Tantangan Konvergensi Media Dorong Media Mainstream untuk Lebih Kredibel

ADVERTISEMENT

Tantangan Konvergensi Media Dorong Media Mainstream untuk Lebih Kredibel

Noor Fa'izah - detikEdu
Rabu, 13 Sep 2023 18:59 WIB
Pemimpin Redaksi Alfito Deannova saat memberikan workshop di acara detikJogja di FEB UGM
Foto: (Noor Faizah/detikcom)
Yogyakarta -

Dunia industri media saat ini sudah masuk ke dalam konvergensi. Melalui konvergensi media memungkinkan adanya integrasi dari berbagai bentuk media yang ada. Oleh karenanya, saat ini media dituntut mampu menampilkan konten berbentuk video, audio, pun juga teks.

Terlebih potensi masyarakat digital di Indonesia yang semakin besar. Pemimpin Redaksi detikcom, Alfito Deannova mengungkap jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2022 mencapai 212,9 juta pengguna.

"Itu pengguna saja, belum kalau kita bicara soal gadget, mencapai 353 juta. Satu orang bisa punya lebih dari satu HP. Total populasi Indonesia 277,7 juta, artinya sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pengguna internet," ujar Alfito.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu disampaikan Alfito dalam rangka Detikcom Goes to FEB UGM dalam workshop bertajuk Trend Media Busines, "The Trends of Digital Media Business" yang diselenggarakan oleh detikJogja di Function Hall lantai 8, Gedung Pembelajaran UGM, Yogyakarta, Rabu (13/9/2023).

Media konvensional dulunya berbentuk radio, televisi, koran, atau majalah cetak. Kini media baru yang disebut dengan media digital, seperti media sosial memungkinkan kita berjejaring via internet.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut Alfito memaparkan tren media saat ini memungkinkan kita untuk mengakses informasi lebih mudah dan lebih cepat. Dulu, bila ingin menonton film maka menonton yang ada di kanal-kanal televisi saja. Ingin mengakses berita maka bisa membaca koran.

Saat ini, dengan smartphone kita bisa melakukan keduanya. Bahkan di saat yang bersamaan. Melalui perangkat digital ini, kita bisa mengakses berbagai jenis media, termasuk berita, video, dan audio. Dan ini membuat media semakin konvergen.

Untuk diketahui, konvergensi media juga bisa diartikan sebagai penggabungan sifat sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat masif dengan teknologi komputer (internet) yang bersifat interaktif. Gampangnya, konvergensi media adalah bergabungnya komunikasi tradisional dengan teknologi modern berupa internet dengan seluruh kecanggihan yang ada di dalamnya, demikian dikutip dari jurnal An Nida': Jurnal Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam yang berjudul Peluang dan Tantangan Media Massa di Era Cyber (Perspektif Hypodermic Needle Theory dan Uses And Gratification Theory) yang disusun Alim Puspianto dari STAI Luqman al Hakim Surabaya.

"Faktor utama yang mendukung konvergensi media adalah teknologi digital. Konvergensi media, setiap media yang ada saat ini dituntut harus bisa bikin konten dalam bentuk video, audio, plus harus bisa nulis juga. Jika dulu wartawan yang bekerja di media cetak maka dituntut untuk bisa menulis saja, atau seseorang yang bekerja di radio berarti harus bisa berbicara saja, tapi kini harus serba bisa," papar Mas Fito, demikian sapaan akrab Alfito di detikcom.

Engineered Journalism dan Disiplin Verifikasi

Pemimpin Redaksi Alfito Deannova saat memberikan workshop di acara detikJogja di FEB UGMPemimpin Redaksi Alfito Deannova saat memberikan workshop di acara detikJogja di FEB UGM Foto: (Noor Faizah/detikcom)

Selain itu, menurut laporan eMarketer terkait media ad spending alias belanja iklan media, televisi sebagai media mainstream masih tumbuh besar mencapai 58,5%, dibanding media digital sebesar 29% dari total seluruh ad spending di tahun 2022.

Hal ini membentuk suatu siklus interaksi antara perusahaan media, pengiklan, dan pengguna/pembaca. Media bisa memberikan jumlah konsumen kepada pengiklan, lalu pengiklan membayar perusahaan media untuk mengakses target audiens mereka dan mempromosikan produk atau layanan mereka. Sedangkan pengguna mendapatkan akses informasi yang mungkin memengaruhi perilaku pembelian atau pandangan mereka.

Menurut Alfito, potensi ini mendorong media mainstream atau media arus utama untuk menerapkan praktik jurnalisme yang mengadaptasi perkembangan teknologi (engineered journalism). Mengingat, faktor utama yang mendukung konvergensi media adalah teknologi digital.

Teknologi memungkinkan berbagai jenis media untuk disimpan, disiarkan, dan diakses dalam format digital. Di media digital, cara 'masuk' orang berbeda-beda. Akses yang beragam memungkinkan pengguna media digital mengakses informasi dengan berbagai teknis.

Bisa secara langsung (direct), misalkan dengan kesadaran pengguna memilih kanal berita tertentu atau secara organik (organic search) melalui pencarian teratas di search engine.

Namun, cara ini berpotensi memunculkan informasi-informasi yang tidak valid karena tingkat kredibilitas tidak diukur. Belum lagi dari media sosial, ketika kita scroll-scroll, mendapatkan informasi, lalu menyebarkannya pada keluarga dan teman tanpa proses verifikasi.

"Dalam 150 karakter yang ada di Twitter, masyarakat bisa menimbulkan judging. Di Google punya caranya sendiri untuk bisa membuat suatu situs masuk ke dalam hasil search mereka dengan algoritma Google. Itulah yang membuat kita, perusaahaan media, menyesuaikan," lanjut dia.

Alfito juga menekankan bahwa Google atau platform pencarian global perlu dipertimbangkan oleh keberlanjutan bisnis perusahaan-perusahaan media digital. Kesadaran akan kualitas informasi hingga publisher right diperjuangkan untuk mencapai titik bargain yang mampu memberikan nilai ekonomi pada konten berita lokal pada platform global. Selain itu, kesadaran atas informasi palsu atau hoaks perlu dilakukan oleh seluruh masyarakat, tidak hanya perusahaan media saja.

"Media arus utama bisa kalah sama media sosial, tapi yang bisa melakukan konfirmasi dan verifikasi, dan kemudian kata putus dari benar atau nggak beritanya itu harusnya ada di media arus utama. Salah satunya detikcom, dan itu yang memang harus dilakukan." pungkas Alfito.




(nwk/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads