Prof Dr Sumani, SE, M Si, CRA, baru dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Manajemen Strategis di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di Universitas Jember pada Agustus lalu. Ia tak menyangka dirinya akan menyandang gelar besar tersebut.
"Saya tak pernah membayangkan jadi profesor, bahkan jadi dosen pun tidak," ujarnya dalam situs Dikti Kemdikbud dikutip Senin (9/4/2023).
Sumani mengenang masa kecilnya di Desa Prigi, Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Kisahnya, masa kecil Sumani hidup dalam kesederhanaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua orang tua Sumani, alm. Musadi dan Saimah berprofesi sebagai guru SD dan ibu rumah tangga. Dirinya pun rutin menggembalakan kambing dan turun ke sawang.
Pengembala Kambing
Menurutnya sebagai bocah ndeso, tugas menggembalakan kambing dan turun ke sawah atau kebun adalah hal rutin. Walaupun ayahnya adalah guru SD, kondisi ekonomi Sumani masih jauh dari berkecukupan.
Sumani kerap membantu sang Ibu membawa hasil bumi untuk dijual di pasar setempat. Namun keterbatasan ini tak lantas membuat anak ketiga dari empat bersaudara jadi patah semarang.
"Saya harus berterima kasih kepada almarhum Bapak yang gigih memperjuangkan pendidikan bagi keempat anaknya, alhamdulillah kami semua bisa menyelesaikan kuliah. Walau untuk itu almarhum Bapak harus menjual sawah," kenang Sumani.
Kejar Impian Dokter
Setelah lulus sekolah, Sumani bertolak ke Malang untuk melanjutkan cita-citanya menjadi dokter. Namun, Sumani gagal melewati seleksi.
"Akhirnya saya putuskan mendaftarkan diri di Universitas Widya Gama Malang di jurusan Manajemen, sebab yang terbayang itu nanti jika lulus bakal jadi manajer" ungkapnya sambil tertawa.
Prestasi Sumani membuatnya bisa lulus dengan predikat baik. Selepas lulus, Sumani diterima di sebuah perusahaan di wilayah Pasuruan, namun setelah bekerja selama setahun ia memutuskan untuk pindah pekerjaan.
Alih Profesi Dosen
Sumani kembali berkunjung ke kampusnya untuk meminta legalisir ijazah. Ketika mengunjungi kembali kampusnya, Sumani melihat lowongan kerja sebagai dosen di almamaternya.
"Saya lalu bergegas pulang ke Trenggalek meminta pendapat dan restu dari orang tua. Ternyata Bapak pun setuju jika saya jadi dosen," tuturnya.
Maka jadilah Sumani menjadi dosen di Universitas Widya Gama Malang. Tak sampai di situ, Sumani akhirnya mengambil studi magister bahkan hingga doktor ke Universitas Airlangga di periode tahun 90-an untuk meningkatkan kemampuannya.
Rupanya di jenjang S2 dan S3 prestasi Sumani terus bersinar. Masa studi di Universitas Airlangga ini juga mempertemukannya dengan teman kuliah yang merupakan dosen di FEB Universitas Jember.
"Saat kuliah inilah saya berteman akrab dengan almarhum Pak Sarwedi dan Pak Shaleh, yang kelak juga menjadi profesor pula. Lulus dari pendidikan S3 saya mendapatkan informasi dari beliau ada pendaftaran CPNS dosen di Universitas Jember. Maka saya pulang ke Trenggalek untuk meminta restu orang tua. Alhamdulillah saya diterima dan semenjak tahun 2005 menjadi dosen di FEB Universitas Jember," kenangnya.
Setelah bertahun-tahun perjuangan, Sumani akhirnya menyandang gelar guru besar tersebut. Menurutnya, menjadi guru besar artinya harus lebih rajin berkarya, harus jadi contoh yang baik dan selalu menjaga tingkah laku.
"Pencapaian ini saya persembahkan bagi orang tua, mereka lah yang berjasa mengantarkan saya hingga seperti saat ini. Kadang hingga kini saya masih belum percaya, bocah angon wedhus bisa jadi profesor, tentu berkat doa restu orang tua," pungkas Prof. Sumani.
(nir/pal)