Menjadi seorang dokter adalah salah satu cita-cita diimpikan banyak orang termasuk Rahmat. Untuk bisa kuliah kedokteran, Rahmat bertemu dengan banyak lika-liku.
Tidak seperti mahasiswa pada umumnya yang berkuliah di satu kampus saja, Rahmat sempat beberapa kali mencicipi kesempatan kuliah di dua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hingga kini ia bisa mencicipi rasanya berkuliah di Amerika.
Rahmat pernah berkuliah selama 1 tahun di Universitas Hasanudin (Unhas), hampir kuliah kedokteran di China, melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene, hingga mendapat beasiswa untuk bisa berkuliah di Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana perjalanan Rahmat dalam melanjutkan pendidikan tingginya hingga berkesempatan berkuliah di Amerika Serikat? Melansir laman Kemenag, berikut kisahnya.
Berkali-kali Gagal Masuk Kedokteran
Anak bungsu dari 8 bersaudara ini merupakan anak dari seorang ibu rumah tangga dan bapak pensiunan guru agama juga seorang nelayan. Di balik keterbatasan Rahmat, ia bersikeras untuk tetap mencoba meraih cita-citanya menjadi dokter.
Pada tahun 2018, Rahmat sempat mencoba daftar prodi Kedokteran di Unhas namun berujung gagal. Ia tak diterima di pilihan pertama tersebut, tetapi diterima di pilihan dua yakni prodi Mechanical Engineering.
Rahmat pun menjalani perkuliahan di jurusan tersebut selama dua semester. Hatinya merasa bahwa apa yang ia jalani saat itu tak sesuai impiannya sehingga Rahmat memutuskan kembali mencoba mendaftar kedokteran.
Berbagai jalur masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ia coba, namun lagi-lagi Rahmat tak lolos jurusan kedokteran yang ia inginkan. Meski gagal, Rahmat tak putus semangat dan terus mencoba kembali.
Lolos Kedokteran di Kampus China
Ia melihat ada kesempatan untuk mendaftar kedokteran di luar negeri yakni China. Walau awalnya hanya iseng karena merasa tak mungkin lolos, namun keberuntungan berpihak padanya.
Rahmat dinyatakan lolos program Bachelor of Medicine and Bachelor of Surgery (MBBS) di salah satu universitas di China dengan tuition fee dari pemerintah di sana. Program tersebut memberi kesempatan Rahmat untuk mengambil kedokteran umum sekaligus bedah.
Namun sayangnya, cerita Rahmat tak berujung di negeri Tirai Bambu tersebut. Ia batal berangkat ke China untuk melanjutkan pendidikan kedokteran karena saat itu Covid-19 tengah mendera negeri tersebut.
"Tapi saya batal berangkat karena covid-19 mendera dan China saat itu adalah pusatnya. Beruntung ada MOSMA Kemenag. Batal ke China, saya dapat kesempatan kuliah ke Amerika," ujar Rahmat dikutip dari laman Kemenag, Kamis (7/9/2023).
Tempuh Kuliah S1 di STAIN
Kegagalan Rahmat tak kemudian membuat dirinya berhenti melanjutkan pendidikan. Keluarga dan teman mendorong semangat Rahmat untuk bisa kembali berkuliah.
Kemudian pada tahun 2021, Rahmat memutuskan untuk mendaftar di STAIN Majene yang baru beroperasi 4 tahun. Di sana ia mengambil jurusan Tadris Bahasa Inggris dan beralih keinginan untuk bisa menjadi pendidik.
Rahmat pun menjalani kuliah dengan baik dan aktif di berbagai kegiatan. Selama berkuliah Rahmat aktif menjadi guru mengaji, belajar bisnis, ikut organisasi, hingga kompetisi.
Dapat Beasiswa MOSMA
Sebuah kesempatan kembali datang kepada Rahmat, dosennya dari prodi Tadris Bahasa Inggris memberi kabar bahwa Kementerian Agama membuka pendaftaran beasiswa MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA).
MOSMA sendiri merupakan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk belajar di kampus luar negeri selama 1 semester dengan lama maksimal 6 bulan. Beasiswa ini pun bisa dikonversi ke dalam SKS.
Melihat peluang bisa berkuliah di luar negeri, Rahmat pun mendaftar beasiswa tersebut. Ia menyiapkan diri untuk tes TOEFL hingga wawancara dengan belajar otodidak dari YouTube.
"Aku belajar dari youtube, teman, dan dosen dosenku mengenai wawancara. Tetapi waktu itu pun masih sangat kurang bagiku karena baru ngumpulin bahan buat wawancara, eh jadwal wawancara itu udah keluar dan belum sempat latihan mock interview gitu. Alhasil aku wawancara dengan bahan mentah dan rasa deg degan yang tinggi," tuturnya.
Setelah melewati rangkaian seleksi, Rahmat pun akhirnya lolos. Ia tak menyangka bisa diterima dengan tujuan kampus di Amerika Serikat.
"Aku menangis. Karena Bapak meninggal sebulan sebelum kabar bahagia ini datang. Padahal dia adalah orang yang paling mendukungku untuk bisa berkuliah di luar negeri," ungkapnya.
(cyu/faz)