Lima mahasiswa Fakultas Psikologi program studi (prodi) Bimbingan Konseling (BK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) ciptakan program penyembuhan luka batin pada anak. Program ini bernama "Hello and Play The Past".
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora (RSH), program ini bertujuan meningkatkan resiliensi remaja yang memiliki trauma Inner Child dengan menggunakan metode Assertive Training-Role Play berbasis analisis transaksional.
Dikutip dari laman resmi UNS, program ini didasarkan riset yang datanya diperoleh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Solo, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim UNS menemukan bila kasus kekerasan marak terjadi pada anak baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Selain itu, hingga saat ini upaya masyarakat untuk mencegah, merehabilitasi dan memberi perlindungan terlihat belum cukup digencarkan, sehingga program ini hadir.
Berfokus pada Luka Batin Anak
Fokus utama program ini adalah trauma atau luka batin pada anak yang tidak disadari. Sehingga, hal ini terbawa hingga dewasa dan memiliki kemampuan resiliensi yang rendah.
Ada dua instrumen utama yang digunakan, pertama ada Trauma Antecedents Questionnaire (TAQ) untuk menyeleksi remaja yang memiliki trauma inner child untuk diberikan intervensi. Sedangkan kedua, Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) untuk mengukur resiliensi sebelum dan sesudah diberikan instrumen sebelumnya.
Ahmad Saifudin, salah satu anggota PKM RSH menjelaskan penelitian ini adalah inovasi baru dibanding yang lainnya. Salah satu kelebihannya adalah konseling kelompok.
"Menggunakan metode roleplay berbasis analisis transaksional. Cara ini dinilai mampu untuk bisa mengintervensi trauma yang dialami oleh remaja yang ada di panti asuhan," ungkapnya.
Proses Program Berlangsung
Program ini telah diuji untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada remaja yang ada di panti asuhan. Selama prosesnya, tim menggunakan dua kelompok yang terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen akan mendapatkan penanganan berupa konseling kelompok yang dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Selama pertemuan, remaja diberikan intervensi dan traumanya ditangani dengan meningkatkan resiliensinya.
Sedangkan kelompok kontrol bertujuan sebagai pembanding jika kelompok eksperimen diberikan penanganan.
Hasilnya, ditujukan bila adanya perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian tim menyimpulkan bila konseling kelompok menggunakan metode roleplay berbasis analisis transaksional ini mampu menangani trauma masa lalu yang dialami oleh remaja panti di Surakarta.
(det/faz)