Callan Rahmadyvi Triyunanto resmi menjadi mahasiswa peserta Magang Merdeka x Transmedia di detikcom, Senin (19/2/2024). Mahasiswa Tuli ini akan bertugas sebagai Content Writer di detikEdu, kanal pendidikan detikcom.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya ini menuturkan, ia ingin belajar sekaligus menambah pengalaman dan wawasan sehingga berdampak bagi detikcom dalam memajukan awareness terkait difabel.
"Sejauh ini stasiun TV atau berita jarang meliput disabilitas, saya mau bantu detikcom begitu untuk bisa meliputkan dan membangun awareness disability. Harapannya, detikcom bisa menjadi wadah untuk difabel. Karena banyak aktivis disabilitas yang hebat, salah satunya Surya Sahetapy," tuturnya pada detikEdu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal isu difabel, Callan bercerita temannya terkendala diterima di perusahaan karena tuli. Ia ingin juga bisa menulis tentang isu kerja difabel yang pada dasarnya dilindungi dalam peraturan perundang-undangan.
"Karena mengingat banyak sekali disabilitas belum dapat kerja, dan beberapa perusahaan belum bisa menerima. Kalau dilihat dari UU itu itu mewajibkan menerima. Jadi aku punya teman disabilitas Tuli juga dia mengalami seperti itu hingga akhirnya bekerja sebagai barista di Kopi Sunyi, dekat Blok M itu," tuturnya.
Bagi Callan, menulis juga merupakan hal menarik. Sebab, sambungnya, teman Tuli lazimnya terkendala dalam menulis kalimat sehingga terbalik-balik. ia pun mencoba memberanikan diri magang di kepenulisan sehingga teman Tuli pun bisa menulis sebagaimana orang Dengar.
"Harapannya setelah magang ini saya bisa ajarkan ke teman Tuli untuk bisa menulis," ucapnya.
"Kemarin saya juga tantang diri sendiri untuk baca buku apa saja, jadi bisa mengaplikasikan ke penulisan," imbuhnya.
Seleksi Magang dan Menjadi Intern
Callan bercerita, ia sendiri menjumpai sejumlah kendala saat seleksi magang. Di Magang Merdeka, ia melamar sekitar 10 posisi Content Writer dan Graphic Designer
"Ketika berhasil lolos di CV, lalu perekrut hubungi, apakah bersedia lanjut ke wawancara. Aku selalu bilang dengan minta maaf begitu Kak, kalimatnya ini: 'Selamat pagi Bapak/Ibu, terima kasih untuk kesempatannya. Mohon maaf sebelumnya saya Tuli apakah bisa difasilitasi untuk saat wawancara?'," ucapnya.
"Perekrut mayoritas jawab 'Mohon maaf belum bisa, dan kami tidak akan melanjutkan proses ini'," sambung Callan.
Di detikcom sendiri, ia menjalani seleksi berkas, psikotes, dan wawancara. Prosesnya berlangsung dengan metode chat dan video conference.
Callan berharap rekan-rekan, mentor, dan lingkungan perusahaannya dapat inklusif bagi mahasiswa intern dan karyawan Tuli dengan bisa berbahasa isyarat. Di samping itu, ia mengharapkan lingkungan kerjanya juga sudah paham dan punya awareness tentang disabilitas. Di magang kali ini, ia bertemu seorang mahasiswa intern yang sedikit bisa berbahasa isyarat.
"Ada intern AnakDetik juga di sini yang bisa bahasa isyarat, tetapi hanya abjad," katanya.
Human Capital Section Head detikcom Nanang Supriyatna mengatakan detikcom menerima mahasiswa disabilitas untuk magang sebagaimana hak penyandang disabilitas yang diatur dalam undang-undang. Ia menuturkan, sebelumnya pada Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) Batch 5, audiensi dengan Universitas Gadjah Mada juga memicu pembicaraan terkait pembukaan kesempatan magang detikcom bagi mahasiswa difabel.
"Ketiga, ini juga soal kesempatan yang inklusif. Difabel punya keistimewaan, disabilitas di satu aspek, tetapi yang lainnya kan nggak. Sepanjang tidak memengaruhi proses kerja, detikcom memberi kesempatan bagi siapapun untuk bisa berkarya," jelasnya.
Sementara itu, penempatan di detikEdu juga dipengaruhi oleh user-nya, yakni para redaktur di kanal, dalam menyokong mahasiswa disabilitas.
"Jadi pada seleksi, mahasiswa declare bahwa dia Tuli, ada aspek yang dia tidak bisa saat tes, kita membaca, pelajari CV dan lainnya, ternyata dia punya kelebihan, temasuk soal desain, dan hasil assignmnet-nya dia bikin tulisan yang bagus, kita sampaikan ke user bahwa ini kondisinya difabel, apakah detikEdu mau menerima? Puji Tuhan, syukur Alhamdulillah, mereka bisa merespons dengan baik. Dan saat diberi assignment juga mahasiswanya bisa mengerjakan dengan baik," terangnya.
Nanang menuturkan, ini kali pertama magang Kampus Merdeka di detikcom menerima mahasiswa yang bekerja dengan kondisi difabel.
"Nah, kami mencoba belajar banyak. Tentunya kami nggak punya benchmark, nggak punya pengalaman. Dan kami kemarin coba komunikasi, dan kemungkinan akan banyak campaign yang kita lakukan untuk nanti teman-teman bisa menerima next-nya, mudah-mudahan kalau nanti ada kandidat difabel potensial, bukan tidak akan mungkin belajar, bekerja lagi di detikcom," tuturnya.
"Ini satu yang kami temukan di seleksi . Selama ini kami buka kesempatan yang sama, tetapi Callan declare (di proses seleksi lanjutan). Tidak kami istimewakan, tetapi berbeda saja. Saya pikir, berbeda itu bukan kesenjangan ya, tetapi inklusif," jelas Nanang.
Wakil Redaktur Pelaksana detikEdu Nograhany Widhi K menuturkan detikEdu membuka kesempatan bagi mahasiswa difabel untuk belajar.
"Kami ingin juga berbagi ilmu, nggak hanya dengan teman-teman pada umumnya, tetapi juga teman-teman difabel. Teman-teman difabel ini punya kemampuan. Kalau nggak dikasih kesempatan, kan sayang. Jadi kalau kita punya sumber daya untuk bagikan ilmu itu, kenapa nggak," tuturnya.
(twu/nwk)