Selama proses rekapitulasi Pemilu dan Pilpres 2024, beberapa pihak termasuk partai politik menggaungkan pengajuan hak angket DPR. Hal tersebut dilakukan setelah adanya dugaan kecurangan peserta Pemilu 2024.
Hak angket merupakan hak yang sah-sah saja diajukan oleh kubu peserta Pemilu. Keberadaan hak angket ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hak ini merupakan bentuk pengawasan lembaga terhadap kebijakan pemerintah. Artinya, DPR bisa menggunakan haknya jika terdapat pelanggaran terhadap peraturan termasuk dalam hal Pemilu 2024 ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, penggunaan hak angket ini bisa juga menimbulkan pro dan kontra. Menanggapi pro kontra hak angket Pemilu, pakar politik Universitas Airlangga (Unair), Febby Risti Widjajanto menyampaikan pandangannya.
Syarat Pengajuan Hak Angket
Febby mengatakan hak angket bisa digunakan dalam menyelidiki kecurangan Pemilu atau Pilpres 2024. Namun, penggunaannya harus disesuaikan dengan proses politik yang tengah berjalan.
Dosen FISIP Unair tersebut menjelaskan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan hak angket. Contohnya adalah solidaritas partai politik, politik HAM, demokrasi, dan dukungan masyarakat sipil.
"Merujuk UU Nomor 17 Pasal 79 Tahun 2014, DPR bisa saja mengajukan hak angket. Dengan ketentuan, pengusulan hak angket paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi," kata Febby, dilansir dari laman Unair, Rabu (20/3/2024).
Pengajuan hak angket harus disertai dokumen yang memuat minimal materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang ingin diselidiki beserta alasan penyelidikannya.
Setelah angket mendapat persetujuan, DPR bisa membentuk panitia khusus untuk mendalami kasus. Panitia bisa memanggil WNI, WNA, pejabat pemerintah, badan hukum, pejabat negara hingga masyarakat sebagai pemberi keterangan.
"Jika mendapat persetujuan maka bisa membahasnya lebih lanjut dalam sidang paripurna DPR. Jika pelaksanaan undang-undang atau kebijakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat," jelas Febby.
Hak Angket Tak Bisa Batalkan Hasil Pemilu
Lebih lanjut, Febby menyebut hak angket tak bisa membatalkan hasil pemilu, melainkan hanya mengusut kasus kecurangan Pemilu. Ia menambahkan, penyelidikan kecurangan Pemilu butuh waktu relatif lama, bergantung pada kerumitan kasus.
"Sejauh yang saya pahami, hak angket bisa untuk mengusut kecurangan pemilu, tetapi tidak bisa untuk membatalkan hasil pemilu. Pembatalan bisa terjadi jika terdapat keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Jika hasil dari penyelidikan adalah ada pelanggaran terhadap perundang-undangan, hal tersebut bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi politik kepada presiden," ujar Febby.
Menurutnya, penyelidikan dugaan kecurangan Pemilu ini bisa berbuah hasil selama masa jabatan anggota DPR periode sekarang masih berlaku. Artinya, penyelidikan kecurangan harus dilakukan sebelum pelantikan DPR periode baru pada 1 Oktober 2024.
Jika anggota DPR di periode selanjutnya tidak sama, maka proses penyelidikan hak angket ini bisa mengalami kendala. Saat hak angket mengalami penolakan, maka usulan tidak dapat diajukan kembali.
"Namun, apabila tidak ada dugaan pelanggaran, usul hak angket dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali para periode keanggotaan DPR yang sama," tuturnya.
(cyu/twu)