Bajingan Ternyata Nama Sebuah Profesi, Tapi Kenapa Sering Diucapkan sebagai Makian?

ADVERTISEMENT

Bajingan Ternyata Nama Sebuah Profesi, Tapi Kenapa Sering Diucapkan sebagai Makian?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Minggu, 20 Agu 2023 18:00 WIB
Tiga gerobak sapi melintas di jalan Solo-Semarang dekat Makodim 0726/Boyolali, Rabu (13/1/2021).
Bajingan ternyata bukan hanya sebuah makian. Lebih jauh, bajingan adalah nama sebuah profesi. Ini sejarahnya. Foto: Ragil Ajiyanto/detikcom
Jakarta -

Saat mendengar kata 'bajingan' yang terlintas di pikiran kita mungkin adalah umpatan, makian, atau hal lainnya yang berkonotasi negatif. Namun, bagi masyarakat Jawa sejak dulu, kata bajingan sama sekali bukan dimaknai dengan hal negatif. Mengapa?

Secara umum, penggunaan kata bajingan saat ini telanjur hanya dikenal dengan satu makna saja, yakni berkaitan dengan apa yang diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut KBBI, bajingan berarti penjahat, pencopet atau makian untuk orang yang kurang ajar. Dalam buku "Mengulas yang Terbatas, Menafsir yang Silam" karya Mahasiswa Prodi Sejarah Universitas Sanata Dharma 2015, bajingan dalam KBBI diketahui merujuk kepada kata dasar bajing yang berarti tupai, binatang pengerat yang sering mencuri kelapa dan dianggap sebagai pengganggu masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kata bajing ini kemudian diturunkan menjadi kata bajingan untuk menggambarkan sifat jahat dari seseorang yang menjadi sumber keresahan lingkungan masyarakat.

Atas dasar pendekatan pandangan ini, banyak orang hanya mengenal makna bajingan sebagai kata yang berkonotasi negatif. Padahal bajingan memiliki makna lain yang mungkin secara produk budaya, sebagai bahasa, maknanya lebih dikenal lebih lama sejak dahulu.

ADVERTISEMENT

Arti Kata Bajingan dalam Sejarah Masyarakat Jawa

Seperti yang diketahui, bahasa merupakan produk budaya yang muncul di tengah masyarakat untuk memudahkan komunikasi. Dalam hal ini, kata bajingan juga telah lama muncul di tengah masyarakat Jawa sejak dahulu.

Bajingan adalah sopir atau pengendali dari moda transportasi tradisional masyarakat Jawa yaitu gerobak sapi. Bisa dikatakan, bajingan adalah sebutan untuk orang yang mengendalikan gerobak sapi.

Kata bajingan sendiri diperkirakan sudah muncul dan berkembang pertama kali di wilayah Jawa, terutama Jawa Tengah, sebelum era kekuasaan Sultan Agung.

Pada masa keemasannya, peran para bajingan sangat vital bagi kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan Jawa yang mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani.

Gerobak sapi pada masa itu merupakan satu-satunya transportasi yang berkembang dan dapat mengangkut beban yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengangkutan manual oleh manusia perseorangan.

Asal Pemaknaan Kata Bajingan

Terkait kemunculan kata bajingan, Aida Latif Munir, salah seorang pendiri dari Paguyuban Gerobak Sapi Langgeng Sehati Bantul, mengatakan bajingan awalnya muncul dari nama seorang tokoh.

Tokoh tersebut adalah pencetus gerobak sapi sebagai moda transportasi di wilayah Jawa, yaitu 'Mbah Jingan'.

Menurut ceritanya, Mbah Jingan digambarkan sebagai seorang tokoh yang memiliki keberanian tinggi dan terampil dalam melaksanakan berbagai pekerjaan. Mulai dari menjadi petani buruh, buruh pemanjat pohon kelapa, hingga menjadi pengendali gerobak sapi untuk mengangkut hasil panen pertanian.

Berasal dari Mbah Jingan, kemudian lama-kelamaan, orang-orang menyebutnya lebih singkat menjadi Ba Jingan.

"Awalnya orang-orang menyebut Mbah Jingane endi (Mbah Jingannya di mana)? Lama-kelamaan terdengar samar-samar menjadi Ba Jingane endi (Ba Jingannya di mana)? Lah kata terakhir inilah yang kemudian berkembang sampai sekarang," terang Aipda Latif Munir.

Makna Mendalam dari Bajingan

Tak hanya sekadar nama sebuah profesi, bagi masyarakat Bantul, bajingan memiliki makna yang mendalam, terutama bagi para sopir gerobak sapi di daerah sana.

Bagi mereka, bajingan juga diartikan sebagai seseorang yang tak pernah meninggalkan kewajibannya beribadah meski sering bepergian.

Salah seorang sopir gerobak sapi di Pedukuhan Jodog, Bantul, bernama Sriyanto (48), mengungkapkan bahwa bajingan memiliki filosofi yang dalam bagi kalangan mereka dan sangat jauh dari makna negatif.

"Bajingan itu bagusing jiwo angen-angen ning pangeran. Jadi pangeran itu seneng arepo sopir gerobak bajingan ning watake apik. Eling karo pangeran eling karo sembahyang," ungkap Sriyono, sebagaimana dikutip dari detikJateng.

Jika diartikan, bajingan itu bagusing jiwo angen-angen ning pangeran atau bagusnya jiwa yang memikirkan Tuhan. Jadi Tuhan pasti senang, meskipun hanya sopir gerobak sapi (bajingan) tetapi punya watak yang bagus. Selalu ingat dengan Tuhan dan beribadah.




(faz/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads