Mempunyai keterbatasan fisik terkadang membuat penyandang disabilitas harus mengubur mimpi besarnya. Namun, hal tersebut tak berlaku bagi Mukhanif Yasin Yusuf.
Hanif panggilan akrabnya, merupakan seorang teman tuli sejak usia 10 tahun. Kepada dirinya dan orang-orang di sekitarnya, Hanif mampu membuktikan bahwa keterbatasan yang dimiliki tak jadi penghalang ia meraih mimpi.
Sejak kecil, ia belajar di sekolah umum dan bisa kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Bahkan, Hanif adalah alumni LPDP dan pendiri sebuah yayasan difabel bernama Difapedia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana Hanif dapat meraih kesuksesan tersebut? Mengutip laman Media Keuangan Kemenkeu, berikut kisah Hanif selengkapnya.
Kehilangan Pendengaran di Usia 10 Tahun
Hanif adalah pemuda asal Purbalingga, Jawa Tengah. Pada masa kecil, Hanif layaknya anak lain bermain dan ceria.
Namun, semuanya berubah setelah ia bermain di sungai kecil dekat desanya. Telinga Hanif dimasuki banyak air sehingga mengakibatkan dengungan.
Semakin hari, dengungan tersebut menghilangkan pendengaran Hanif. Dalam waktu dua minggu, Hanif sudah tak bisa mendengar apapun di usianya yang saat itu masih 10 tahun.
Hanif pun merasakan dunianya sunyi dan dingin seketika. Butuh waktu dua tahun bagi Hanif untuk berdamai dengan kondisi tersebut.
"Waktu itu karena dipaksa bapak ibu saya buat lanjut sekolah lagi. Kata bapak ibuku, "kalau kamu tidak sekolah nanti mau jadi apa?" Sampai akhirnya saya menyadari betapa pentingnya arti pendidikan bagi kita. Kalau saya nggak lanjut sekolah, saya nggak bakal bisa sampai sejauh ini," kenang Hanif, dilansir dari laman Kemenkeu, Jumat (19/4/2024).
Belajar di Sekolah Umum
Dalam keseharian Hanif, bullying terhadap kondisi dirinya sudah jadi hal yang biasa. Tekad Hanif untuk membuktikan dirinya juga sama ia lakukan dengan sungguh-sungguh belajar di sekolah.
Dari SD hingga SMA, Hanif menempuh pendidikan di sekolah umum. Meskipun berat ia jalani, tetapi dukungan orang tua dan orang-orang yang menyayanginya menjadi pembakar semangat Hanif.
"Cuma karena saya punya prinsip hidup itu kan sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Jawaban itu hanya bisa kita dapatkan dengan menjalaninya. Makanya kita tidak bisa berpaling dari hidup. Anggap saja itu (ejekan) cuma bagian dari warna-warni hidup saja" ungkapnya.
Hanif memang mempunyai kekurangan, tetapi ia juga mencoba mencari kelebihannya. Hanif mencoba menuangkan buah pikir lewat tulisan.
Tulisannya bahkan pernah dimuat pada sebuah buku antologi saat ia duduk di kelas 2 SMA. Hobi barunya tersebut membuatnya semangat untuk melanjutkan pendidikan tinggi jurusan sastra Indonesia.
Kuliah di UGM hingga Dapat Beasiswa LPDP
Hanif kemudian lolos masuk Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Sastra Indonesia. Di awal perjalanannya menempuh kuliah, ayahnya sempat keberatan karena biaya.
Akan tetapi, semangatnya tak surut, Hanif berjualan majalah keliling seraya mencari beasiswa. Pada semester 2, Hanif pun akhirnya berhasil meraih beasiswa Bidikmisi.
Di jurusan Sastra Indonesia UGM angkatannya, Hanif adalah satu-satunya penyandang disabilitas. Menurutnya, ia bisa bertahan karena mempunyai inisiatif dalam meminta bantuan teman hingga dosen.
"Sebenarnya kalau misalnya kita ini kuliah, materi intinya kan udah ada di powerpoint-nya, saya sudah bisa paham. Kalau perubahan, saya bisa tanya ke dosen, terus nanti dosennya ini kan bisa menjawab langsung terus teman sebelah saya mencatatnya (kemudian Hanif melihat catatan teman sebelahnya)," kata Hanif.
"Atau kadang-kadang ada dosen bahkan sudah Profesor di UGM menulis jawabannya di papan tulis. Kalau ada materi yang belum saya pahami, saya mencari bahan bacaan di perpus. Jadi orang-orang seperti saya ini harus ada kemauan inisiatif untuk sering-sering baca," sambungnya.
Hanif banyak menulis artikel ilmiah, bahkan pernah dipresentasikan di Malaysia dan Thailand. Selain itu, ia juga aktif di bidang non akademik sehingga mempunyai cukup banyak jaringan.
Ditambah impian besarnya adalah menjadi pengajar atau dosen, Hanif pun memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang S2. Beruntungnya, ia lolos beasiswa LPDP jalur afirmasi disabilitas di UGM.
Setelah Hanif lulus S2 dan selesai menjadi asisten dosen, akhirnya ia ditawari menjadi guru di SMA asalnya. Di sana ia mengajar siswa-siswa yang mempunyai kondisi seperti dirinya.
"Jadi sekarang ada 4 siswa difabelnya, ada difabel mental juga, ada difabel daksa intelektual. Jadi kalau saya ngajar ya saya pakai alat ini (ponsel) juga. Kalau misalnya ada pertanyaan, siswanya bisa menuliskannya atau bisa pakai alat ini. Jadi sebenarnya enggak kesusahan sama sekali, malah saya jadi wali kelas meskipun belum lama. Jadi dalam hal ini pihak sekolah, guru-guru, siswa semuanya sudah percaya sama saya," kata Hanif.
(cyu/cyu)