Menengok Kelas Seni Rupa untuk Anak Tuli dan Kesetaraan

ADVERTISEMENT

Menengok Kelas Seni Rupa untuk Anak Tuli dan Kesetaraan

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 02 Jul 2022 10:00 WIB
Pameran
Pameran Seni dalam Sunyi di Kota Kasablanka, menampilkan hasil karya 15 anak tuli dari Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli. Foto: Dok. Kelas Gambar Indonesia
Jakarta -

Putra, salah satu peserta Bootcamp Kelas Gambar, rajin mengikuti kelas seni rupa tersebut tiap pekan. Ia dikenal ngebut melukis, senang menggambar robot hingga pesulap.

Kelas seni rupa gratis di Bootcamp Kelas Gambar merupakan kolaborasi komunitas Kelas Gambar Indonesia dan Yayasan Handai Tuli Indonesia. Selama delapan pekan, Putra dan 14 anak tuli yang lolos kurasi Pre Bootcamp belajar menggambar dan melukis bersama relawan Kawan Kelas Gambar, dipandu juru bahasa isyarat Handai Tuli.

Kelas Gambar adalah komunitas non profit yang menyediakan kelas seni rupa gratis untuk anak marjinal dan difabel dengan semangat kesetaraan. Sementara itu, Handai Tuli adalah yayasan yang menjembatani orang tuli dan orang dengar agar saling mengenal budaya tuli dan dengar, dan mengadvokasi orang tuli atas haknya atas kesetaraan, di fasilitas umum hingga museum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diantar Ratu Inten Yulia, ibunya yang juga pengurus Handai Tuli, Putra kerap datang pagi sekali ke ruang Bootcamp di Creative IDN, Jakarta Selatan.

Di ujung rangkaian kelas, karya lukisan dan drawing anak-anak tersebut dipamerkan di pameran seni rupa "Seni dalam Sunyi", Kota Kasablanka, GF. Hingga Minggu, 3 Juli 2022, ada 84 karya ke-15 anak tuli dari Handai Tuli yang bisa dilihat di ruang publik tersebut.

ADVERTISEMENT

Creative Director Seni dalam Sunyi Milzam Adli mengatakan, Bootcamp Kelas Gambar untuk anak-anak Handai Tuli berisi kelas-kelas yang harapannya mampu mendukung anak tuli mengutarakan aspirasinya dengan medium seni rupa.

Tema kelas Bootcamp Kelas Gambar sendiri berbeda-beda tiap pekan, mulai dari diri sendiri, keluarga, sampai cita-cita.

Bootcamp Kelas Gambar menghadirkan cosplayer Captain Justice.Bootcamp Kelas Gambar menghadirkan cosplayer Captain Justice. Foto: Dok. Kelas Gambar Indonesia

"Jadi ada medium cat akrilik, krayon, kanvas, ada kertas gambar. Kelas kali ini antara lain self expression sambil menggambar. Setiap seniman ada fasenya menggambar diri sendiri melalui cermin; kita sediakan kelas portrait. Kemudian ada juga kelas menggambar ekspresi yang bebas, misalnya di kelas abstrak," kata Milzam, ditulis Jumat (1/7/2022).

"Kelas-kelas tersebut harapannya memungkinkan anak-anak Tuli menggambarkan ekspresi dunia dari kacamata mereka sendiri: sebuah kesempatan yang mungkin tidak dimiliki anak-anak tuli seperti halnya anak-anak dengar. Kita, sebagai orang dengar, bisa mulai belajar terbiasa mendengarkan masyarakat tuli dan mengenal budaya tuli meskipun cara berkomunikasinya berbeda. Salah satunya lewat karya," sambungnya.

Vice Creative Director Seni dalam Sunyi Faza Ananda mengatakan, kegiatan pameran seni setelah Bootcamp bertujuan untuk membuka akses komunikasi anak-anak tuli dengan lebih banyak orang yang mendukung mereka berkesenian. Di samping itu, anak-anak juga bisa mengenal apresiasi seni lewat pameran.

"Harapannya, anak-anak di tiap pertemuan Bootcamp bisa memetik hal positif, bisa enjoy, sehingga bisa kenal dan yakin bahwa ada banyak jalan dan kesempatan ke depannya, baik meneruskan pendidikan hingga pendidikan tinggi, menjadi seniman, atau lainnya," kata Faza.

Bahasa Isyarat di Kelas Seni Rupa

Suasana Bootcamp Kelas Gambar dan Handai TuliSuasana Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli. Foto: Dok. Kelas Gambar Indonesia

Ibu Putra, Inten, juga menjadi juru bahasa isyarat di kelas seni rupa Bootcamp Kelas Gambar. Di kelas, Inten harus mencari dan memilih cara komunikasi yang paling efektif. Sebab, anak tuli di Bootcamp menggunakan bahasa isyarat yang berbeda-beda, mulai dari Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), American Sign Language (ASL), dan gesture serta membaca gerak bibir.

"Cara penyampaian melalui visual tampaknya sangat banyak membantu, jadi segala sesuatu di Bootcamp juga disampaikan lewat video pembelajaran atau tutorial," kata Inten.

Putra sendiri, sambung Inten, mulai menggunakan gambar sebagai sarana komunikasi untuk mengungkapkan keinginan sejak usia 4 tahun. Contoh, saat minta pergi ke swalayan, Putra akan menggambar suasana supermarket tersebut.

"Ada gambar troli, ada juga gambar logo supermarketnya. Lalu dia berisyarat untuk bilang 'Ayo naik motor pergi ke sini' sambil menunjukkan gambar itu," tutur Inten.

Inten mengatakan, Putra sebelumnya belajar menggambar di ekstrakurikuler PAUD. Di Bootcamp Kelas Gambar, ia mengizinkan sang anak ikut untuk menguji passion dalam menggambar dan berkesenian.

