Guru Penggerak di Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak, Banten, harus door to door mengajak anak-anak agar mau bersekolah. Hal ini dilakukan karena masih banyak anak usia sekolah yang enggan melanjutkan pendidikan hingga tingkat SMA sederajat.
Upaya itu dilakukan Kepala SMAN 4 Panggarangan, Rahmat Haidir (49). Menurutnya, sekolah tingkat SMA di Panggarangan lokasinya berjauhan yang membuat siswa enggan melanjutkan pendidikan. Selain itu, ada juga yang memilih langsung bekerja dibanding sekolah.
Dari laman dapodik Kemendikbud, ada 6 sekolah tingkat SMA sederajat di Kecamatan Panggarangan. SMAN 4 Panggarangan berada di Desa Sindang Ratu, Kabupaten Lebak. Lokasi sekolahnya berjarak 131 Km dari Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Kota Serang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Sekolah tingkat SMA sangat dibutuhkan di sini (Panggarangan), kalau tidak ada sekolah mereka kebanyakan tidak lanjut sekolah. Yang punya uang dan niat bisa saja sekolah ke kecamatan lain. Akhirnya Pemprov Banten bangun di sini dan memang masih banyak masyarakat di sini yang berpikir mending langsung kerja ke kota," ujar Haidir kepada wartawan ditemui di Panggarangan, ditulis Senin (10/12/2023).
Setiap menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Haidir bersama guru-guru akan berkeliling kampung untuk menyakinkan orang tua murid agar mau menyekolahkan anak mereka. Upaya jemput bola dilakukan setahun lalu setelah Haidir diangkat sebagai kepala sekolah usai mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang diadakan Kemendikbud RI.
"Sekarang sekolahnya sudah ada, kita juga lakukan pendekatan kepada para orang tua di sini. Setiap mau PPDB kita lakukan Jumat keliling, setelah salat Jumat ke kampung-kampung berdialog sama masyarakat, dan alhamdulillah hasilnya banyak yang mau menyekolahkan anaknya di sini," sambungnya.
Upaya ini diklaim Haidir cukup meningkatkan partisipasi anak untuk bersekolah. Dari catatan sekolah, awalnya hanya 86 siswa di SMAN 4 Panggarangan, sekarang jumlahnya jadi 146 orang untuk 6 rombongan belajar. Merespons hal itu, Haidir juga mengajak para guru untuk melakukan pendekatan kepada siswa.
"Setiap anak berangkat dari rumah dengan kondisi berbeda-beda, ada yang senang, sedih, atau marah. Kita nggak tau misal di rumahnya ada masalah, nah ketika sampai di sekolah kita harus bisa membawa suasana dan memulihkan kondisi anak agar lebih baik dan pembelajaran bisa diserap maksimal," jelasnya.
![]() |
Haidir menceritakan momen waktu dirinya masih duduk di bangku sekolah. Dari rumahnya di Kecamatan Cilograng ke sekolah di Kecamatan Cibeber, jarak yang harus ditempuh mencapai puluhan kilometer dengan kondisi jalan rusak parah.
Kondisi ini, kata Haidir, masih terjadi hingga saat ini. Ia pun termotivasi untuk terus meningkatkan pendidikan meski harus banting stir dari pekerjaan sebelumnya di bidang tekstil.
"Pada saat itu saya memang bukan berasal dari pendidikan, dulu saya ikut akta 4 dulu tahun 2004 agar bisa mengajar. Saya juga aktif di MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) karena itulah tempat belajar kami para guru, belajar banyak dari orang yang sudah berpengalaman. Di samping itu saya juga aktif di organisasi lain," jelasnya.
"Latar belakang keluarga yang mayoritas menjadi guru juga menjadi dorongan untuk saya buat terjun di dunia pendidikan. Saya ingin pendidikan di Lebak bisa lebih maju," pungkasnya.
(nwk/nwk)