Rektor dan guru besar Universitas Hasanuddin Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc memberikan orasi ilmiah dalam Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture 2023 yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Prof Jamaluddin bicara paradoks keindahan maritim Indonesia dan nasib warga pesisir.
Prof Jamaluddin mengatakan terumbu karang di Indonesia adalah pusat data biodiversitas kelautan dunia. Namun, kekayaan alam itu berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat pesisir yang masih hidup dalam garis kemiskinan.
"Namun ironis memang bahwa salah satu kelompok masyarakat yang miskin itu adalah masyarakat pesisir pulau-pulau kecil di mana terumbu karang berkembang. Jadi di satu sisi terumbu karang ini sangat indah sangat kaya tapi di sisi lain kok masyarakatnya masih miskin tak berdaya," ujar Jamaluddin di Auditorium Gd BJ Habibie, Lt 3, Jl MH Thamrin, Jakarta, Rabu (23/8/2023) seperti ditayangkan dari YouTube BRIN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka, perlu upaya memberdayakan masyarakat untuk mengelola terumbu karang dengan baik. Tujuannya dapat memberikan alternatif peningkatan ekonomi masyarakat. Dengan begitu, terumbu karang itu bisa berkembang lebih sustainable.
"Diperlukan edukasi terhadap masyarakat yang baik terutama kepada anak-anak nelayan, sehingga timbul kesadaran bahwa masa depan mereka tergantung di terumbu karang, oleh karena itu jangan dirusak," imbau Jamal, sapaan akrabnya, dalam orasi ilmiah yang berjudul "Pemberdayaan Sosietal Untuk Jagad Nusantara".
Mengenal Kehidupan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Lulusan S1 Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin tahun 1989 ini menyatakan masyarakat pesisir adalah manusia yang ritme hidupnya berdasarkan musim. Contohnya nelayan penangkap ikan yang mengharuskannya berlayar dalam hitungan minggu atau bulan.
Dengan ritme kehidupan berdasarkan musim itu, masyarakat pesisir memiliki tantangan ekonomi yakni musim paceklik. Meski begitu, masyarakat pesisir sangatlah unik karena memiliki horizon laut yang luat.
"Hal ini membuat mereka memiliki pandangan dunia tanpa sekat. Hal ini terlihat dari catatan sejarah orang Bugis-Makassar yang berlayar hingga Australia untuk menelusuri jejak teripang," ungkap Jamal.
Walaupun memiliki pandangan dunia tanpa sekat, Jamal menyatakan masyarakat pesisir tetap mengalami keterisolasioan geografis dan sosial yang dapat menghambat akses ke layanan dasar. Sehingga tak sedikit dari mereka yang mengalami putus sekolah, terkena penyakit, hingga kekurangan air bersih.
Lebih jauh, keterbatasan ini juga menyebabkan kemiskinan terutama dalam penangkapan ikan dan kegiatan maritim. Kemiskinan ini timbul secara struktural akibat hubungan ikatan patron-klien yang menciptakan pertukaran tidak seimbang dan ketergantungan.
Kembali dikaitkan dengan RPJPN 2045, menurutnya cita-cita Negara Nusantara Berdaulat dan Maju juga harus memasukkan inklusi dan transformasi sosial bagi masyarakat pesisir. Kini saatnya kesejahteraan masyarakat pesisir diutamakan. Dengan membuat inklusi bagi masyarakat pesisir akan menjadi langkah awal dalam mewujudkan peradaban bahari sebagai poros maritim yang bermanfaat bagi mereka.
"Semoga saja, masyarakat pesisir menjadi point kemajuan yang paling besar dalam transformasi sosial dan ekonomi RPJPN 2045. Bila tidak, setidaknya mereka bisa keluar dari poros kemiskinan ekstrem," tambahnya.
Ancaman Perubahan Iklim
Satu hal yang erat kaitannya dengan masyarakat pesisir adalah perubahan iklim dan ancaman maritim. Perubahan iklim seperti naiknya permukaan laut dan perubahan ekosistem dapat mengancam pulau-pulau kecil di Nusantara.
Hal tersebut dapat mempengaruhi migrasi ikan dan produksi ikan yang berdampak pada ekonomi masyarakat pesisir. Untuk itu, perlu diadakannya pemberdayaan sosial untuk mempertimbangkan dampak perubahaan iklim terhadap mata pencaharian komunitas pesisir.
"Dengan berbagai dampak yang timbul perubahan iklim termasuk dalam konteks kerentanan bagi sistem nafkah para komunitas pesisir di Indonesia bahkan dunia. Dengan itu perlu sungguh-sungguh memperhitungkan faktor perubahan iklim khususnya di Indonesia bagian timur. Salah satunya dengan pemberdayaan sosietal untuk kesejahteraan maritim," jelas Jamal.
Pemberdayaan Sosial Warga Pesisir
Fokus pada pemberdayaan sosial dalam komunitas masyarakat pesisir adalah untuk mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan lokal. Hal ini diperlukan sinkronisasi antara sumberdaya lokal dan bantuan eksternal dalam rangka pemberdayaan.
Pemberdayaan sosietal membantu rumah tangga masyarakat pesisir mengatasi kerentanan dan mencapai kesejahteraan berkelanjutan. Karena pada dasarnya, rumah tangga masyarakat pesisir menghadapi risiko perubahan iklim dan bergantung pada modal nafkah yang beragam.
Salah satu langkahnya adalah menerapkan strategi nafkah berdasarkan modal alam, manusia, sosial, finansial, dan fisik. Diikuti dengan kolaborasi pihak eksternal sehingga timbulnya pemberdayaan.
Sistem sosial lokal menggabungkan komunitas lokal, administrasi, dan pasar lokal. Setiap programnya harus menghormati dan memperkuat sistem sosietal lokal sebagai elemen utama dalam peradaban bahari dan poros maritim. Sehingga langkah ini dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan dan sinergi hingga tingkat global.
"Saya percaya dunia dan semesta ini adalah konstruksi saling keterkaitan, karena itu pengetahuan tentang semesta seyogyanya harus terkonstruksi dan saling keterkaitan. Untuk itu, atas nama riset dan inovasi, atas nama sains dan teknologi semuanya adalah muara kemaslahatan manusia pada jagat Nusantara"
(nwk/nwk)