengembangkan bioimunisasi dan biopestisida untuk mengurangi penggunaan pestisida berbahan kimia sebagai pembasmi hama.
"Jadi biopestisida, bioimunisasi, karena itu lebih aman terhadap manusia dan jg lebih ramah lingkungan, lebih tahan thd perubahan iklim, dan seterusnya," kata Arif.
Tidak hanya padi, triple planetary crisis pun juga berdampak pada komoditas lain seperti kopi. Tim peneliti IPB pun sudah memproyeksikan kopi akan 'punah'.
"Jadi tim kami dari IPB sudah memperhitungkan kira-kira akan berakhir pada 2080. Jadi pada 2080, cicit kita nggak bisa minum kopi kalau perubahan iklim tidak diatasi," ungkapnya.
Arif menambahkan, krisis tiga planet bukan hanya tanggung jawab perguruan tinggi atau pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Menurutnya, diperlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti dinas provinsi/kabupaten, kepala daerah, swasta hingga masyarakat.
Sementara, Sekretaris Jenderal Bambang Hendroyono memaparkan peningkatan Indeks Kualitas Hidup (IKLH) yang meningkat 0,12 poin dan mencapai target nasional. IKLH berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN).
"IKLH memberikan informasi kepada pemberi keputusan dari pusat hingga daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan," ungkap Bambang.
IKLH juga merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat tentang pencapaian program-program di bidang lingkungan hidup.
Senada dengan Arif, Bambang menyebut pencapaian ini dipengaruhi oleh kolaborasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Kolaborasi ini berupaya memantau kualitas lingkungan hidup dan implementasi respons dalam tantangan-tantangan lingkungan hidup.
"Diharapkan sinergi-sinergi dan kolaborasi pengendalian pencemaran kerusakan lingkungan hidup ini terus dapat ditingkatkan," kata Arif.
Sebagai informasi, KLHK menggelar Festival Pengendalian Lingkungan perdananya di tahun ini. Agenda yang digelar pada 23-24 ini merupakan Rapat Kerja Teknis yang bertujuan untuk mengkoordinasikan dan sinkronisasi penyelenggaraan rencana kerja program Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Indeks Respons Lingkungan Hidup (IRLH) Tahun 2024.
(ncm/ega)