Princetta Nadja, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) punya pengalaman menarik saat ikut program beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) di Selandia Baru. Bagi Nadja ada banyak budaya well-being (kesejahteraan) yang dipelajari di sana.
Menurutnya masyarakat Selandia Baru sangat memprioritaskan well-being. Masyarakat di sana percaya bahwa gaya hidup seimbang antara pekerjaan dan waktu luang, merupakan kunci utama hidup yang baik.
Salah satu contoh yang dia dapat adalah melalui acara wellness week di kampus. Pada acara ini, mahasiswa bisa mengikuti kelas memasak atau melukis untuk merilis stres dan penat disebabkan perkuliahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jarang Ada Toxic Productivity
Nadja mengambil jurusan Communications and Sociology di Universitas Auckland. Dia menyebut, jarang ada toxic productivity atau produktivitas toksik.
Pada laman Forbes dijelaskan, produktivitas toksik adalah keinginan yang tidak terkendali untuk terus produktif sepanjang waktu dan dengan cara apa pun. Hal ini dapat membahayakan kesehatan mental dan fisik seseorang.
"Di sini aku sadar manusia itu bukan hanya mesin ekonomi. Kadang-kadang, kalau kita terlalu produktif, kita jadi tidak peduli dengan fisik dan mental kita. Pada akhirnya, kita bisa jadi tidak produktif karena capek atau sakit," ujar Nadja.
"Orang-orang di sini mengakui, untuk kerja dengan baik, maka mereka harus istirahat juga dengan baik. Toxic productivity jarang banget ada di sini," lanjutnya, dikutip dari rilis laman Unair pada Kamis (14/12/2023).
Pengalaman Langka dengan Profesor
Nadja mengaku seiring berjalannya program IISMA, dia sangat menyukai komunikasi dan sosiologi.
"IISMA mendorong peserta untuk mengambil jurusan yang tidak linear. Menurutku ini sangat penting karena kita dapat belajar hal-hal baru di luar jurusan kita," kata dia.
Nadja memiliki pengalaman menarik yang menurutnya langka terjadi di Indonesia. Saat mengerjakan paper untuk mata kuliah sosiologi, dia berusaha membuatnya maksimal. Sayang situasi tak mendukung, sehingga dia telat mengumpulkan tugas.
Meski demikian, profesor untuk mata kuliah tersebut justru menghubunginya dan menawarkan bantuan. Nadja mengaku pada profesornya bahwa tengah berusaha menuntaskan tugas dan meminta perpanjangan waktu. Pengalaman ini menjadikannya lebih termotivasi mengerjakan paper lebih baik.
"Profesorku justru menanyakan kabar dan beliau memintaku untuk menghubungi konselornya jika ada hal apa-apa. Beliau juga memberikan kelonggaran waktu dan hal itu tidak akan berpengaruh terhadap nila," jelasnya.
"Itu sangat langka aku temukan di Indonesia," ucapnya juga.
Saat mengikuti IISMA, Nadja juga aktif mengikuti kegiatan relawan universitas mulai dari menanam pohon, membersihkan pantai, hingga ikut panel intersectional feminism.
"Aku sangat menyukai Selandia Baru, salah satunya yaitu alamnya. Lewat program volunteer ini, aku bisa back to the community sesuai dengan passion aku. Selain itu, aku juga bisa bertemu dengan banyak orang yang passion-nya juga sesuai," kata dia.
(nah/pal)