Selama ini upah minimum provinsi (UMP) atau UMR di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal cukup rendah. Per Januari 2023, UMP di Yogyakarta adalah sebesar Rp 1.981.782.
Jumlah UMP Yogyakarta tahun 2023 tersebut telah naik 7,65% dibandingkan UMP tahun 2022, yakni sebesar Rp 1.840.915. Meski naik, nominal ini lebih sedikit dibandingkan dengan kota-kota seperti Bandung dengan UMK Rp 4.048.462,69 dan Semarang dengan UMK Rp 3.060.348,78.
Sementara itu, untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) di DIY sedikit lebih tinggi. Di Kota Yogyakarta sebesar Rp 2.324.775,50; Kabupaten Sleman Rp 2.159.519,22; Kabupaten Bantul Rp 2.066.438,82; Kabupaten Kulon Progo Rp 2.050.447,15; dan Kabupaten Gunungkidul Rp 2.049.266.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan UMK di Yogyakarta Rendah
Terkait standar UMK yang rendah di kota pelajar dan pariwisata ini, peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Dr Hempri Suyatna, SSos, MSi, mengatakan salah satu penyebabnya adalah tidak tersedia banyak lapangan kerja di Yogyakarta. Akibatnya, persaingan antarperusahaan dalam mendapatkan tenaga kerja menjadi tidak ketat.
"Implikasinya upah yang ditawarkan juga tidak tinggi. Sisi lain adalah standar hidup layak di Jogja tidak tinggi sehingga ini berdampak pada upah rendah," ucapnya kepada detikEdu.
Berbeda dengan Semarang yang memiliki beberapa industri besar, Hempri mengatakan, Yogyakarta bukan sebuah kota industri.
Namun, ia tetap mencatat bahwa peningkatan standarisasi kesejahteraan buruh di Yogyakarta penting untuk diperhatikan.
"Beberapa bahan kebutuhan pokok murah, tapi dalam konteks tertentu harga tanah di Yogyakarta termasuk tinggi. Hal ini yang harus juga dijadikan pencermatan," ungkap Hempri.
Aspek Jaminan Sosial Buruh Harus Diperhatikan
Lebih lanjut, Hempri mengatakan, aspek UMR di Yogyakarta memang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, dengan UMR (yang lebih tinggi) daya beli masyarakat bisa menjadi lebih baik.
"Kalau memang UMR sulit naik akan tetapi aspek-aspek jaminan sosial ke buruh harus diperhatikan sehingga tetap memberikan rasa nyaman bagi mereka," ucapnya.
Kultur Romantis Yogyakarta
Seperti yang diketahui, suasana kota Yogyakarta dikenal kental akan filosofi hidup Jawa yang turut mendukung suasana kesejahteraan yang berbeda dengan kota lain.
"Ya saya kira ini didukung mungkin suasana dan kultur Jogja yang romantis dan masyarakat yang harmonis. Sebagian masyarakat di Jogja terutama yang tinggal di pedesaan juga memandang aspek kesejahteraan subjektif," papar dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM tersebut.
Ini artinya, menurut Hempri, sejahtera tidak semata-mata soal ekonomi akan tetapi juga soal hidup harmonis, guyub rukun, tentrem dan sebagainya.
Meski begitu, ia menegaskan, bahwa kesejahteraan buruh wajib ditingkatkan. Misalnya dengan memperkuat jaminan sosial mereka.
"Seperti BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, dan mungkin jaminan-jaminan sosial sesuai kemampuan perusahaan," tambahnya.
(faz/nwk)