Doxing menjadi salah satu fenomena yang kerap menjadi buah bibir di kalangan netizen. Terlebih bila mereka mengalami sakit hati dan ingin ikut orang lain ikut membenci sosok yang membuatnya seperti itu.
Dijelaskan doxing adalah salah satu tindakan cyber crime yang marak dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab. Mereka menyebarkan informasi pribadi di internet tanpa izin dan berakhir merugikan seseorang.
Marak terjadi di dunia maya saat ini, Pakar Hukum Kriminal Universitas Airlangga (Unair) Dr Toetik Rahayuningsih SH M Hum menjelaskan bila oknum yang juga netizen di internet itu bisa mendapat hukum pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Doxing termasuk dalam kategori cyber bullying yang seringkali berkaitan dengan penguntitan atau stalking, dan informasi yang disebarkan melalui doxing sering kali digunakan dalam konteks yang dapat menimbulkan ketakutan dan ketidaknyamanan, sehingga meresahkan pada individu yang menjadi target," ujarnya dikutip dari rilis dilaman Unair, Jumat (24/11/2023).
Saat ini, Toetik menjelaskan ada berbagai kebijakan yang dapat menjadi solusi keresahan warganet terhadap doxing.
Seperti UU Nomor 11 Tahun 2008 jo. UU Nomor 19 Tahun 2016 UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
UU ITE
Dalam ranah UU ITE, Toetik menilai pelaku doxing dapat dikenai hukuman berdasarkan Pasal 32 ayat (2) jo, Pasal 48 ayat (2), Pasal 32 ayat (3) jo, dan Pasal 48 ayat (3). Pasal-pasal tersebut berisi tentang ancaman bagi para pelaku yang menyebarkan informasi elektronik yang bersifat rahasia kepada publik.
Selain itu, ada juga pasal tentang akses ilegal terhadap sistem elektronik milik orang lain yang tertera dalam Pasal 30 ayat (1) jo, Pasal 46 ayat (1) UU ITE, Pasal 30 ayat (2) jo, Pasal 46 ayat 2 UU ITE.
Bila tahap doxing sudah sampai tahap penjebolan terhadap sistem pengamanan komputer, maka hukuman disesuaikan seperti yang tertuang pada Pasal 30 ayat (3) jo, Pasal 46 ayat (3) UU ITE, Pasal 31 ayat (1) jo, Pasal 47 UU ITE.
"Terakhir, ia (korban) juga mengutip Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) yang mengancam hukuman pidana atas kasus serupa," tambahnya.
UU PDP
Tak hanya UU ITE, pelaku doxing juga bisa terkena sanksi pidana seperti yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang diatur dalam ketentuan Pasal 67 dan 68, dengan penjelasan:
1. UU PDP Pasal 67 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengatur tentang jangka waktu pidana dan denda bagi para pelaku yang sengaja mengumpulkan, menggunakan, dan menggunakan data pribadi bukan miliknya.
2. UU PDP Pasal 66-68 menjelaskan bahwa setiap orang yang memalsukan data pribadi demi keuntungan sendiri atau orang lain dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.
Perbedaan UU ITE dan UU PDP
Meski begitu, Toetik menjelaskan ada perbedaan antara delik pada UU ITE dan UU PDP. Di mana, UU ITE pendekatannya lebih pada perbuatan yang dilakukan secara elektronik.
"Sedangkan pada UU PDP dapat berlaku pada perbuatan baik elektronik maupun nonelektronik," terang pakar hukum Unair itu.
Bila detikers menjadi korban doxing, Toetik menyarankan untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib. Satu hal yang harus disimpan dengan baik adalah barang bukti dari serangan doxing tersebut seperti screenshot bukti tindakan pelaku.
Selanjutnya, detikers perlu melindungi akun media sosial pribadi dengan mengganti password dan melindungi rekening pribadi secara langsung.
"Caranya menghubungi pihak bank dan meminta untuk memblokir rekening agar lebih aman serta terhindar dari kejahatan yang tidak diinginkan," pungkasnya.
Nah itulah landasan hukum pidana bagi pelaku doxing. Jadi, semakin berhati-hati dalam melakukan aktivitas di internet ya detikers!
(det/nwk)