Banyak kisah sukses datang dari keterbatasan, seperti yang dialami Mark Victor Yanson, pendiri PT Yanson Properti Sejahtera, perusahaan pengembang properti besar di Indonesia.
Berangkat dari mimpi dan tekadnya yang tinggi, Mark saat ini bisa menjadi inspirasi bagi anak muda Indonesia. Sebelum menjadi pengusaha, Mark sempat mengalami masa-masa sulitnya, terlebih saat ia menjalani kuliah di Jerman.
Untuk menyiasati keterbatasannya dalam meraih pendidikan, Mark memutuskan untuk berkuliah di Jerman karena biayanya cukup terjangkau, bahkan gratis. Dengan modal nekat, Mark memberanikan diri sendirian menjalani pendidikan di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak memiliki keluarga dan teman satu pun di Jerman, bahkan saat berangkat belum cakap dalam berbahasa Jerman. Baru saya sadari, Ketika di Jerman, untuk bisa mendapatkan kuliah yang gratis, kita harus kuliah dalam Bahasa Jerman, sehingga saya harus college satu tahun di kota kecil Bernama Kothen," tutur Mark dalam keterangan tertulis.
Tantangan Berkuliah di Jerman
Tantangan berkuliah di Jerman yang harus Mark hadapi tidaklah mudah. Kota tempatnya berkuliah terkenal sebagai kota mati. Di daerah tersebut seringkali ditemukan kasus pembunuhan terhadap orang asing.
Alih-alih merasa takut akan ancaman orang-orang di sana, Mark fokus berkuliah. Akhirnya ia berhasil lulus dari College di kota Kothen, Anhalt, Jerman Timur, lalu melanjutkan pendidikannya kembali di HTW Berlin, jurusan Facility Management.
Di tengah ia menempuh studi di Jerman, rintangan baru ia rasakan karena saat itu sang ayah mengalami stroke. Oleh karena itu, Mark tak bisa meminta biaya sehari-hari dari orang tua.
"Saya tidak lagi meminta uang bulanan dari orang tua saya bahkan sampai lulus kuliah. Di Jerman sangat terbuka untuk pelajar bisa bekerja saat liburan maupun sebagai intern, namun dibutuhkan tekad dan manajemen waktu yang baik untuk bisa berhasil dalam studi dan pekerjaan," tuturnya.
Saat Mark mengerjakan skripsi dan magang di perusahaan Startup Smarthome System di Jerman, kabar buruk menimpanya. Di tengah kondisi Covid-19 saat itu, sang ayah kondisi kesehatannya semakin memburuk dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Kehilangan sosok ayah yang selalu menyemangati dan mendukungnya selama ini tak membuat Mark menyerah. Beruntungnya Mark mendapatkan beasiswa dari DAAD Stipendium sehingga ia masih bisa melanjutkan kuliahnya.
"Itu masa tersulit buat saya untuk tetap tinggal di Jerman ketika masa COVID, padahal papi saya dipanggil oleh Tuhan dan saya tidak bisa pulang. Tapi saya jadikan itu motivasi untuk bekerja lebih keras, dan saya mengajukan beasiswa ke DAAD Stipendium dan akhirnya mereka menerima beasiswa saya." ucapnya.
Buka Perusahaan dengan Modal Seadanya
Sepulangnya dari Jerman, Mark kemudian merajut asa dengan mendirikan perusahaan kecil yang memiliki jasa renovasi rumah. Ia mengajak kawannya, Rangga Rakaspati dan patungan modal dengan uang sisa kuliah di Jerman.
Keberuntungannya dimulai ketika Mark bertemu dengan pemilik lahan yang tak bisa mengelola lahannya. Sehingga ia mendapat kesempatan untuk mengelola lahan seluas 7,8 hektar tersebut untuk mengembangkan usahanya.
Di tangan Mark dan Rangga, lahan tersebut ia kelola hingga menghasilkan keuntungan yang besar. Dari sana lah, perusahaan bernama PT Yanson Properti Sejahtera miliknya meraup keuntungan demi keuntungan.
"Saya melihat ini sebagai kesempatan emas, banyak orang Indonesia membeli tanah ketika memiliki uang untuk memperbanyak aset mereka. Namun mereka tidak bisa mengelola tanah tersebut bertahun-tahun dan terlalu besar untuk dijual sebagai rumah tinggal. Saya datang untuk mengelola aset tersebut sehingga bisa ter likuidasi dan bahkan memperoleh keuntungan yang lebih besar," kata Mark.
Kesuksesan Mark dan Rangga membesarkan PT Yanson Properti Sejahtera pun semakin terbuka setelah banyak pihak ingin bekerja sama dengan mereka.
(cyu/faz)