"Lalu yang terpenting, saya berharap dia akan menyadari bahwa Tuli adalah ragam ciptaan Allah SWT. Bahwa dia tidak sendiri, ada banyak teman Tuli yang Allah ciptakan dengan Qodarullah sebagai ragam tuli, sedangkan ayah dan ibunya kebagian ragam dengar," imbuhnya.

Inten menambahkan, ia juga mendukung sang anak untuk ikut kelas seni rupa ini untuk menambah teman dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

"Alhamdulillah, akhirnya Putra bisa menyalurkan kesukaannya, kali ini dilakukan bersama anak-anak lain yang tidak semuanya dikenal. Ini tentunya pengalaman baru lagi buat dia. Dampaknya besar dan positif, khususnya dari segi kebutuhan sosialisasinya, suasananya inklusif karena juga ada kakak-kakak dengar sebagai pemandu, bukan hanya ada kakak tuli saja," sambung Inten.

Selanjutnya mengupayakan kesetaraan >>>

Asah Kecakapan Visual Anak Tuli

Sulis dan Nayla, peserta Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli menggambar boneka Charizard dengan medium krayon di atas kertas gambar.Sulis dan Nayla, peserta Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli menggambar boneka Charizard dengan medium krayon di atas kertas gambar. Foto: Dok. Kelas Gambar Indonesia

Co-Founder Yayasan Handai Tuli Indonesia Rully Anjar Arifianto menjelaskan, karena tidak menggunakan indera pendengaran, indera visual anak yuli jadi lebih kuat karena terlatih untuk menerima informasi visual. Ia menambahkan, anak-anak Tuli juga sejak kecil belajar berkomunikasi dengan bahasa isyarat yang notabene juga bahasa visual. Peran kelas menggambar salah satunya menjadi ruang untuk mengasah kemampuan tersebut.

Rully mengatakan, karena seni bersifat universal, anak-anak Tuli dapat menjadikannya medium untuk mengekspresikan diri dengan baik. Ekspresi tersebut mencakup bentuk abstrak hingga objek. Kendati tidak mudah untuk mengenalkan bentuk abstrak bagi anak yang usianya lebih kecil, kelas seni yang tidak ada salah-benar baginya memungkinkan anak-anak tetap semangat berlatih.

"Dipahamkan lagi, latihan lagi, anak-anak jadi confident karena seni itu sendiri nggak ada salah dan benar. Karena itu, anak-anak bisa bebas untuk jadikan karya mereka sebagai ekspresinya. Kendati tidak semua anak dan pengajar sudah bisa bahasa isyarat, mereka juga menggunakan gestur. Jadi dengan beragam cara, mereka mau belajar saling paham," kata Rully.

Mengupayakan Kesetaraan

Karya anak-anak tuli peserta kelas seni rupa Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli.Karya anak-anak tuli peserta kelas seni rupa Bootcamp Kelas Gambar dan Handai Tuli. Foto: Dok. Kelas Gambar Indonesia

Rully mengatakan, kolaborasi Handai Tuli dengan Kelas Gambar bermula dari satu kelas workshop bersama pada 2019. Menurutnya, kala itu masih jarang komunitas kelas menggambar yang mengakomodasi kebutuhan anak tuli untuk berseni rupa.

Co-Founder Kelas Gambar Indonesia, Teddy Almuktady menambahkan, rangkaian Bootcamp hingga pameran "Seni dalam Sunyi" juga kemudian dibuat untukmeningkatkan awareness masyarakat, dan terutama pemerintah, bahwa pendidikan seni bagi anak tuli juga butuh perhatian.

"Kenapa mengajak anak Tuli untuk berpameran? Mungkin ini yang paling bisa Kelas Gambar jangkau dalam hal mengajar. Di Bootcamp, Kelas Gambar cukup dibantu interpreter dari kawan-kawan Handai Tuli karena tidak semua Kawan Kelas Gambar bisa bahasa isyarat. Pada akhirnya, kita ingin menampilkan bahwa pendidikan seni ada untuk siapa pun," kata Teddy.

"Di dua pameran sebelumnya, kita juga mendapati bahwa keterbukaan akses pendidikan seni bagi semua anak ini bisa diterapkan, terlebih jika didukung support system anak, seperti orang tuanya," imbuh Teddy.

Sebelumnya, Kelas Gambar menggelar rangkaian kelas dan pameran "Krayon Kami, Karya Kami" (2019) dan "Warna-Warni Jakarta" (2020) bagi anak-anak marginal di Jakarta. Rangkaian kelas dan pameran ini berkolaborasi dengan Rumah Faye, River Ranger Jakarta, dan Sahabat Anak Bojong Indah.

Co-Founder Kelas Gambar Indonesia Galih Sakti mengatakan, rangkaian pendidikan seni pada Bootcamp hingga pameran "Seni dalam Sunyi" digelar untuk mendukung equality atau kesetaraan kesempatan atas akses pendidikan seni bagi semua anak. Sebab, pendidikan seni sejak dini penting untuk mendukung tumbuh-kembang anak.

Tujuan pameran ketiga Kelas Gambar ini, sambung Galih, senada dengan rangkaian workshop hingga pameran Kelas Gambar sebelumnya.

"Pada dua pameran lalu, Kelas Gambar ingin menjembatani anak-anak yang terbatas secara ekonomi, agar mendapat akses pendidikan seni. Di pameran kali ini, kami harap jangan ada lagi ada pandangan bahwa anak Tuli tidak bisa berkarya. Menghadirkan kesempatan berkarya hingga berpameran, serta perubahan pandangan terhadap anak tuli, itu yang kita jembatani," kata Galih.

Halaman 2 dari 2
(twu/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads