Belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempromosikan minyak makan merah sebagai alternatif minyak goreng yang selama ini ada di pasaran. Minyak makan merah ini disebut lebih murah dan memiliki kandungan gizi yang lebih baik.
Selain itu, Jokowi juga mengatakan bahwa minyak makan merah memiliki kandungan Vitamin A dan E yang terjaga.
"Harga minyak makan merah ini lebih murah dari minyak goreng yang ada di pasaran. Artinya, barang ini bisa bersaing di pasar, bisa bersaing dan harganya kompetitif," ucapnya dalam laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, dikutip Jumat (29/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sudah dicoba oleh beberapa chef dan mereka menyampaikan, 'Pak, minyak makan merah ini beda, lebih enak, dan dicek gizinya lebih baik'," imbuhnya.
Kenapa Warna Minyak Bisa Merah?
Sesuai namanya, warna minyak ini berwarna lebih kemerahan jika dibandingkan dengan minyak goreng umumnya yang berwarna kuning jernih.
Ternyata, warna merah ini muncul karena dalam proses pembuatan minyak dari bahan dasar tandan buah segar kelapa sawit, tidak sampai pada tahap bleaching atau pemucatan dan deodorisasi.
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Minyak Makan Merah berbasis Koperasi menyebutkan bahwa minyak makan merah adalah fraksinasi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil atau CPO) yang digunakan sebagai minyak goreng, bahan baku pangan, ditambahkan pada pangan, dikonsumsi langsung sebagai tambahan asupan zat gizi, atau sebagai fortifikan minyak goreng sawit dan bahan baku nutrasetikal.
Singkatnya, minyak makan merah merupakan produk dari minyak sawit mentah (CPO) yang setelah proses penyulingan tidak melanjutkan proses-proses selanjutnya, sebagaimana dikutip dari detikNews.
Benarkah Kandungan Gizinya Lebih Baik?
Ahli gizi Universitas Airlangga (Unair) Lailatul Muniroh menjelaskan beberapa keunggulan yang ada dalam minyak makan merah.
1. Klaim Nutrisi yang Baik untuk Anak-anak
Ia menyebut bahwa minyak ini bagus untuk perkembangan otak anak karena mengandung asam oleat dan asam linoleat.
"Minyak Makan Merah diklaim memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk anak-anak karena mengandung asam oleat dan asam linoleat, yaitu kelompok asam lemak omega-9 dan omega-6 yang penting untuk perkembangan otak anak," kata Lailatul dalam CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (29/3/2024).
Secara gizi, zat-zat tersebut memang penting untuk perkembangan otak anak. Contohnya adalah asam oleat yang berperan dalam pembentukan membran sel otak.
Sementara asam linoleat merupakan komponen utama dalam pembentukan membran dan prekursor asam arakidonat, yang terlibat dalam transmisi sinyal seluler di otak.
2. Kandungan Karoten yang Lebih Tinggi
Ia menerangkan bahwa berdasarkan data Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tahun 2022, minyak makan merah mengandung konsentrasi karoten sebesar 753 ppm, vitamin E sebesar 1016 ppm, dan squalene sebesar 348 ppm.
Menurutnya, semua kandungan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan minyak lainnya. Apa saja fungsinya?
- Karoten berfungsi sebagai pro-vitamin A dan antioksidan, memiliki peran vital dalam meningkatkan sistem imun serta kesehatan mata dan kulit.
- Vitamin E sebagai antioksidan berkontribusi pada kesehatan jantung dan mendukung fungsi kekebalan tubuh.
- Squalene memiliki manfaat antioksidan dan antiinflamasi yang berperan penting dalam kesehatan kulit dan imunitas tubuh.
Meski memiliki sederet kandungan gizi, minyak makan merah ini disebut memiliki kekurangan. Hal ini karena proses produksi minyak makan merah yang tidak melalui tahapan bleaching atau pembeningan.
Kekurangan Minyak Makan Merah
Dalam proses pembuatan minyak, tahapan pembeningan yang tidak ada membuat minyak makan merah mengandung kontaminan yang lebih tinggi. Hal ini bisa memengaruhi kualitas dan keamanan produk akhir.
Menurut Lailatul minyak makan merah juga dinilai lebih rentan terhadap oksidasi, yang menyebabkan umur simpannya menjadi lebih singkat.
Selain itu, variabilitas dalam kualitas minyak mentah yang digunakan dalam produksi makanan juga dapat menyebabkan ketidakseragaman dalam produk akhir.
"Ini menjadi sebuah tantangan bagi industri pangan yang membutuhkan konsistensi produk," tutur ahli gizi Unair tersebut.
(faz/nah)