Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menerbitkan dua buku. Luapan keresahan, masalah hingga aspirasi solusi pelajar diaspora Indonesia.
Dilansir dari rilis PPI Dunia, saat ini pelajar diaspora Indonesia mencapai 55.961 orang menurut UNESCO Institute for Statistics. Tentu ada berbagai keresahan hingga masalah yang dihadapi.
Di satu sisi, semakin banyaknya pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri menjadi potensi besar dalam menuju Indonesia Emas 2045. Di sisi lain, ada juga potensi masalah yang membuat para pelajar diaspora ini membutuhkan perlindungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons dua hal tersebut, Direktorat Penelitian dan Kajian Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia (Ditlitka PPI Dunia) menerbitkan dua buku sekaligus yang memuat aspirasi dan hasil pemikiran para pelajar diaspora.
Buku pertama berjudul "Eskalasi Mutu Pendidikan Indonesia: Peran Negara, Kontribusi Diaspora, dan Tantangan Bonus Demografi." Theresia Octastefani, editor buku ini, kepada menyatakan buku ini terinspirasi dari pandangan bahwa tiada peradaban yang maju tanpa adanya pendidikan yang bermutu.
Perempuan yang akrab disapa Tere tersebut menambahkan bahwa dalam buku ini disebutkan pendidikan di Indonesia kerap menjadi topik diskursus yang menarik, apakah di usia negara yang menjelang 79 tahun ini pendidikan di Indonesia telah jauh melaju dengan akselerasi tinggi ataukah justru mengalami stagnasi.
Tak hanya terlibat pada buku pertama, dosen Universitas Gadjah Mada yang sedang menempuh studi doktoral di National Dong Hwa University Taiwan tersebut juga terlibat pada editorial buku kedua dengan judul "Negara dan Perlindungan Pelajar Diaspora: Jalan Panjang Sebuah Rancangan Undang-Undang."
Pada pengerjaan buku kedua ini, Tere dibantu oleh dua editor lainnya yakni Bayu Mitra A Kusuma (National Dong Hwa University, Taiwan) dan Dwi Harya Yudistira (Iwate University, Jepang). Buku kedua ini merupakan bagian dari upaya PPI Dunia mendorong pengesahan RUU perlindungan pelajar Indonesia di luar negeri.
Buku kedua ini dipaparkan bahwa untuk mendapatkan hasil maksimal dalam studi, para pelajar diaspora membutuhkan ekosistem belajar yang aman dan kondusif. Namun sayangnya hal tersebut tak selalu mereka dapatkan. Berbagai halangan muncul mulai dari beasiswa terlambat hingga situasi perang.
Realitanya, Indonesia hingga saat ini belum memiliki regulasi atau instrumen hukum yang secara khusus mengatur perihal perlindungan pelajar di luar negeri. Tentu ini kondisi yang tak ideal, mengingat semakin kompleksnya permasalahan yang menimpa pelajar diaspora Indonesia akhir-akhir ini.
"Dua buku ini sebenarnya diinisiasi oleh kepengurusan PPI Dunia periode 2022/2023, namun berhasil diselesaikan dan diterbitkan oleh kepengurusan PPI Dunia periode 2023/2024 atau Kabinet Pelajar Indonesia Berjaya," tutur Direktur Ditlitka PPI Dunia, Rayhan Maulana Ryzan dalam rilis yang diterima, ditulis Senin (25/3/2024).
"Untuk terus menyuarakan pemikiran pelajar diaspora Indonesia, Ditlitka PPI Dunia tidak akan berhenti pada dua buku ini saja. Diharapkan buku-buku berikutnya akan segera terbit dan bermanfaat dalam menuju Indonesia Emas 2045," pungkas Rayhan.
(nwk/nwk)