Kisah Mujab, Anak TKI yang Kuliah di London dengan Beasiswa

ADVERTISEMENT

Kisah Mujab, Anak TKI yang Kuliah di London dengan Beasiswa

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 16 Okt 2023 17:30 WIB
Muhammad Syaeful Mujab
Mujab belajar dan berusaha keluar dari kemiskinan struktural sejak dari bangku sekolah. Ini kisah anak Tegal kuliah di UI dan LSE, Inggris. Foto: Dok Muhammad Syaeful Mujab

Menekuni Politik

Kini, Mujab bekerja di bidang peningkatan kapasitas tenaga kerja dan lingkungan kerja yang lebih baik. Dalam waktu dekat, ia juga berencana membuat buku tentang orang-orang underprivileged yang dapat keluar dari kemiskinan struktural.

"Langkah jangka panjangnya, saya tertarik ke politik. Saya percaya bahwa kebijakan publik, pembangunan, itu akan terdampak positif jika diukur dengan baik, direncanakan dengan baik dan tidak mengabaikan kelompok-kelompok tertentu," tuturnya.

"Saya berekspektasi bisa lebih berkontribusi untuk mengangkat orang-orang lainnya, yang mungkin tidak seberuntung saya, atau mungkin berada di kondisi saya di masa lalu, untuk bisa punya kehidupan yang lebih baik lewat kebijakan dan pembangunan yang baik. Dalam waktu tidak lama lagi, 5-10 tahun, saya ingin kerja di kebijakan publik dan politik," sambung Mujab.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keluar dari Kemiskinan Struktural

Bagi Mujab, caranya keluar dari kemiskinan struktural bermula sejak sekolah. Di samping menguatkan pendidikan, ia juga menguatkan diri untuk berani mengambil kesempatan, membuat pilihan, dan mengasah diri agar kemampuannya mencukupi.

"Bicara anak sekolah, privilege itu disadari. Privilege bukan melulu soal anak siapa, kaya, atau lainnya, tetapi dukungan dan kebebasan yang bertanggung jawab untuk menentukan arah masa depan, menurut saya jadi satu privilege yang luar biasa--yang saya miliki," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Kebijakan juga baginya adalah satu exit point untuk keluar dari kemiskinan struktural. Adapun untuk meraih pendidikan tinggi lebih lanjut, baginya penting untuk menyiapkan tabungan di samping menyiapkan persyaratan akademik.

"Optimalkan kesempatan yang terbuka. Misalnya saat SMA, kendati saya bukan yang paling jago di bidang tersebut, saya akan ambil kesempatannya. Saat kesempatan itu didapat, saya akan optimalkan diri, termasuk juga saat kuliah," tuturnya yang menyanggupi kesempatan jadi MC dan pengajar paruh waktu salah satu sekolah di Tangerang Selatan ini saat masih menjadi mahasiswa.

Ia menambahkan, kendati lulus dari UI, gaji bukan indikator pertama untuk menerima atau menolak tawaran pekerjaan semasa menjadi fresh graduate. Mujab menuturkan, network dan mentor menjadi indikator utama baginya untuk menerima sebuah pekerjaan, dan keluar dari garis kemiskinan.

"Dengan IPK dan proyek yang sudah ditangani dulu, gaji pertama dulu UMR. Nggak ada salahnya kerja pertama kali nggak pakai indikator soal gaji--meskipun saya butuh uang, gimanapun kita butuh uang," tuturnya.

"Tapi saat cari kerja, indikator paling penting bagi saya adalah apakah pekerjaan tersebut memberikan network yang bagus buat saya, plus mentor yang baik untuk saya. Dua itu: network dan mentor. Kedua itu yang bantu saya ketemu jalan-jalan lainnya. Jadi indikator materi atau gaji bukan indikator utama bagi saya," jelas Mujab.

Mujab mengatakan, terlepas dari kondisi hidup, baginya, penting untuk mau meraih kesempatan dan mengasah kemampuan. Sebab, terkadang diri sendiri lupa dan membatasi kemampuan serta kemauan.

"Entah nanti jalannya berliku, saya yakin akan ketemu jalannya, ada kemampuannya. Kemampuan itu akan mengikuti kemauan. Bukan salah kita untuk lahir dengan privilege atau tidak dengan privilege. Tetapi akan jadi salah kita kalau saat meninggal nanti kita di posisi yang kurang lebih sama dengan saat lahir," pungkasnya.



Simak Video "Video: Deputi Pendidikan Kemenko PMK Pastikan Beasiswa LPDP Tak Kena Efisiensi"
[Gambas:Video 20detik]

(twu/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads