Jepang tengah membuat robot gundam raksasa di Yokohama dalam rangka memperingati 40 tahun disiarkannya animasi tersebut. Tahukah kamu, ada orang Indonesia di balik pembuatannya?
Sebelumnya, animasi robot gundam tentu tidak asing di telinga generasi 90-an. Animasi tersebut menampilkan robot raksasa yang dibuat untuk melawan musuh.
Sebagai peringatan serta mendorong semangat inovasi generasi muda, Jepang membuat Project Gundam Global Challenge di Yokohama. Projek ini dikepalai oleh seorang dosen di Jepang kelahiran Surabaya bernama Pitoyo Peter Hartono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pitoyo sudah 35 tahun tinggal di Jepang. Dosen di School of Engineering, Chukyo University Nagoya, Jepang ini bercerita, proyek tersebut dimulai sejak 2014.
"Kita bekerja sama dengan sembilan perusahaan. Kita baru menyelesaikan ini 2020, yang seharusnya diselesaikan sebelum Olimpiade Tokyo 2019. Tapi karena banyak sekali halangan dan tanggung jawab saya, kita molor setahun. Kita akan memamerkan robot ini sampai Maret tahun depan," ucapnya dalam situs BRIN, Senin (4/9/2023).
Lewati Banyak Hambatan
Pitoyo menjelaskan, robot ini memiliki berat 20 ton dan mempunyai 34 sendi untuk bergerak. Ia bercerita, banyak sekali hambatan untuk merealisasikan robot ini.
Pitoyo menyebutkan ada tantangan nonteknis seperti kesulitan mencari perusahaan yang menjual motor robotnya.
"Untuk mencari perusahaan yang mau, saya butuh waktu 2 tahun dan meyakinkan mesin saya bisa berjalan," katanya.
Sedangkan, tantangan teknisnya, pihaknya harus bertarung melawan kekuatan gravitasi. Besarnya ukuran robot gundam membuatnya sulit untuk bergerak.
"Tentu saja, robot ini tidak bisa digerakan secepat yang ada di animasi. Hal ini karena kita hidup di dunia fisika, di mana ada moment of inersia, yang menghukum kita," jelasnya.
Geluti Bidang Artificial Intelligence
Diketahui Pitoyo menggeluti bidang artificial intelligence (AI) dan neuronetwork. Menurutnya, ilmuwan AI asal Indonesia di Jepang termasuk tidak banyak. Akan tetapi, banyak mahasiswa Indonesia yang belajar AI di Jepang kemudian kembali ke Tanah Air.
Dia sendiri lebih memilih tinggal dan bekerja di Jepang karena terbukanya kesempatan sebagai pengajar. Saat ini, Pitoyo menjadi Full Professor School of Engineering di Chukyo University Nagoya Jepang dan peneliti di Institute for Human Robot Co-Creation, Waseda University.
Bimbing Mahasiswa S2 dan S3 di Surabaya
Meski berada jauh di Jepang, Pitoyo tetap membimbing mahasiswa yang berkuliah di Surabaya. Menurutnya, banyak alasan diaspora lebih memilih tinggal di luar negeri, dan juga pulang ke Tanah Air. Akan tetapi, banyak diaspora di luar negeri juga dapat berkontribusi bagi negara.
"Tidak banyak yang bisa saya lakukan, tapi saya harap ada triple effect, dari situ mereka menjadi dosen dan melakukan hal yang sama pada mahasiswanya. Mungkin saya lebih bisa berkontribusi bagi Indonesia kalau saya tidak di Indonesia. Mungkin kalau saya kembali ke Indonesia, saya tidak bisa melakukan apa-apa," ungkapnya.
(nir/twu)