Alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dr Maria Cellina Wijaya membagikan cerita masuk kuliah tanpa tes. Dia juga membagikan kisah dapat lolos ke Harvard University.
"Konotasi anak FK itu kan yang belajar terus, ya emang bener sih. Karena, kalau nggak ya, nggak bisa survive gitu. Tapi, teman-temanku juga mengalami hal yang sama. Jadi, aku dan teman-temanku jadi punya ikatan yang kuat," ungkap mahasiswa S2 kesehatan publik itu, dikutip dari situs Unair, Senin (22/1/2024).
Ia merasa beruntung karena masuk kedokteran tanpa tes, atau hanya dengan nilai rapor. Maka dari itu, kesempatan belajar di Unair tidak ia sia-siakan. Berangkat dari Kabupaten Jember, dr Cellina sempat kaget dengan lingkungan kampus yang kompetitif, terutama di kedokteran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun mahasiswa kedokteran sering menjadi kaitan dengan belajar terus-terusan, ia tak hanya fokus pada perkuliahan. CIMSA (Center for Indonesian Medical Student Activities) membawanya pada kesempatan untuk terbang ke berbagai negara, salah satunya Taiwan dalam rangka workshop.
"Aku sebenarnya suka banget olahraga. Jadi, dulu bikin komunitas running gitu namanya FKRUNNER," imbuhnya.
Salah satu momen di Unair yang paling tidak terlupakan oleh mahasiswa Harvard itu adalah mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat. Dalam mata kuliah ini, mahasiswa kedokteran disebar ke daerah untuk menerapkan ilmu dari perkuliahan.
From Unair to Harvard
Tak pernah terbayang oleh dr Cellina bahwa ia akan studi ke Amerika Serikat. Namun, penanganan Covid-19 yang kurang mumpuni membuat dr Cellina sadar dan termotivasi untuk mendalami public health.
Saat ia berselancar di internet mencari universitas yang menyediakan program studi itu, Harvard menjadi tempat nomor satu yang muncul dalam rekomendasinya. Tanpa ragu, dr Cellina mencoba untuk mendaftar dan kini menjadi mahasiswa S2 tahun kedua Harvard University.
"Saat aku praktik di puskesmas di Mojokerto, dan seperti yang kita tahu awal-awal Covid-19 kan buruk banget penanganannya. Hal itu membuatku termotivasi untuk mendalami public health, mungkin itu yang dibutuhkan oleh Indonesia sekarang," jelasnya.
Ia juga mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) setelah diterima oleh Harvard. Cellina memberikan insight terkait beasiswa tersebut.
Ia menjelaskan, hal terpenting untuk menerima beasiswa adalah esai yang ditulis. Mulai tujuan, apa pentingnya bagi Indonesia, hingga personal statement untuk meyakinkan bahwa kita layak dapat beasiswa tersebut. Ada pula tips wawancara yang ia berikan.
"Kita harus benar-benar tahu apa yg dicari oleh universitas itu. Apa yang mereka inginkan, kandidat seperti apa yang mereka mau," demikian dr Cellina.
(nwy/twu)











































